EKSISTENSI
MRAJAN DALEM SEGENING TERHADAP PENYATUAN SIVASIDDHANTA DI BANJAR KUTUH DESA
SUWUG
OLEH:
KOMANG
SUDIASA
NIM
: 10.1.1.1.13833
FAKULTAS DHARMA ACARYA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
INSTITUT HINDU
DHARMA NEGERI DENPASAR
2012
KATA
PENGANTAR
Om,
Swastyastu
Atas asung kerta wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan
dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak I Ketut Pasek Gunawan
S.pd.H selaku dosen mata kuliah Sivasiddhanta II, Fakultas Dharma Acarya,
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Penulis membuat makalah ini
yang berjudul “ EKSISTENSI
MRAJAN DALEM SEGENING TERHADAP PENYATUAN SIVASIDDHANTA DI BANJAR KUTUH DESA SUWUG ”. Supaya para pembaca sadar tahu tentang Penyatuan
sivasiddhanta yang ada Di Mrajan Banjar Kutuh Desa Suwug.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak – pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, tidak lupa
pula bapak selaku dosen yang telah mendidik dan mengajar penulis. Dan juga
kepada teman – teman yang telah membantu lancarnya dalam pembuatan makalah ini.
Namun demikian penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki sehingga
kemungkinan adanya kekurangan – kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca guna menyempurnakan
makalah ini untuk sebagai pedoman dalam penulisan dan penyusunan makalah
selanjutnya. Sebagai akhir kata dengan harapan semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.
Om,
Santhi, Santhi, Santhi, Om
Singaraja, Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Eksistensi Merajan Dalem Segening Di Desa Suwug, Banjar
Kutuh ............................................................................................ 3
2.1.1 Sejarah Mrajan Dalem Segening............................................. 3
2.2 Eksistensi
Pelinggih di Mrajan Dalem Segening Di Desa Suwug
Banjar Kutuh............................................................................... 6
2.2.1 Nama pelinggih dan fungsinya............................................... 6
2.2.2 Pemujaan Di Mrajan............................................................... 23
2.2.3 Busana, Atribut Pada Pelinggih............................................ 25
2.2.4 Simbol-simbol......................................................................... 27
2.3 Eksistensi
Penyatuan Siva Siddhanta di Merajan
Dalem Segening
Banjar Kutuh................................................................................. 29
2.3.1 Penyatuan Sivasiddhanta pada pelinggih ............................. 29
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan ................................................................................................... 30
3.2 Saran ........ 31
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kerangka Umat Hindu di Bali merupakan
ada tiga kerangka utama yaitu Tattwa, Susila, dan Upacara keagamaan yang
merupakan ajaran Sivasiddhanta di Bali. Dalam hal ini Siwa merupakan Dewa
tertinggi yang dimana Sang Hyang Widhi yang merupakan Ida Bhatara Siwa. Dewa
Siwa sebagai Panca Dewata dipuja dalam berbagai puja, tempat-tempat pemujaan
menunjukkan tempat memuja Bhatara Siwa dalam manifestasinya Beliau. Beliau
dipuja sebagai Siwa Raditya di Padmasana, di puja sebagai Tri Murti di Sanggah,
Paibon, Kahyangan Desa, dan Kahyangan Jagat. Pemujaan Tuhan pada berbagai
tempat sebagai Ista Dewata sesuai dengan ajaran Tuhan berada dimana-mana.
Demikianlah orang Bali menyembah Tuhan disemua tempat, di Pura Dalem, Pura
Desa, Pura Puseh, Bale Agung, Pempatan Agung, Setra, Segara, Gunung, Sawah,
Dapur, dan sebagainya.
Disamping itu diberbagai tempat
Tuhan Dipuja sebagai Dewa yang memberkati daerah pada berbagai aspek kehidupan,
seperti Dewa Pasar, Peternakan, Kekayaan, Kesehatan, Kesenian, Ilmu Pengetahuan
dan sebagainya. Dengan demikian hampir tidak ada aspek kehidpan orang bali yang
lepas dari Agama Hindu. Dalam pemujaan ini Tuhan dipuja sebagai Ista Dewata,
Dewa yang dimohon kehadirannya pada saat pemujaannya, sehingga yang dipuja
bukanlah Tuhan yang absolut sebagai Brahman dalam upanisad atau Bhatara Siwa
sebagai Paramasiwa, namun Tuhan yang bersifat pribadi yang menjadi junjungan
penyembahnya. Dalam hal ini pemujaan di Pemerajan banyak terdapat nama
pelinggih Dewa yang beristhana. Adapun beberapa nama pelinggih yang ada di
merajan yaitu Kemulan Rong Tiga, Taksu, Meru tumpang dua, dan Meru tumpang
tiga, Padmasana, Menjangan Saluwang, Piyasan, dan sebaginya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagimana Eksistensi Merajan Dalem Segening
Desa Suwug,Banjar
Kutuh?
1.2.2 Bagaimana Eksistensi Pelinggih di Mrajan Dalem Segening Desa
Suwug
Banjar
Kutuh?
1.2.3 Bagaimana Eksistensi Penyatuan Siva
Siddhanta di Merajan Dalem
Segening Banjar Kutuh?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui Eksistensi Merajan Dalem Segening Desa Suwug,Banjar
Kutuh
1.3.2
Untuk mengetahui Eksistensi Pelinggih di Mrajan Dalem Segening Desa Suwug Banjar Kutuh
1.3.3 Untuk mengetahui Eksistensi Penyatuan Siva Siddhanta di Merajan Dalem Segening Banjar Kutuh
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Eksistensi Pura Mrajan Dalem Segening Desa Suwug,
Banjar Kutuh
2.1.1 Sejarah Berdirinya Mrajan
Dalem Segening Desa Suwug, Banjar
Kutuh.
Berdasarkan Bapak Jro Mangku Arjana menceritakan bahwa pasemeton (saudara),
arya mambal berawal dari denpasar. Arya mambal (arya kepakisan) merupakan
urutan no 16 daripada Gusti Panji Sakti yang berada di dalem segening yang
merupakan Raja Klungkung yang kemudian pergi ke sibang dan disibang ada pula
saudara dari pada arya mambal ini yang mempunyai 3 saudara yang kemudian lari
ke Buleleng.
Dibuleleng tepatnya disingaraja, raja yang memimpin disana atau raja yang
memerintah adalah Gusti Panji Sakti.
Orang arya mencoba untuk menyerang melawan dari pasukan Panji Sakti namun
ternyata kalah. Akhirnya Gusti Panji Sakti memerintahkan untuk membunuh para
bangsa arya. Kemudian bangsa arya yang masih hidup melarikan diri dan membuang
identitas mereka sebagai arya, karena jika tidak mereka akan terbunuh mereka
akhirnya Nyineb Wangsa. Mereka melarikan diri ke berbagai tempat di buleleng,
kemudian sampailah beberapa orang yang berbangsa arya di banjar gelang kemudian
dibanjar kutuh. Dibanjar kutuh lah ditemukan sebuah hutan yang lebat. Hutan
tersebut dibersihkan untuk dijadikan tempat peristrahatan. Karena sudah mandiri
dan bertambahnya orang akhirnya dibangunlah merajan. Menurut Bapak Mangku Made
Renaya pembangunan Mrajan Dalem Segening diperkirakan kurang lebih pada tahun
1931. Mrajan tersebut masih ada hingga saat ini. Upacara ngodalin pada Mrajan
di Dalem Segening Desa Duwug, Banjar Kutuh dilaksanakan pada Anggar kasih
julungwangi yang dilaksanakan setiap 6 bulan sekali secara menyeluruh. Namun
ada perbedaan dalam upacara di paebon dilaksanakan setiap 6 bulan sekali, di
Kawitan setiap 1 tahun sekali dan di pajajaran setiap 6 bulan sekali.
Denah Mrajan Dalem Segening Banjar Kutuh Desa Suwug
Kecamatan sawan
28
|
18
|
41
|
40
|
390
|
380
|
370
|
360
|
350
|
330
|
310
|
340
|
320
|
300
|
29
|
27
|
19
|
17
|
16
|
13
|
42
|
26
|
20
|
12
|
11
|
43
|
15
|
14
|
45
|
25
|
24
|
44
|
10
|
23
|
222
|
9
|
21
|
7
|
6
|
8
|
5
|
3
|
4
|
U
1
|
2 2222
|
|
KETERANGAN DENAH MRAJAN DALEM
SEGENING BANJAR KUTUH DESA SUWUG :
A = PAEBON, B = KAWITAN , C =
JAJARAN
1.
Lebuh 25. Pelinggih
Ida Bhatara perang desa
2.
Candi Bentar 26. Pelinggih
Ida Bhatara gunung sinunggal
3.
Jro Gede (Dw
patih klabang apit) 27. Pelinggih Ida
Bhatara Bulian
4.
candi bentar 28. Pelinggih
ida bhatara kebon tubuh
5.
Piasan 29.
Surya
6.
Limas Sari 30.
Pelinggih Ida Bhatara Dangin Pangkung
7.
Taksu 31.
Pelinggih Ida Bhatara Gegelang
8.
Jro Gede (dw
patih klabang apit) 32. Kemulan Rong Tiga
9.
Candi bentar 33. Gedong
Simpen
10.
Bale Gong 34. Limas
Sari
11.
Piasan 35.
Limas Catu
12.
Lelangit 36.
Menjangan Salwang
13.
Padmasana 37.
Pelinggih ida bhatara pesaren sari
14.
Meru tumpang
dua 38. Pelinggih
Ida Bhatara Panji Sakti
15.
Meru tumpang
tiga meru tumpang tiga 39. Taksu
Magumi
16.
Meru tumpang
dua 40.
Kulkul
17.
Taksu
pengiring 41.
Bale Gong
18.
Taksu
pengiring 42.
Jun Taneg (tempat tirta)
19.
Taksu Magumi 43.
Piasan
20.
Pesamuan 44.
Pelinggih Ida Bhatara Penyarikan
21.
Jro Gede ( dw
patih klabang apit) 45.
Pelinggih Ida Bhatara Penyarikan
22.
Paduraksa (
candi kurung)
23.
Kemulan Rong
Tiga
24.
Penyawangan
(Ida Bhatara Sang Hyang Anta Bhoga.
2.2
Eksistensi Pelinggih di Mrajan Dalem
Segening Di Desa Suwug Banjar Kutuh
2.2.1 Nama Pelinggih serta
fungsinya
1). Lebuh
Pelinggih
penggun karang/lebuh. Fungsi dari pelinggih ini adalah tempat untuk memuja yang
memiliki pekarangan yang ditempat tinggali dalam tataran niskala. Secara
kepercayaan masayarakat Hindu, yang beristhana di pelinggih penunggun karang /
lebuh adalah Hyang Ibu Pertiwi (dewi sri) juga Ratu Nyoman Sakti Pegadangan,
raja dari segala bhuta, dalam mithologi Hindu beliau tiada lain adalah ganapati
(dewa ganesha). Dari aspek yang dipuja dapat saya simpulkan bawasannya ada
pengaruh sekte G anaptya karena
adanya pemujaan kepada Ratu Nyoman Sakti Pegadangan dan Pengaruh sekte waisnawa
karena adanya pemujaan kepada Hyang Ibu pertwi (dewi sri) yang merupakan sakti
dari dewa Wisnu.
2). Candi Bentar
Candi bentar (
dalam istilah hindu dinamai apit lawang ) adalah sebuah pintu /gapura berbentuk
dua bangunan serupa yang letaknya berdampingan disisi kanan dan kiri. Candi
Bentar ini adalah merupakan peninggalan dari Zaman Majapahit. Candi Bentar
banyak ditemukan di daerah Bali dan Lombok tetapi di daerah jawa sebagai
basicnya kerajaan Majapahit juga masih banyak ditemukan walaupun karakterristik
dari Candi Bentar ini berbeda dengan yang ada di Bali.
Di Bali candi
ini melambangkan dua unsur yang berbeda yang ada dimuka bumi ini yang harus
selalu ada untuk mengisi satu dengan yang lainnya ( Rwa Bhineda), adanya laki
laki dan perempuan, siang dan malam, kebaikan dan keburukan. Candi Bentar ini
biasanya letaknya di bagian luar dari sebuah bangunan Pura atau Puri yang ada
di Bali. Candi ini menjadi bagian pemisah antara kawasan jaba / Nista mandala(
sisi luar ) dengan jero/Madya mandala ( sisi dalam ).
3). Jro Gede
Jro gede ini terletak di depan gapura dari
merajan. Di Bali Jro Gede yang merupakan kristalisasi sekte Ganapatya atau
disebut dengan Dewa Ganesha yang merupakan tempat beristhanaanya Dewa Gana,
dimana dari sekte Dewa Ganesha atau Jro Gede ini berfungsi sebagai penjaga
karang rumah atay sebagai pelondung terhadap mahluk-mahluk yang berusaha untuk
mengganggu kita. Selain itu pakaian saput Jro Gede yang hitam putih itu
menandakan keseimbangan yang ada di alam ini.
4).
Piyasan
Piasan merupakan
bangunan yang berbentuk bale-bale beratap. Piasan berasal dari kata pahyasan
yang berfungsi sebagai tempat meletakkan persembahan berupa sesaji kepada para
dewa ataupun leluhur. Selain itu piasan juga sebagai tempat menghiasi Pralingga
Ida Bhatara yang akan disucikan, juga sebagai tempat sulinggih melakukan
pemujaan atau mumput upacara. Bale paruman merupakan stana bhatara dan bhatari
ketika dipersembahkan piodalan atau ayaban jangkep (harum-haruman). Sering juga
disebut sebagai bale piasan (pihyasan) seperti yang dijelaskan diatas. Mantra
yang di gunakan di Piyasan : Ih Ah Ing bhupati ya namah swaha. Anga Ung Mang.
Ong Sang Hyang Tunggal Amerthaya saktinya namah swaha.
5). Limas Sari
Dalam
pelinggih ini dewa yang dipuja adalah ida bhatara limas sari. Tempatnya berada
di Paebon. Pelinggih limas sari ini menghadap ke utara. Adapun mantra yang di
gunakan Di Limas sari : Ong Ang Geng Genijaya ya namah Ong Ang dewa dewi maha
siddhi, Sarwa karya siddha tuwi siddhaya dirghayu namah swa
6). Taksu
Pada areal sanggah kamulan, ada sebuah pelinggih yang penting yaitu Taksu. Kata Taksu sudah merupakan
bahasa baku dalam kosa kata Bali, yang dapat diartikan sebagai daya magis yang
menjadikan keberhasilan dalam segala aspek kerja. Misalnya para seniman,
pragina, dalang, balian, dalang dll. Mereka berhasil karena dianggap metaksu.
Dalam ajaran tantrayana, taksu itu bisa diartikan sama dengan sakti atau wisesa. Dan yang dimaksud dengan sakti itu adalah simbul dari bala
atau kekuatan. Dalam sisi lain
sakti juga disamakan dengan energi atau
kala.
Dalam tatwa, daya atau sakti itu tergolong Maya Tatwa. Energi dalam bahasa sanskrit disebut prana, yang adalah bentuk ciptaan
pertama dari Brahman. Dengan
mempergunakan prana barulah muncul ciptaan berikutnya yaitu panca mahabhuta.
Dengan digerakkan oleh prana kemudian terciptalah alam semesta beserta isinya.
Tuhan dalam Nirguna Brahma / Paramasiva
dalam Siva Tatwa, memanfaatkan energi atau sakti itu, sehingga ia
menjadi Maha Kuasa, memiliki Cadu Sakti dengan Asta Aiswarya-Nya. Dalam keadaan
seperti itu Ia adalah Maha Pencipta, Pemelihara dan Pelebur. Dalam Wraspati
Tatwa disebut Sadasiva dan dalam pustaka Weda disebut Saguna Brahma.
Sakti atau energi maya dari Tuhan itu dipuja dalam bentuk pelinggih yang
disebut Taksu. Sedangkan Tuhan dalam wujudnya sebagai Sang Hyang Tri Purusa dan Sang
Hyang Tri Atma dipuja dalam pelinggih kamulan. Dalam upacara nyekah,
selain sekah sebagai perwujudan atma yang telah disucikan , kita juga mengenal
adanya sangge. Sangge ini adalah
perwujudan atau simbul dari Dewi
Mayasih. Beliau mewakili unsur
Maya Tatwa (pradana / sakti). Yang juga dalam upacara nyekah bersama-sama Atma
ikut disucikan.
Dalam ajaran Kanda
Pat, dikenal adanya nyama papat / saudara empat yang ikut lahir saat
manusia dilahirkan. Setelah melalui proses penyucian, saudara empat itu menjadi
Ratu Wayan Tangkeb Langit, Ratu Ngurah Teba, Ratu Gede Jelawung dan Ratu Nyoman
Sakti Pengadangan. Kempatnya itulah disebut sebagai dewanya taksu. Tidak lain
adalah saudara kita lahir yang nantinya menemani manusia dalam kehidupannya.
Dapat dikatakan fungsi Taksu adalah pemujaan kepada
Sakti dari Hyang Widhi, sehingga lengkaplah pemujaan kita kepada Hyang Widhi
sebagai Purusa dan Hyang Widhi sebagai Cakti atau Pradana. Dalam
perkembangannya Taksu berfungsi untuk memohon kesidiian atau keberhasilan untuk
semua jenis profesi baik sebagai seniman, petani, pedagang peminpin masyarakat
dan sebagainya. Mantra yang di gunakan Di Taksu :
Ong
Ang ah Mahadewi jagatpati ya namo namah swaha.
Ong
Ung Prajapatiya Namah,
Ong
Mang Mataya Namah,
Ong
Tang Prapitaya namah,
Ong
Ing Prapitaya Namah,
Ong
Mang Mataya Namah,
Ong
Ing Paramataya Namah.
7). Bale Gong
Bale gong merupakan tempat untuk
gamelan. Dimana berbagai alat musik ada disana pada saat upacara berlangsung.
Bale gong ini terdapat dibagian kawitan mrajan selain itu juga bale gong juga
terdapat di bagian pajajarn tempatnya disebelah dari pada pelinggih taksu. Bale
gong ini jika tidak digunakan pada saat hari upacara kegaamaan dimanfaatkan/
digunakan sebagai tempat Paruman masyarakat untuk memberikan
informasi-informasi yang penting untuk pelaksanaan upacara yang akan
dilaksanakan.
8).Pelinggih Lelangit (ardenareswari)
Palinggh ini
merupakan stana Dewi Sri dengan Bhiseka Sri Sedana atau limas catu yaitu sakti
(kekuatan) dari dewa wisnu sebagai pemberi kemakmuran kepada manusia. Adapun
mantra yang di gunakan Di SangHyang Ardhanareswari. Pemangku istri dalem
segening mengatakan bahwa pelinggih ini dinamakan dengan nama pelinggih
lelangit (lanang –istri atau purusa pradahana) yang dimana sebagai lambang
kesuburan untuk masayarakat. Mantra yang di gunakan pada pelinggih lelangit :
Om Nama dewa adhisthananya,
Sarwa wyapi wai siwaya,
Padmasana ekapratisthaya, Ardhanareswaryai
namo namah.
8. Padmasana
Padmasana merupakan bangunan ini ditempatkan di tenggara mengarah ke
barat laut. Pelinggih ini tempat pemujaan Hyang Siwa Raditya. Hal ini ditandai
dengan bagian atanya dibuat terbuka dan pada tabingnya mahkota dipahatkan
lukisan gambar Hyang Acintya. Ini merupakan konsep pemujaan kepada Siwa yang
bergelar Hyang Siwa Raditya, dapat disimpulkan dalam konsep Padmasana ini
merupakan mendapatkan pengaruh dari sekte Siwa Siddhanta. Adapun mantra yang di
gunakan Di
Padmasana:
Ah
Ing Ang Tri Upasadanayabhyao namah swaha,
Ong
sri sri dewa jagatnatha kusumajati sarwa sastra gana tat ya.
Ong
Anattiya manittya maitri wakra mahati bhukti ya namah swaha.
Banten
di pelinggih Padmasana: Peras, Daksina, Soda, katipat Kelanan , Daksina
Linggih, penastan, rantasan, sesayut amertha dewa, lamak, gantung-gantungan, di
bawahnya segehan cacahan.
9).
Meru
Meru
adalah bangunan yang menyerupai gunung yang bentuknya bertumpang atau
bertingkat. Meru itu sendiri merupakan simbol dari gunung yang sebagai tempat
bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa, para Dewa serta roh-roh suci. Umat
Hindu memuja-Nya yang ditempatkan diketinggian, semakin tinggi tempatnya
semakin mulia yang dipujanya. Di India Gunung Mahameru (Himalaya) dianggap
sebagai Linggih Ciwa Karena gunung itu yang tertinggi. Di jawa, gunung Semeru
yang dimuliakan dan di Bali adalah gunung
Agung sebagai linggih Hyang Widhi. Bangunan suci meru melambangkan
gunugng yang dipuja sebagai stahana Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Selain gunung mempunyai
arti yang sangat penting sebagai penyimpan air. Air hujan disimpan oleh gunung
dan tanah serta hutan yang subur. Hal itu menyebabkan air tersimpan dan
mengalir kesetiap sungai. Air merupakan sumber kehidupan yang diberikan oleh
gunung, maka sunggulah pantas umat hindu menyucikan gunung yang telah memberi
kemakmuran dan keselamatan. Perwujudan rasa bhakti umat hindu terhadap gunung
terlihat dengan posisi tidur. Kepala menghadap ke arah selatan (kaja) (keadya =
ke gunung ) karena gunung dianggap sebagai hulu atau kepala. Gunung sungguh
memiliki pengaruh terhadap kemakmuran hidup manusia. Mantra yang di gunakan Di Meru Tumpang 3
marep kelod, penyawangan Pura Puseh :
Om Ang Prajapati ya srestah swatma
dipataya namah swaha.
Ang Ung Mang.
Ong Ananthabhogabhyo namah swaha.
Meru yang memiliki atap bertingkat-tingkat
merupakan simbol Asta Dikpala yaitu
delapan Dewa penguasa penjuru mata angin ditambah tiga Dewa yang menguasai alam
bawah,tengah,dan atas. Dengan demikian ada 11 dewa utama yang disimbolisasikan
pada bangunan meru. Adapaun 11 dewa yang utama itu juga disimbolkan kedalam
aksara suci yaitu, Sa,Ba,Ta,A,I,Na,Ma,Si,Wa,Ya
dan kesepuluh aksara ini menghasilkan aksara suci Om. Dengan demikian
tingkatan 9tumpang) dari meru menggambarkan jumlah manifestasi dari Ida Sang
Hyang Widhi Wasa yang diwujudkan untuk beristahana di meru tersebut untuk menjaga
dan melimpahkan kesejahteraan bagi alam semesta beserta isinya.
Tingkatan-tingkatan
meru berhubungan dengan aksara suci itu membentuk bangunan meru sebagai berikut
:
1. Meru
beratap satu : melambangkan huruf Om yang melambangkan Sang Hyang Tunggal (Tuhan)
2. Meru
beratap dua ; melambangkan purusa dan pradhana
3. Meru
beratap tiga ; melambangkan tri purusa yaitu ciwa, sada ciwa, Para ciwa
4. Meru
beratap lima : lambang keempat penjuru mata angin ditambah ditengah-tengah (panca dewata)
5. Meru
beratap tujuh : lambang sapta dewata atau sapta rsi
6. Meru
beratap sembilan : lambang dewata nawa sanga
7. Meru
beratap sebelas : lambang ekadasa dewata.
Di dalam
sanggah tepatnya di Pura Dalem Segening Banjar Kutuh Desa Suwug kecamatan sawan
meru yang digunakan adalah Meru Tumpang Tiga. Seperti yang telah didjelaskan
diatas bahwa meru tumpang tiga melambangkan dari Tri Purusa yaitu Ciwa, Sada
Ciwa, Parama Ciwa. Selain itu meru juga sebagai bentuk gunung juga dipandang
sebagai tempat beristhananya roh suci leluhur. Dalam konsep di Bali, apabila
telah dilaksanakan upacara penyucian maka roh-roh leluhur akan beristhana
digunung. Dengan demikian meru selain berfungsi sebagai pemujaan manifestasi
Ida Sang Hyang Widhi Wasa juga sebagai tempat pemujaan roh suci leluhur. Selain
meru tumpang tiga ada juga meru yang bertumpang dua. Meru tumpang dua yang berjumlah dua buah digunakan
secara khusus, letaknya berjajar
atau berdampingan dengan meru-meru yang
lain yang atapnya bertumpang ganjil.
Angka 2 digunakan karena di samping merupakan bilangan prima yang
sakral, juga sebagai simbol ardanareswari atau rwa bhineda (Lontar
Bhuwana-Kosa), pencipta segala sesuatu yang berlawanan di dunia :
laki-perempuan, malam-siang, dharma-adharma. Aksara suci-Nya: Ang, Ah. Meru tumpang dua merupakan purusa dan
pradhana, yang dimana dalam Mrajan Dalem Sagening merupakan penyawangan Ida
Bhatara ring Sibang dan penyawangan Ida Bhatara Ring Macang.
10). Pesamuan
pelinggih pesamuan
merupakan tempat bagi leluhur dan para dewa bertemu. Pelinggih pesamuan ini
terletak di depan taksu yang berhadapan dengan pelinggih lelangit. Pelinggih
pesamuan ini terletak di bagian kawitan.
11). Paduraksa
(candi kurung)
Candi Kurung (
Kori Agung ). Candi ini bentuknya hampir sama dengan Candi Bentar, yang membuat
berbeda adalah kalau di Candi Bentar kedua ujung dari pintu itu tidak bertemu,
sedangkan di Candi Kurung kedua ujungnya bertemu membentuk sebuah krucut yang
menyimbulkan sebagai sebuah puncak gunung yang diyakini adalah sebagai tempat
yang paling suci oleh umat Hindu. Kori dalam bahasa Bali berarti Pintu dan
Agung berarti yang paling utama. Jadi Kori Agung dimaknai sebagai pintu utama
untuk mencapai keharmonisan hidup. Kori Agung sendiri biasanya terletak di
halaman yang menghubungkan antara Madya mandala ( halaman tengah ) dengan
Utamaning Mandala (halaman utama).
Kedua candi
ini dalam konsep pembangunan sebuah Pura di Bali akan selalu ada. Filosofinya
adalah setiap umat yang memasuki kawasan pura hendaknya bisa memisahkan pikirin
mereka dari hal hal yang berbau negatif makanya mereka melewati candi bentar.
Setelah itu sebelum memasuki halaman utama untuk bersembahyang mereka harus
menyatukan pikiran mereka hanya ke hadapan Tuhan makanya mereka melewati Kori
Agung.
12. Kemulan Rong Tiga
Kemulan
/ Pelinggih rong tiga ini biasanya disebut sanggah kamulan. Sanggah adalah
tempat pemujaan, sedangkan Kamulan berasal dari kata Sansekerta yaitu mula yang
berarti akar,dasar, permulaan,asal, yang kemudian mendapat awalan ka dan
akhiran an. Dengan demikian Sanggah Kamulan adalah tempat pemujaan terhadap
sumber atau asal yaitu Sang Hyang Widhi Wasa dengan prabhawanya sebagai Tri
Sakti dan juga pemujaan kepada roh suci leluhur. Pada pelinggih Rong Tiga
terdapat penyatuan Sivasidddhanta dimana brahman, Visnu dan Siva menjadi satu
seperti yang telah disebutkan diatas menjadi Tri Murti dalam kepercayaan Umat
Hindu.
Sanggah
Kamulan sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Tri Sakti (brahma,ciwa,dan wisnu)
juga sebagai tempat pemujaan roh suci leluhur. Biasanya disebuah pemerajaan
Agung akan ada dua sanggah kamulan. Satu sebagai tempat memuja Tri Sakti dan
satunya lagi untuk memuja roh suci leluhur. Sanggah Kamulan ditempatkan pada
arah matahari terbit karena Kawita/wit (asala
mula kehidupan) berasal dari timur yakni matahari. Matahari dalah sumber lehidupan
di jagat raya, matahari menjadi pusat tata surya termasuk bumi ini. Dengan
demikian semua bangunan suci yang mengandung makna wit ditempatkan pada arah
matahari terbit. Adapun mantra yang di gunakan
: OM narabawasa ri dengen ilanganing lara wighna, Om parisuddha namah
swaha.
Disamping
itu pelinggih Rong Tiga atau Sanggah Kamulan memiliki Fungsi antara lain :
1. Merupakan
sthana Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujudnya sebagai Sang Hyang Tri Atma
yaitu Atma, Ciwa atma, dan Paraatma yang merupakan asal adanya kehidupan di
dunia ini.
2. Sebagai
sthana Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri
Murti.
3. Sebagai
tempat mensthanakan Roh Suci leluhur yang dianggap keturunannya guna memohon
perlindungan, bimbingan dan waranugraha.
4. Sebagai
tempat pemujaan leluhur dalam rumah tangga khususnya keluarga di Bali.
5. Sebagai
pengulun karang yaitu, menempatai posisi hulu (utama mandala dalam konsepsi Tri
Hita Karana.
13). Pelinggih Ida Bhatara Sang
Hyang Anta Bhoga
pelinggih
ini berada disebelah pelinggih Rong Tiga/Kemulan. Pelinggih ini digunakan untuk
menyembah Ida Bhatara Sang Hyang Anta Bhoga.
14). Pelinggih Ida Bhatara perang
Desa (mitos).
pelinggih ini berdasarkan
mitos saja belum pasti kebenarnya dalam pemujaan pelinggih berada di dalam
pajajarn bersebelahan dengan pelinggih Ida Bhatara Anta Bhoga.
15). Pelinggih Ida
Bhatara Gunung Sinunggal
Pelinggih ini berada di pajajaran yang
bersebelahan dengan ida bhatara perang desa dan sebelahnya adalah pelinggih Ida
Bhatara Bulian. Pelinggih ini merupakan penyawangan di Gunung Sinunggal. Busana
yang digunakan pelinggih Ida Bhatara Gunung Sinunggal dengan warna putih
kuning.
16). Pelinggih Ida
Bhatara Bulian
Pelinggih ini terletak di bagian
Pajajaran yang diamana diapit oleh dua pelinggih yaitu Ida Bhatara Bulian dan
Ida Bhatara Kebon Putih. Pelinggih dipuja sebagai penyawangan dari Ida Bhatara
Bulian.
17). Pelinggih Ida
Bhatara Kebon Tubuh
Pelinggih ini terletak setelah
Pelinggih Ida Bhatara Bulian. Pelinggih ini merupakan penyawangan daripada Ida
Bhatara Kebon Tubuh. Pelinggih ini menggunakan busana putih kuning.
18). Pelinggih Surya
Pelinggih Surya, sebuah bangunan untuk memuja
Sang Hyang Surya Raditya sebagai saksi segala kegiatan manusia khususnya ritual
yadnya. Dalam lontar siwagama, gelar Surya Raditya adalah gelar dari Dewa Surya
atas anugerah dari Dang Guru (dewa siwa) karena bhakti dan kepandaian beliau.
Hyang surya diberikan anugerah juga sebagai Upa Saksi segala kegiatan manusia
dan pemberi cahaya, pemusnah segala kegelapan. Dari uraian ini tampak jelas
adanya pengaruh sekte Sora (surya) dalam pendirian pelinggih surya. Pelinggih
surya ini berada di pajajaran yan tempatnya di pojok selatan. Pelinggih surya
ini menggunkan busana putih kuning pada saat itu.
19).
Pelinggih Ida Bhatara dangin Pangkung
Pelinggih ini berada di pajajaran yang bersebelahan
dengan pelinggih surya. Pelinggih ini merupakan penyawangan daripada Ida
Bhatara Dangin Pangkung. Pelinggih ini memakai busana putih kuning pada saat
itu.
20).
Pelinggih Ida Bhatara Gegelang
pelinggih ini merupakan penyawangan Ida
Bhatara Gelgelang yang menggunakan busana putih kuning. Pelinggih ini berada di
pajajaran yang berdekatan dengan pelinggih gedong simpen dan pelinggih Ida
Bhatara Dangin Pangkung.
21).
Gedong Simpen
Gedong
Simpen disebut juga Gedong Sari bentuknya menyerupai gedong yang atapnya
bertingkat, ada yang bertingkat dua ada pula yang bertingkat tiga.sesuai dengan
namanya, simpen berarti menyimpan, fungsinya adalah menyimpan pralingga Ida
Bhatara yang dipuja di pura tersebut. Gedong simpen yang terdapat di Paebon,
bila ada masyarakat yang matur piuning atau
mapinunas pada hari-hari biasa, pada
gedong inilah melakukan persembahyangan.
22). Pelinggih Bhatara Limas Catu
Pelinggih
ini berada di pajajaran yang merupakan penyawangan daripada Ida Bhatara Limas
Catu.
22). MENJANGAN SALUWANG (Ida
Bhatara Limas Pahit)
Palinggih Menjangan
Saluwang sangat khas karena terdapat tanduk kepala Menjangan d bagian Depannya.
Palinggih ini adalah tempat pemujaan para Rsi yang mengajarkan agam ke bali dan
baisa disebut Sapta Rsi. Terutama yang dipuja adalah Rsi Kuturan yang telah berjasa
menata kehidupan beragama di bali. Selain itu juga menjangan saluwang sebagai
pesimpangan Roh suci Mpu Kuturan yang diberi nama Pelinggih Menjangan Saka Luan
atau Menjangan Saluang yang dibeberapa daerah dinamakan juga sebagai Pelinggih
Sanggah Lantang. Penjelasan lebih jauh mengenai Pelinggih ini adalah
sebagaimana dapat diuraikan dibawah ini. Adapun mantra yang di gunakan Di Menjangan
Saluwang :
Ong Ang Mang Dewi dimuerti bhuawana
triyo, pratisthabhyo samudra jagat gurubhyo namah swaha, Ong ah sukla dewi maha
laksmi sri giripati sukla pawitrani swaha.
Pertama
–tama perlu dijelaskan bahwa Pelinggih Menjangan Saluang atau Sanggah Lantang
ini biasanya di bangun di berbagai Pura sebagai penghormatan terhadap jasa-jasa
Mpu Kuturan dalam menyatukan semua aliran dan sekte agama di Bali, sehingga
terciptalah paham baru dengan nama Tri Murti atau Agama Siwa Budha sebagai
cikal bakal Agama Hindu sekarang ini.
23). Pelinggih Ida Bhatara Pesaren
Sari
Pelinggih
ini sebagai tempat peristirahatan para dewa setelah dilakukan proses pemujaan
sebelum kembali ke sorga dan melaksanakan tugasnya masing-masing.
24). Pelinggih Ida Bhatara Panji
Sakti
Pelinggih
ini berada sebelum pelinggih taksu yang ada dipajajaran. Pelinggih ini
merupakan penyawangan daripada Ida Bhatara Panji Sakti.
25). Bale Kulkul
Bale
kulkul banyak ditemui di pura, puri, serta bale banjar. Sesuai dengan namanya,
bale kulkul merupakan bale untuk penempatan kulkul. Kulkul berfungsi sebagai
sarana komunikasi untuk memberi tanda kepada masyarakat atau anggota suatu
banjar, penyungsung suatu pura, ataupun puri. Jumlah atau irama pukulan kulkul
mempunyai arti tersendiri yang berbeda-beda pada setiap daerah ataupun banjar
sesuai dengan kesepakatan bersama. Dalam hal fungsinya untuk pertanda sangkep
atau rapat warga pada suatu banjar, kulkul dapat dikatakan sebagai sarana
penggalang massa.
Bale kulkul
lahir karena kebutuhan akan tempat untuk kulkul. Pada awalnya, fungsi kulkul
sebagai sarana komunikasi digantungkan pada ranting pohon. Untuk melindunginya
dari terik matahari dan hujan, kulkul diatapi tanpa memindahkannya dari pohon
tersebut. Lambat laun, besar kemungkinan karena pohon tersebut tua ataupun
rebah, kulkul tersebut dibuatkan bale yang kemudian bernama bale kulkul. Bentuk dan fungsinya : Berdasarkan fungsinya,
kulkul dapat dibedakan atas kulkul Dewa, kulkul manusa atau manusia, dan kulkul
Butha. Sedangkan berdasarkan personifikasinya, kulkul dibedakan atas kulkul
lanang (lelaki) dan kulkul wadon (perempuan). Biasanya, setiap bale kulkul
memiliki kedua jenis kulkul ini, namun kini banyak bale kulkul yang juga
mendapat titipan kulkul untuk sakaa -- kelompok atau perkumpulan -- seperti
sakaa manyi (kelompok pemotong padi) hingga kulkul untuk sakaa muda mudi.
Jumlah saka
atau kolom sebuah bangunan bale kulkul cukup bervariasi. Berdasarkan jumlah
kolomnya, bale kulkul dapat dibedakan atas bale kulkul dengan 4 saka, 8 saka,
12 saka dan 16 saka. Sedangkan berdasarkan perletakan saka-nya, dapat dibedakan
atas bale kulkul maanda dan tidak maanda atau biasa. Bale kulkul maanda
merupakan bale kulkul yang memiliki perbedaan ketinggian perletakan saka,
banyak ditemukan pada bale kulkul dengan 8 saka.
Bale kulkul
dengan bentuk yang menjulang tinggi (berbentuk menara) mempunyai tiga palih
atau jenjang lantai yaitu tepas, batur, dan sari. Di atasnya berdiri bale
dengan saka dari kayu dan ditutup dengan dengan kerep atau (penutup) atap.
Kerep pada bale kulkul di pura banyak ditemukan memakai ijuk. Berdasarkan
bentuk atap atau kekerep-nya, terdapat bale kulkul dengan atap tunggal dan atap
tumpang (bersusun). Untuk bale kulkul dengan atap bersusun, terdapat
kecenderungan pencapaian menuju kulkul melalui bagian bawah bale kulkul, tidak
dari samping yang biasa ditemui pada bale kulkul atap tunggal. Pada bale kulkul
atap tumpang, cenderung tidak mempunyai palih yang lengkap. Bale kulkul atap
tunggal cenderung mempunyai palih sehingga pencapaian menuju kulkul melalui
tangga tidak permanen yang diletakkan di samping bale kulkul. Untuk lebih jelasnya mengenai
pelinggih-pelinggih di Mrajan Dalem Segening dapat dilihat pada Gambar di
belakang. Banten pada Bale kulkul:
Peras, Daksina, ceniga, gantung-gantungan, di bawahnya segehan cacahan putih
kuning.
26). Pelinggih Ida Bhatara Penyarikan
Pelinggih ini
yang menggunakan busana putih hitam disamping merupakan penyawangan Ida Bhatara
Penyarikan. Pelinggih ini ada dua buah yang berada di depan pelinggih ida bhatara
anta bhoga.
2.2.2 Pemujaan Pada Pamerajaan
a.
Yang dipuja pada Pamerajan
1.
Bhatara Kawitan
Dari
kutipan lontar Andatattwa, siwa Sasana sudah jelas bagi kita bahwa yang dipuja
pada sanggah pamerajan Gede atau Dadia, adalah Bhatara Kawitan, yaitu leluhur
suci yang telah mencapai alam kedewaan (sidha dewata). Yang menjadi pemujaan pada sanggah pamerajan,
bale gede maupun dadia adalah leluhur suci yang menjadi cikal bakal keluarga.
Misalnya dalem bagi warga keturunan dalam seperti Dalem Taruk, Dalem Angra
Samprangan, Dalem Segening dan lain-lain masih ada serpihan dalem lagi adapun
bentuk palinggih Bhatara Kawitan tersebut diatas sanggah pemerajan berfariasi.
2.
Ida Sang Hyang Widhi
Setelah
Bhatara kawitan yang dimuliakan disanggah pemerajan itu. Selanjtunya Ida Sang
Hyang Widhi. Beliau di puja melalui pelinggih during akasa., padmasana rong
tiga. Duhuring akasa artinya diatas akasa. Akasa adalah ether, salah satu unsur
panca mahabhuta yang terhalus. Seperti kita ketahui alam semesta ini sebenarnya
dibagi menjadi tiga, yaitu : Bhur,
adalah alam bawah, bumi tempat kita berpijak ini. Pada alam ini unsur
tanah (pratiwi), api (teja) dan air (apah) yang dominan.
Bvah adalah alam atmosfir, pada alam
ini akasa atau etehrlah yang menjadi wadah alamnya. Sehingga alam ini adalah
halus, yang dihuni oleh mahluk-mahluk spiritual, seperti dewa-dewa, widyadara,
kinnara, dan roh suci yang telah berhasil mencapai alam ini. Misalnya para
Bhatara-bahatari, diantaranya Bhatara Kawitan itu sendiri. Penghuni alam ini
disangga oleh akasa. Oleh karena beliau-beliau itu sangat halus, tidak dapat
disentuh oleh inria duniawi yang didominasi oleh unsur tanah, api dan air tadi,
seperti kita manusia.
Di
atas alam svah atau akasa adalah alam kosong, tidak ada apa-apa. Alam kosong
masih terdiri dari 4 lapis lagi yaitu : Mahaloka, Janaloka, dan Satyaloka. Pada
alam ini betul-betul kosong. Hanya ada Sang Hyang Emban, sebutan untuk Ida Sang
Hyang Widhi Wasa yang berbadan kosong. Kendatipun kosong (sunya), pada
hakekatnya Sang Hyang Emban maha besar, memenuhi ruang dan waktu. Mengatasi
semuanya itu, dalam siwa tatwa Tuhan yang berada pada alam ini disebut
Parasiwa, siwa tertinggi. Dalam lontar siwa di bali Sang Hyang Parasiwa, Sang
Hyang Taya, Sang, Sang Hyang Cintya, dan Sang Hyang Licin adalah sebutan-Nya.
Jadi yang dimaksud dengan Sang Hyang Duhuring Akasa adalah Sang Hyang Embang
ini, yang dilukiskan sebagai Paramwisesa, Taya, Cintya, dan Licin. Beliaulah
yang dipuja melalui pelinggih duhuring akasa.
Kemudian
dalam sanggah pamerajan Dadi, fungsi duhuring akasa digantikan dengan padmasana
Rong tiga. Yang dipuja dipelinggih ini adalah tidak lain dari pada Ida Sang
Hyang Widhi Wasa sebagai Tri Purusa dimana disebut dengan sivasiddhanta, karena
pentauan daripada tida dewa (brahma, wisnu,
dan siwa ).
3.
Dewa- dewa
Ada
tiga pengertian dewa, yaitu dewa manifestasi Tuhan, perwujudan Tuhan, dalam
alam imanen (skala) sesuai dengan fungsinya masing-masing. Yang paling utama
ada tiga yaitu Brahma, Wisnu, dan Siva. Menurut Bapak Gede Puja, MA, dalam
bukuny Reg Weda yang beliau terjemahkan dewa-dewa ini ada 33 banyaknya.
Dewa
sebagai mahluk spiritual ciptaan Tuhan. Dewa ini lebih rendah kedudukanya dari
dewa manifestasi Tuhan. Dewa jenis ini yang disebut malaikat dalam ajaran agama
lain. Beliau ini penghuni surga dan setiap saat turun kedunia. Yang termasuk
juga dalam tingkatan ini adalah Dewarsi, Dewa Kama, Wismakarma, Soma dan
lain-lain. Yang tergolong Dewarsi antara lain : Marisi, angira, Narada, dan
lain-lain. Disamping hal yang telah digolongkan tadi diatas ada satu lagi
pengertian dewa, yaitu dewa yang berasal roh leluhur yang telah suci dan telah
mencapai alam kedewaan yang kita kenal dengan sebutan Bhatara Kawitan. Pada
sanggah atau pamerajan gede atau juga dadia, bagi para dewa-dewa kecuali
Bhatara Kawita dibuatkan suatu pelinggih sebagai “pesimpangan Bhatara Sami”.
Namun ada juga masing-masing dewa bhatara tertentu dibuatkan pelinggih khusus
berupa meru.
Selanjutnya
untuk widiadara widiadari dibuat pelinggih khusus berupa singasari. Untuk
Bhatara Baruna adalah Labuh. Untuk Saptakala dan juga Pertiwi adalah dasar.
Yang tergolong Dewa dibuatkan pelinggih Ngelurah dan Apit Lawang Dewarsi Mpu
Kuturan dan Bhatara sakti Bawu rauh dibuatkan pelinggih Menjangan Saluwang dan
Gedong Mengerucut. Selain dewa-dewa diatas dibuatkan sanggah pamerajan dadia,
juga sakti dewa-dewa yang umum disebut dewi. Adapun dewi yang dipuja disebut
Saraswati melalui pelinggih Taksu. Sri laksmi yang bergelar Sri Rambut Sedana
melalui Gedong atau meru tumpang dua, untuk Ratu Mesari dan dewi Sri Gedong
Jampel untuk rambut sedana. Untuk dewi uma dibuatkan pelinggih tertentu. Ketiga
dewi tersbut adalah sakti dewa trimurti. Saraswati adalah saktinya dewa brahma,
sri Laksmi adalah saktinya dewa Wisnu, dan dewi Uma adalah saktinya Dewa Siva.
2.2.3
Busana dan Atribut
Pada hari odalan Pamerajan
dilengkapi atau dihias dengan busana-busana dan atribut. Baik yang dibuat dari
jenis jejahitan janur, ron dan lain-lain maupun yang dibuat dari kain yang berwarna-warni.
Disamping memakai atribut diatas juga masing-masing pelinggih mempunyai busana
dan atribut sendiri-sendir, sesuai dengan sifat masing-masing Dewa yang dipuja
melalui pelinggih-pelinggih itu.
Dalam Lontar Siwa Tattwa Purana kita
Jumpai keterangan tentang pakaian para dewa-dewa, seperti :
1. Brahma
datang dari selatan, merah warnanya sampai dengan pakaian dan payungnya.
2. Wisnu
datang dari utara, hitam warnanya sampai dengan busana dan payungnya.
3. Iswara
datang dari timur, putih warnya sampai dengan busana dan payungnya.
4. Mahadewa
datang dari barat, kuning warnanya sampai busana dan payungnya.
5. Hyang
Misora dan Hyang Indra datang dari tenggara, berbusana putih bercampur merah,
berpayung ratna kencana.
6. Hyang
rudra datang dari barat daya, berbusana merah campur kuning, berpayung petak
semu bang.
7. Hyang
Sangkara datang dari Barat laut, berbusana kuning bercampur hitam, berpayung
ratna kumenyer.
8. Hyang
Sambhu datang dari Timur Laut, berbusana Hitam putih, berpayung ratna Kumenyer.
9. Datang
Sanghyang Aswina berbusana mancawarna, berpayung ratna kumenyer.
10. Datang
Hyang Durmuka berbusana dadu, berpayung ratna kumenyer.
11. Datang
Hyang Kala bersama Hyang Gelap, rupanya menakutkan, berbusana poleng bang,
berpayung saliwah.
12. Datang
Hyang Baruna berbusana serba indah
13. Datang
Sanghyang Rawi berbusana agni tri, berpayung putih.
14. Datang Sanghyang Kuwera berbusana serba indah
berpayung kuning.
15. Sanghyang
Yama dari selatan seperti rupa kala menakutkan, berbusana poleng bang,
berpayung tiga warna.
Dari busana dan payung para dewa-dewa
tersebut diatas akhirnya ditetapkan busana palinggih sebagai berikut :
1. Sanggar
/padmasana/duhuring akasa, berbusana putih dengan tedung putih.
2. Saptakala
(dasar) berbusana hitam dengan tedung hitam.
3. Di
Ngrurah, berbusana hitam dengan tedung hitam.
4. Taksu,
berbusana Hitam.
5. Di
apit lawang berbusana poleng hitam.
Atribut
antara lain :
1. Lalontek
2. Kober,
umunya berlukisan Hanoman.
3. Umbul-umbul
denga warna merah, putih, hitam, kuning, umumnya berlukisakn naga.
4. Banrang
serta perlengkapan lainnya.
5. Dihadaokan
bale paruman ditancapkan tedung kuning atau tedung maprada, lelontek dan kober.
6. Sebuah
penjor yang ditancapkan disebelah kanan pamedal.
2.2.4
Simbul-simbul Pada Mrajan
Dalam upacara ngodalin di pamerajan
untuk mempersaipkan sarana-sarana yang sarat dengan simbul-simbul tertentu.
Semua itu mengandung arti filosofis, semua itu merupakan filsafat terapan.
Palinggih-palinggih pada sanggah pamerajan juga mempunyai arti filosofis.
Palinggih pada pamerajan ada 2 jenis, palinggih terbuka dan tertutup. Pelinggih
terbuka adalah padmasana, Duhuring Akasa. Sedangkan padmasana merupakan sthana
Ida Sang Hyang Widhi yang maha kuasa, maha besar. Padamsana menggambarkan
pemutaran Mandara Giri oleh para Dewa-dewa guna mendapatkan amrta. Dalam
lontar-lontar di Bali Padmasana juga disebut dengan Gambura Nglayang yang tidak
lain adalah bumi kita ini yang melayang mingitari karena tarikan energi
matahri. Padmasana juga disimbulkan dengan bunga tunjung yang berkelopak daun
helai 8. Bunga padma juga merupakan sthana dari Sanghyang Ongkara, yang tidak
lain Ida Sang Hyang Widhi juga.
Palinggih tertutup berupa gedong dan
bertumpang disebut Meru. Meru juga berarti gunung. Gunung dalam methodelogi Hindu
dilukiskan dalam purana-purana adalah sthana para Dewa-dewa. Tumpang meru
menunjukkan kebesaran dewa yang di isthankan. Tinggi rendah tumpang meru
menunjukkan kekuasaan dan kebesaran masing- masing dewa yang diisthanakan.
Umumnya meru tumpang meru selalu ganjil namun di mrajan saya tepatnya di mrajan
dalem segening banjar kutuh selain meru tumpang ganjil yaitu meru tumpang tiga
ada juga meru tumpang dua atau meru bertumpang genap. Meru tumpang dua
merupakan tempat beristhana Sri Sadhana. Sedangkan meru tumpang ganjil
menunjukkan arah mata angin.
Sedangkan
gedong-gedong melambangkan gunung-gunung sebagai sthana dewa-dewa yang
kekuasaannnya lebih kecil dari pada yang disthanaakan pada meru. Disamping
palinggih untuk para dewa, juga saya jumpai palingggih kala. Yang oleh karena
fungsinya sebagai penjaga dan pelindung juga disebut bhatara. Misalanya
pelinggih nglurah , pada pintu apit lawang. Demikian juga paduraksa juga
pelinggih untuk penjaga.
Ketika
upacara ngodalin, umat memancangkan sebuah penjor pada pintu pamerajan. Penjor
dilihat dri segi bentuknya adalah merupakan lukisan gunung yang sekaligus
menggambarkan gunung. Dengan mempergunakan simbul gunung ini, umat menghaturkan
persembahan yang berintikan hasil bumi kepada dewa, yang beristhana di gunung utamanya
Gunung Agung. Umat Hindu sebagai sthana para Dewa-dewa juga sumber kemakmuran,
penyebab turunnya hujan. Alat –alat upacara seperti simbul-simbul, tunggul
(kober), lontek banrang, pengawin, tedung agung adalah menggambarkan prosesi
kebesaran. Tunggul atau kober biasanya berlukiskan anoman. Anoman sebagai
inkarnasi siwa, putra bayu yang berfungsi sebagai pengamanan. Umbul-umbul
biasanya berlukiskan Naga. Menurut methodelogi Hindu, naga ada tiga jenis, yang
dibawah disebut Anantabhoga yang artinya makanan yang tak habis-habisnya. Yang
di bumi namanya Naga Besuki yang artinya keselamatan. Sedangkan yang diatmosfir
namanya Taksaka, naga adalah symbol bumi clan atmosfir penyebab keselamatan di
atas bumi ini.
2.3 Eksistensi Penyatuan
Sivasiddhanta Di Mrajan Dalem Segening Banjar
Kutuh
2.3.1
Penyatuan Sivasiddhanta Pada
Pelinggih.
Adapun
penyatuan sivasiddhanta dilihat dari pelinggih Kamulan / Rong Tiga. Rong tiga
merupakan penyatuan daripada dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa. Dalam kepercayaan
agama Hindu disebut dengan Tri Murti. Dewa brahma beristhana di sebelah kanan,
di sebelah kiri beristhana dewa wisnu, dan di tengah beristhana dewa siwa.
Padmasana
merupakan pemujaan Hyang Siwa Raditya yang diatasnya dibuat terbuka yang
terdapat lukisan gambar Hyang Acintya. Ini merupakan konsep pemujaan kepada
siwa yang bergelar Hyang Siwa Raditya. Dapat disimpulkan dalam konsep Padmsana
merupakan mendapatkan pengaruh sekta siwa siddhanta. Tidak hanya sekte
sivasiddhanta saja yang ada ada juga sekte ganapatya yang berada di pelinggih
Jro Gede yang merupakan kristalisasi sekte ganapatya. Selain itu juga terdapat
sekte sora (surya) yang berada di pelinggih surya. Surya raditya adalah gelar
dari dewa surya atas anugerah dari dang guru (dewa siwa).
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pada pembahasan
penulisan makalah ini maka dapat disim pul-
kan. Adapun kesimpulan itu adalah sebagai berikut :
1. Mrajan
Dalem Segening di bangun oleh wangsa Arya. Dimana wangsa arya menyelamatkan
diri dari kejaran parjurit raja Panji Sakti. Kemudian sampailah beberapa orang
yang berbangsa arya di banjar gelang kemudian dibanjar kutuh. Dibanjar kutuh
lah ditemukan sebuah hutan yang lebat. Hutan tersebut dibersihkan untuk
dijadikan tempat peristrahatan. Karena sudah mandiri dan bertambahnya orang
akhirnya dibangunlah merajan kurang lebih pada tahun 1931 yang hingga saat ini
masih berdiri kokoh.
2. Pelinggih-pelinggih
yang ada di Mrajan Dalem Segening seperti Kemulan Rong Tiga demikian Sanggah
Kamulan adalah tempat pemujaan terhadap sumber atau asal yaitu Sang Hyang Widhi
Wasa dengan prabhawanya sebagai Tri Sakti dan juga pemujaan kepada roh suci
leluhur. Taksu Kata Taksu sudah
merupakan bahasa baku dalam kosa kata Bali, yang dapat diartikan sebagai daya
magis yang menjadikan keberhasilan dalam segala aspek kerja. Meru yang terdapat
di mrajan dalem segening ada dua yaitu meru tumpang dua dan tiga. Tidak hanya
itu terdapat berbagai macam pelinggih yang lainnya padmasana menjangan salwang
dan salwang dan lainnya.
3. Konsep
penyatuan siva siddhanta yang ada di dalam Mrajan Dalem Segening adalah
pelinggih Rong Tiga. Pelinggih dalam rong tiga merupakan beristhananya dewa
brahma, dewa wisnu, dan dewa siwa yang menyatu menjadi sivasiddhanta. Selain itu terdapat juga pada pelinggih
padmasana yang merupakan saktinya siwa. Tidak hanya penyatuan sivasiddhanta
saja namun sekte-sekte yang lain pun ada seperti sekte ganaptya yang berada di
Jro Gede, sekte sora yang berada di pelinggih surya dan sekte lainnya.
3.2
saran
Dengan adanya makalah ini serta informasi yang ada di dalamnya tentang
Mrajan Dalem Segening Banjar kutuh, Desa Suwug supaya dapat menambah wawasan
generasi muda yang kini lambat laun sudah tergerus akan modernasi yang cendrung
kurang tahu tentang Mrajan nya sendiri. Perlu kita tahu karena kita merupakan
generasi selanjutnya yang akan memimpin selain itu juga karena kita adalah Umat
Hindu Bali. Diharapkan kepada Kelian, wakil kelian, maupun pengurus lainnya
agar memperhatikan dengan benar memelihara dengan baik Mrajan dalem segening
bila perlu di dokumentasi kan hal-hal yang dianggap penting agar nantinya
generasi selanjutnya tidak kesulitan mencari informasi untuk data yang
diperlukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Adnyana Mider I
Nyoman.2012. Arti Dan Fungsi Banten
sebagai Sarana Persembahyangan. PT Offest BP : Denpasar.
Anom Bagus Ida.2009.
Tentang Pembangunan Merajan. CV KAYUMAS AGUNG : Denpasar.
Gunawan Pasek. 2012.
Bahan Ajar Sivasiddhanta II.
Pulasari Mangku Jro.
2012. Cakepan Alit Puja Weda Mantra. Paramita : Surabaya.
Wiana I
Ketut.1996.palinggih di pamerajan. Upada sastra :denpasar
Wikraman
Singgin.1998.Sanggah Kamulan Fungsi dan pengertiannya. Paramita : Surabaya.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
·
FOTO NARASUMBER
Pencarian Informasi
Pencatatan
Informasi Dari Narasumber
FOTO-FOTO PELINGGIH
JRO GEDE
LIMAS SARI
TAKSU
PENGANTER
BALE GONG
PIASAN
LELANGIT/ARDHENARESWARI
PADMASANA
MERU TUMPANG DUA
MERU
TUMPANG TIGA
TAKSU
MAGUMI (PENGENTER)
TAKSU
PENGIRING
PESAMUAN
PADURAKSA
(CANDI KURUNG)
KEMULAN
PEJENENGAN (RONG TIGA)
PELINGGIH IDA BHATARA SANG HYANG
ANTA BHOGA DAN IDA BHATARA PENYARIKAN
PELINGGIH
IDA BHATARA PERANG DESA (MITOS)
PELINGGIH
IDA BHATARA GUNUNG SINUNGGAL
PELINGGIH
IDA BHATARA BULIAN
PELINGGIH
IDA BHATARA KEBON TUBUH
PELINGGIH SURYA
PELINGGIH IDA BHATARA DANGIN PANGKUNG
PELINGGIH IDA BHATARA GEGELANG
PELINGGIH IDA BHATARA TRI MURTI
(KEMULAN DADIA)
GEDONG
SIMPEN
PELINGGIH IDA BHATARA LIMAS SARI
PELINGGIH
IDA BHATARA LIMAS CATU
PELINGGIH MENJANGAN SALWANG (IDA
BHATRA LIMAS PAHIT)
PELINGGIH
IDA AYU PESAREN SARI
PELINGGIH IDA BHATARA PANJI SAKTI
TAKSU
MAGUMI
BALE
KULKUL
PIASAN
PIASAN