JURNAL
Oleh
Kelompok III
1.
I Putu Kris Juniardi (10.1.1.1.1.3829)
2.
Kadek
Handara (10.1.1.1.1.3830)
3.
Kadek
Iwan Suarcahyana (10.1.1.1.1.3832)
4.
Komang
Sudiasa (10.1.1.1.1.3833)
5.
I
Gusti Putu Arya Wibawa (10.1.1.1.1.3834)
6.
I
Gede Surya Adnyana (10.1.1.1.1.3856)
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA HINDU
FAKULTAS DHARMA
ACARYA
INSTITUT HINDU
DHARMA NEGERI DENPASAR
2013
CATUR
ASRAMA DALAM PENDIDIKAN JAMAN SEKARANG
(Oleh
Kelompok : III )
ABSTRAK
Penulisan ini khusus menjelaskan
Peranan catur asrama dalam pendidikan
jaman sekarang dengan konteks ajaran
dalam agama hindu. Penulisan ini tentang makna catur asrama dalam pendidikan jaman sekarang. Deskripsi makna catur asrama yang diperoleh dari hasil
pengamatan kepustakaan ini memberikan sumbangan informasi kepada umat Hindu
tentang makna catur arama sehingga
konsep catur asrma yang ada dapat
dimanfaatkan dala dunia pendidikan.
Catur
Asrama sebagai Pedoman Hidup manusia atau
jenjang hidup manusia dalam mencapai kesempurnaan hidup. Catur Asrama yang terdiri dari brahmacari,
grhastha, wanaprasta, dan bhiksuka. Keempat bagian catur asrama harus dilalui oleh setiap manusia, tidak semudah
membalikan telapak tangan atau juga tidak seperti memakan cabai, sekarang
digigit sekarang terasa pedasnya.
Tujuan hidup menurut
ajaran Hindu sebagaimana dinyatakan dalam Brahma Purana adalah untuk mencapai dharma, artha,kama dan moksha. Empat tujuan hidup tersebut
harus dicapai secara bertahap, melalui sistem sosial yang disebut asrama. Catur asrama yakni brahmacari, grehasta, wanaprasta dan biksuka atau sanyasin. Pada tahapan
hidup brahmacari tujuan hidup lebih
diutamakan pada pencapaian dharma, dalam hal ini pencarian atau penguasaan ilmu
pengetahuan dan iptek. Berbeda halnya pada jenjang grehastha asrama yang lebih memprioritaskan pada pencapaian artha
dan kama. Berbeda pula dalam tahapan hidup wanaprastha dan biksuka
asrama. Pada jenjang wanaprastha
dan biksuka, umat mempersiapkan diri
untuk mencapai kelepasan dengan ikatan duniawi.
I.
Pendahuluan
Tujuan
hidup manusia berdasarkan agama hindu adalah “moksartham jagadhita ya caiti dharmah” atau mencapai
“jagadhita dan moksa”. Jagadhita berarti kesekahteraan jasmani dan moksa
berarti ketentraman batin atau kehidupan
abadi dengan menunggalnya Atman dengan Brahman. Dengan demikian tujuan hidup
manusia dapat diartikan sebagai usaha
untuk mencapai kesejahteraan jasmani, ketentraman batin dan kehidupan abadi
dengan manunggalnya Roh dengan Ida Sang Hyang Widhi Nesawan ( 1988:61).
Moksartham jagadhita ya
ca iti dharmah lalu menjadi ajaran tentang tujuan
hidup manusia. Catur asrama merupakan jenjang kehidupan seseorang atau
masyarakat. Tahap, tingkat atau jenjang kehidupan ini dihubungkan dengan umur,
tingkat ilmu pengetahuan suci, tingkat spiritualitas atau rohani, sifat dan
perilaku atau moralitas seseorang. Semua tingkat atau jenjang kehidupan itu
dipengaruhi oleh proses perkembangannya sebagai manusia sejak lahir sebagai
bayi, kemudian meningkat semakinbesar menjadi anak-anak, lalu baru berubah
menjadi anak baru gede (ABG), sehingga menjadi dewasa, kemudian berumah tangga
dan mempunyai anak, lalu menjadi tua dengan tingkatan moral dan spiritual yang
semakin tinggi dan semakin matang.
Dalam
agama hindu jenjang atau tatanan kehidupan manusia diatur dalam empat
tingkatan, sebagai fase-fase yang harus dilalui dalam kehidupan. Mulai dari
fase pertama, kemudian menuju fase kedua, lalu fase ketiga baru ke fase
keempat. Semua tahapan itu harus dilalui mulai dari awal kelahirannya sampai
pada akhir hayatnya secara berurutan dan tidak mungkin diputar balik.
Manusia
dalam mencapai hidupnya harus melalui beberapa tahapan hidup yang disebut
dengan catur asrama yaitu brahmacari,
grhastha, wanaprasta, dan bhiksuka. Keempat pembagian catur asrama itu
tentunya mempunyai suatu tujuan didalamnya untuk umat hindu terutama didalam
hal Pendidikan yang berkembang jaman sekarang.
II.
Pembahasan
2.1
Pengertian
Catur Asrama
Untuk
mewujudkan cita-cita Hindu Dharma mencapai Jagadhita
dan Moksha, maka setiap umat Hindu diajarkan mencapai empat tujuan hidup.
Empat tujuan hidup itu disebut catur purusartha yaitu dharma, artha, kama dan
moksha. Empat tujuan hidup ini hanya dapat dicapai melalui tahapan-tahapan
hidup sesuai dengan pertumbuhan manusia itu sendiri. Tahapan-tahapan itu
disebut catur asrama Wiana (1997:53).
Catur asrama berasal dari kata catur yang artinya empat dan asrama
artinya “usaha seseorang. Yang dimaksud dengan usaha seseorang dalam pengertian
catur asrama adalah usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seseorang pada
tiap-tiap asrama. Bentuk dan jenis usaha hidup yang harus dilakukan pada
masing-masing asrama sangat berbeda sesuai dengan catur purusartha yang ingin
dicapai pada tiap-tiap asrama.
Catur Asrama mempunyai
empat bagian yaitu yang pertama 1) Brahmacari
Asrama. Brahmacari asrama merupakan suatu masa kehidupan berguru untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan weda. Weda mengajarkan ilmu pengetahuan untuk
memperoleh kebahagiaan, material (jagadhita) dan juga mengajarkan tentang
tujuan hidup kerohanian (moksha) Wiana(1997:54). Dalam masa kehidupan brahmacari ini yang
paling diutamakan atau yang diprioritasikan adalah dhrama, artha, kama dan
moksha. Sedangkan moksha belum menjadi pusat perhatian. Masa kehidupan
brahmacari diutamakan untuk mengetahui kewajiban, kebenaran dan kebajikan yang
semuanya itu disebut dharma. Tattwa dyatmika adalah ilmu pengetahuan tentang rahasia spiritual untuk meningkatkan
kedewasaan rohani dalam menghadapi perjalanan hidup ini.
Bagian
kedua yang dilakukan adalah Grahasta,
yakni hidup berumah tangga artinya boleh mempunyai isteri dan anak, boleh
mempunyai pembantu dan memupuk kebajikan yang berhubungan dengan diri pribadi
dengan kemampuan yang dimilikinya. setelah dilakukannya dharma grahasta, lalu
seseorang menjadi wanaprasta, dalam hal ini beliau pergi dari desa dan menetap
di tempat yang bersih dan suci terutama di gunung atau hutan, mendirikan
pertapaan sebagai tempatnya melakukan Pancakarma (lima macam perawatan dan
pengobatan) dan mengurangi nafsu keduniawian serta mengajarakan kerohkanian
atau dharma. Setelah wanaprasta
seseorang akhirnya menjadi bhiksuka, seseorang
meninggalkan pertapaanya dan tidak lagi terikat dengan keduniawian, tidak
mengaku mempunyai pertapaan, tidak merasa mempunyai sisya, tidak merasa
mempunyai ilmu pengetahuan karena semua itu ditinggalkannya.
Dalam
pelaksanaanya, pembagian empat sistem pelapisan masyarakat hindu termaksud
diatas dapat berkembang menjadi dua atau
tiga tingkat saja dan tidak bersifat mutlak, yang masing-masing mempunyai alasan
dan pertimbangan tertentu ( Pudja,
1981:281). Empat lapisan masyarakat dimaksud dapat menjadi seperti berikut : Brahmacari-Grahasta-wanaprasta-samnyasa,
brahmacari-grihasta-wanaprasta/samnyasa, brahmacari wanaprasta /samnyasa,
brahmacari-grihasta.
Kalau
diperhatiakn sekarang ini, rasanya pelapisan masyarakat yang terbanyak adalah
bentuk yang ke empat, yaitu brahmacari-grahasta
sedangkan lapisan yang pertama menduduki posisi yang terkecil atau paling
sedikit jumlahnya Suhardana (2007:146). Untuk memperoleh gambaran yang lebih
jelasnya, dibawah ini akan disampaikan lebih terperinci mengenai catur asrama.
2.2 Bagian-bagian catur asrama
Tattwa
adyatmika adalah berfungsi untuk mengembangkan sifat-sifat baik untuk membangun
watak dan karakter yang luhur. Sedangkan guna widya berfungsi untuk
mengembangkan bakat-bakat pembawaan untuk menjadi ketrampilan yang profesional.
Orang yang profesional serta memiliki watak yang luhur merupakan sumber daya
manusia yang diharapkan oleh zaman yang semakin maju.
Tujuan
belajar agama hindu adalah untuk diamalkan secara individual maupun secara
sosial. Manusia hidup dalam kesendiriannya dan hidup dalam kebersamaannya.
Dalam hidup kesendirian itulah agama sangat dibuthkan agar kesendirian itu
mendapatkan tuntunan agar pikiran, perasaan, dan budi dapat tertuntun ke arah
yang benar sehingga kesendirian itu dapat menumbuhkan hal-hal yang baik agar
dapat berdaya guna demi kehidupannya sendiri maupun untuk mengabdi dengan
sesama. Dalam kehidupan bersama pun agama sangat dibuthkan juga. Dalam hidup
bersama manusia harus mampu berbeda saling lengkap melengkapi. Harus dihindari
perbedaan yang saling bertentangan. Kalau perbedaan yang saling
lengkap-melengkapi itu dapat ditumbuhkan maka kebersamaan itu, akan produktif
untuk hal-hal yang berguna baik bagi individu yang bersama maupun bagai
kebersamaan itu sendiri.
Bagian-bagian
dalam catur Asrama adalah
1. Brahmacari
Brahmacari
yaitu suatu masa kehidupan berguru untuk mendapatkan ilmu pengetahuan weda.
Weda mengajarkan ilmu pengetahuan untuk memperoleh kebahagiaan, material
(jagadhita) dan juga megajarkan tentang tujuan hidup kerohania (moksha). Dalam
masa kehidupan brahmacari ini yang paling diutamakan atau yang diprioritaskan
adalah dharma, artha, kama dan moksha. Sedangkan moksa belum menjadi pusat
perhatian. Masa kehidupan brahmacari diutamakan untuk mengetahui kewajiban,
kebenaran dan kebajikan yang kesemuanya itu disebut dharma. Tattwa dyatmika
adalah ilmu pengetahuan tentang rahasia spiritual untuk eningkatkan kedewasan
rohani dalam mengahadapi perjalanan hidup ini.
Tattwa adytmika adalah berfungsi untuk
mengembangkan sifat-sifat baik untuk membangun watak dan karakter yang luhur.
Sedangkan untuk membangun watak dan karakter yang luhur. Sedangkan guna widya
berfungsi untuk mengembangkan bakat-bakat pembawaan untuk menjadi ketrampilan
yang profesional. Orang yang profesional orang yang profesional serta memiliki
watak yang luhur merupakan sumber daya manusia yang diharapkan oleh zaman yang
semakin maju.
Dalam
naskah berbahasa jawa kuna yang bernama agastia Parwa kita mendapatkan
keterangan tentang brahmacari yang lebih lengkap sebagai berikut:
Brahmacari ngaranya sang sedeng
mangabyasa sanghyang sastra, muang sang wruh ring tingkahing sanghyang aksara
samangkana kramanya sang brahmacari ngaranya. Kunang sang sinangguh brahmacari
ring loka ikang tang sanggraheng wisaya istryadi, yeka brahmacari ring loka.
Kunang ikang brahmacari waneh sinangguh brahmacari caranam, paraning
atmapradesa sang kesepania, sang yogiswara sira brahmacari ring sastrantara
ring sastrajna.
Artinya.
Brahmacari
namanya orang yang sedang mempelajari ilmu pengetahuan (sastra) dan yang
mengetahui prihal ilu huruf (aksara), orang yang demikian pekerjaannya bernama
brahamcari. Adapun yang dianggap brahmacari di dalam masyarakat ialah orang
yang tidak terikat nafsu keduniawian, tidak beristri. Sedangkan brahmacari
carana artinya menuntut ilmu pengetahuan kerohanian (atmapradesa. Sang
yogiswara, beliau brahmacari di dalam berbagai ilmu (sastrantara) dan di dalam
kebijaksanaan (sastrajna).
Jadi
berdasarkan isi Agastya Parwa diatass, yang dimaksud brahmacari itu sangat luas
pengertiannya, yang dapat dirinci sebagai berikut:
a. Orang
yang mempelajari ilu pengetahuan dan ilu tentang hidup.
b. Orang
yang terlepas dari nafsu keduniawian seperti tidak beristri disebut brahacari
ring loka.
c. Orang
yang menuntut ilmu pengetahuan kerohanian disebut dengan nama brahmacari
caranam.
d. Sang
yogiswara yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan (sastrantara) dan ilmu
pengetahuan kebijaksanaan (sastrajna) disebut juga brahmacari.
Di
dalam penjelasan sloka pertama dari naskah slokantara disebutkan adanya tiga
macam brahmacari yaitu :
a. Sukla
brahmacari merupakan orang yang tidak kawin seumur hidupnya bukan karena cacat
badan seperti wangdu, bahkan ia tidak pernah membicarakan tentang perkawinan
sampai di hari tuanya.
b. Sewala
brahmacari ialah orang yang kawin hanya sekali saja meskipun ditinggal mati
oleh istrinya.
c. Krsna
brahmacari adalah orang yang kawin lebih dari sekali, dan paling banyak empat
kali.
Prof.
Dr. Y. Gonda dalam bukunya sanksrit in
indonesia, membagi brahmcari itu menjadi empat yaitu, sukla brahmacari, Trsna brahmacari, sewala brahmacari, dan grahasta brahmacari. Gonda tidak
menggunakan krsna brahmacari tetapi trsna berati cinta terus menerus meskipun
istrinya telah meninggal. Sedangkan grahasta brahmacari adalah orang yang tidak
menjauhkan dirinya dengan seks dalam perkawinan.
Dalam
lontar wrtisesana, pembagian brahmacari sama dengan slokantara tetapi, sedikit ada perbedaan pengertian mengenai
sewala brahmacari dan trsna brahmacari. Dalam lontar wrttisesana yang dimaksud
dengan sewala brahmacari adalah tidak
kawin selama menuntut ilmu pengetahuan. Akan tetapi setelah masa berumah tangga
tiba, maka ia akan kawin dengan maksud mendapatkan keturunan dan juga ia tahu tentang
puja-puja sanggama, tentang waktu dan tepat untuk itu, dan mengetahui pula
siapa-sipaa yang patut dikawini untuk medapatkan keturunan yang baik.
Dari
beberapa penjelasan naskah tersebut diatas, meskipun ada sedikti perbedaan
penjelasan, namun hakikat brahmacari itu adalah suatu usaha untuk mendapatkan
ilmu pengetahuan suci dalam melanjutkan hidup termasuk dalam perkawinan.
Perilaku seseorang dalam Kitab Suci Veda, yaitu selalu berpikir bersih, dan
jernih dan hanya memikirkan pelajaran atau ilmu pengetahuan saja serta tidak
memikirkan masalah-masalah keduniawian. Karena itu, maka agar pikiran terpusat
hanya kepada pelajaran, seorang brahmacari
tidak dibenarkan untuk kawin, berdagang ataupun berpolitik Suhardana
(2006:31).
Jadi
dapat dikatakan bahwa semasih seseorang menuntut ilmu pengetahuan tidak
diperbolehkan untuk kawin atau menikah, karena sudah disebutkan diatas dalam Lontar
Agastya Parwa orang yang brahmacari adalah orang yang tidak terikat oleh nafsu
keduniawian dan tidak beristri dan tidak dibenarkan untuk kawin ataupun
berpolitik.
2. Grahasta
Grahasta
adalah hidup berumah tangga, bersuami-istri. Pada masa kehidupan grahasta
kehidupan grahasta tujuan hidup diprioritaskan untuk mendapatkan artha dan
memenuhi kama. Oleh karana itu, suatu rumah tangga belum dapat didirikan kalau
belum siap dengan sumber artha berupa pekerjaan yang tetap yang memberi hasil
yang memadai untuk menjalankan rumah tangga Wiana (1997:57). Demikian dengan kama yang
menyangkut dorongan hidup seperti nafsu haus, lapar dan seks. Tiga golongan
hidup ini harus dipenuhi dengan berlandaskan darma. Kama adalah salah satu
media untuk mendapatkan kebahagiaan dan jangan sampai kama itu memperalat
manusia (sang diri). Sang diri harus mampu membatasi kama. Manusia tanpa kama
tidak akan dapat menikmati keindahan sejati dari hidup di dunia ini. Akan
tetapi kalau kaa tanpa batas dan kendali, maka keindahan dunia ini akan
terbalik menjadi sumber kehancuran.
Keluarga
atau rumah tangga adalah bentuk hidup bersama yang merupakan lembaga sosial
terkecil dan terpenting. Keluarga pada hakikatnya adalah lembaga pendidikan,
tempat belajar agama hindu sehingga keluarga tersebut merupakan lembaga yang
menumbuhkan terjalinnya pengabdian dan teraturnya peningkatan hidup setia dalam
mencapai tujuan hidupnya. Karena itulah yang disebut keluarga. Kata keluarga
artinya kata terjalin sedangkan rumah tangga adalah rumah tempat agar mampu
mendaki kearah tujuan hidup yang lebih baik.
Dalam
keluarga inilah wadah terpenting untuk belajar dan menerapkan pelajaran agama
secara baik dan benar. Akar kemajuan masyarakat, negara dan dunia internasional
adalah kemajuan keluarga itu sendiri. Dalam keluargalah kita belajar cara hidup
yang sedemikian rupa ditengah orang banyak tanpa merasa sedih atau menyebabkan
orang lain sedih. Dalam keluarga, kita belajar agama untuk memanfaatkan hidup
ini untuk sebaik-sebaiknya. Keluarga adalah wadah pendidikan agama untuk
mendayagunakan hidup bersama untuk meluhurkan budi guna meningkatkan dorongan
atau kecendrungan hidup agar kualitas moral dan daya tahan mental spiritual
semakin meningkat.
Demikianlah
hidup dalam grahasta harus berlandaskan dharma. Grahasta tanpa landasan dharma
akan mengakibatkan artha dan kama yang merupakan prioritas utama dalam grahasta
menjadi sumber kehancuran garahasta itu sendiri. Jika dihubungkan bagian kedua (grahasta) dari catur asrama dalam dunia
pendidikan akan bisa dilaksanakan seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa
orang yang boleh menjalani grahasta adalah orang yang sudah siap dalam hal
artha karena akan menyangkut kebahagiaan dala berumah tangga jika tidak
terpenuhi kehancuran itu sudah akan didepan mata. Begitu pula dengan kama yang
menyangkut dorongan hidup seperti nafsu haus, lapar dan seks. Tiga golongan
hidup ini harus dipenuhi dengan berlandaskan darma. Jadi grahasat belum bisa
dilaksanakan oleh siswa yang masih menuntut ilmu penegtahuan karena akan
berpengaruh terhadap pribadinya dan kluarganya.
3. Wanaprasta
dan Sanyasa (Bhiksuka)
Dalam
kehidupan wanaprasta dan Sanyasa (Bhiksuka) tujuan utama dari kehidupan
seseorang adalah untuk mencapai kebebasan rohani yang disebut moksha. Kehidupan
wanaprastha merupakan persiapan awal untuk menuju moksha yaitu dengan
mewariskan nilai-nilai yang positif untuk grhasitn-grhastin penerus, di
sampaing itu mempersiapkan hal-hal yang mendasar untuk menghadapi masa akhir
dari hidup ini dengan harapan mendapatkan moksha.
Tahap
wanaprastha adalah masa menjauhkan diri dari kehidupan duniawai. Sedangkan masa
sanyasa sudah berusaha melepaskan diri sama sekali dari kehidupan duniawi. Pada
tahapan wanaprastha, usaha hidup yang paling utama adalah melepaskan diri
secara bertahap dari nafsu indriawi, sedangkan pada tahapan sanyasa di samping
melepaskan dari ikatan indriawi juga harus mulai melepaskan diri dari ikatan
badan, karena fungsi badan perlahan-lahan akan semakin berkurang dan bagaimana
pun harus kita iklaskan untuk melepaskan. Oleh karena itu pada masa Sanyasa
asrama orang-orang tidak akan dapat memperoleh kesenangan hidup melalui
alat-alat tubuhnya. Keindahan dan kenikmatan dunia hanya dapat diraih melalui
alat-alat tubuhnya. Keindahan dan kenikamatan dunia hanya dapat diraih melalui alat-alat
tubuh. Oleh karena fungsi alat-alat tubuh sudah sangat jauh dari yang
diharapkan, maka harapan untuk mendapatkan kenikmatan hidup duniawi sudah tidak
mungkin. Kenyataan inilah yang menharuskan masa sanyasa asrama melepaskan
masalah artha dan kama. Harapan satu-satunya hanya bisa ditujukan pada dunia
spritiual. Pada masa sanyasin inilah masa puncak keihklasan harus diberikan
prioritas utama. Saat-saat mengakhiri hidup di dunia ini, setiap diri dari
segala ikatan-ikatan dunia, kalau hal itu belum terwujud, dapat dipastikan
orang akan digeluti oleh rasa takut dan gelisah untuk elepaskan dunia ini.
Orang
yang berada di tingkat sanyasin adalah
hanya benalu yang ada dimasyarakat, pandangan itu sangat keliru terhadap sanyasin. Hanya karena mereka tidak
melaksanakan kerja “produktif”. Pandangan yang demikian timbul dari salah
pengertian tentang tempat sanyasin
dalam masayarakat kita. Seorang sanyasin adalah
orang yang meninggalkan kekayaan dan segala kepunyaannya, dan melaksanakan sanyasa. Bukan menjadi sanyasin untuk menghindari tanggung
jawab keluarga dan mendapatkan cara hidup yang mudah dengan jalan mengemis.
Pendit(1993:53). Sanyasin yang
sebenarnya adalah orang kuat yang mempergunakan waktunya untuk merenungkan
Tuhan Yang Maha Esa, dan memberi petunjuk kepada orang lain ke jalan dharma. Ia
harus melemparkan segala kegiatan pikirannya yang menyeret di ke jalan
memperkaya keduniawian. Ia harus membebaskan dirinya dari pemeliharaan dirinya
sekalipun. Ia tidak harus punya rumah, tidak harus memiliki keduniawian. Ia
tidak memasak nasi sekalipun untuk didirinya sendiri. Ia harus hidup atas
sedekah yang ia peroleh dari meminta-minta, seperti brahmacari.
Sesungguhnya,
sanyasin dan brahmacari mempunyai “kewajiban” untuk meminta-minta (yatischa brahmacari chapakvannavamin
vubhau). Masayrakat yang mempunyai tugas kewajiban baik memelihara ereka
dengan jalan memberikan mereka makanan yang telah dimasak. Masayarakat
memperoleh tingkatan yang tak terduga nilainya.
Di
dalam proses meminta-minta ini seorang brahmacari
mencapai vinaya (kerendahan
hati), yang penting untuk tidak teralihkannya perhatian dari pendidikan dengan
jalan mana ia akan menjadi anggota yang berguna dari masyarakat pada waktunya.
Seorang sanyasain yang betul-betul hidup bersatu dengan jiwa, memiliki santi (kedamaian dan menuntun kehidpuan
spritiual masayarakat dengan harmonisnya). Ia menjadi contoh nilai hidup yang
tertinggi dan oleh karenanya menjadi milik masyarakat.
Demikianlah
Catur Asrama yang merupakan empat tingkatan hidup yang bersifat formal dan
tidak kaku dalam penerapannya da;am kehidupan sehari-hari. Dharma adalah dasar
untuk mendapatkan artha, kama dan moksha. Tetapi sebaliknya, tanpa dharma
artha, kama dan moksha, dharmapun tidak bisa dijalankan dengan sempurna. Tidak
ada swadarma (kewajiban) atau kebanaran yang dapat dilaksanakan dengan sempurna
tanpa artha dan kama. Misalnya menuntut ilmu pengetahuan ataupun berdana punia
adalah perbuatan dhara tetapi kesemuanya itu baru dapat dilakukan kalau ada
artha dan kama (keinginan atau semangat). Demikian pula Moksha yang berasal
dari bahsa sansekerta dari urat kata : mucch artinya bebas tanpa ikatan.
Kebebsan tersebut adalah kenyataan yang setiap saat diperjuangkan oleh manusia.
Untuk mendapatkan kebebasan yang paling ideal, mebutuhkan perjuangan yang
sungguh-sungguh dan bertahap.
Misalnya
seorang murid atau siswa kelas satu. Pertama-tama yang harus diperjuangkan
adalah untuk mendapatkan kebebasan dari semua ikatan pendidikan yang berlaku di
kelas satu. Kalau ia berhasil mentaati semua ikatan itu iapun akan bebas dan
naik tingkat ke kelas dua. Demikain pula dikelas berikutnya, mereka pun
berjuang untuk mentaati segala ikatan berupa kewajiban-kewajiban edukatif dan
kalau ia berhasil iapun akan lepas dari ikatan kewajiban di kelas dua dan dapat
meningkat untuk duduk dikelas tiga. Demikianlah dan seterusnya sampai ia tamat
dan mencapai puncak cita-citanya sebagai seorang murid. Demikian pula moksha,
di mana dan kapanpun selalu diikat oleh kewajiban-kewajiban itu adalah ikatan
suci yang kalau dapat ditaati akan dapat memberikan kebebasan bertahap kepada
pelaku-pelakunya.
Dalam
konsepsi Pendidikan Agama Hindu telah mengenal adanya sistem-sistem yang amat
mendasar dalam menumbuhkan pengetahuan yang terdapat di dalamnya. Dalam
pendidikan Hindu kita mengenal adanya catur asrama sebagai landasan
konsepsional pendidikan hindu dharma dimana di dalamnya menyangkut jenjang
pendidikan seumur hidup, dari tingkat anak-anak sampai menjelang mati. Catur
asrama merupakan sutau usaha ataua upaya seseorang sesuai dengan tingkatan
hidupnya. Masing-masing asrama mempunyai
swadarmanya sendiri-sendiri. Tiap asrama atau tingkatan hidup akan dapat
berhasil dengan baik apabila ditunjang oleh ilmu pengetahuan, kecakapan,
ketrampilan dan sikap yang benar dan tepat yang relevan dengan masing-masing
asrama.
2.2
Catur
Asrama Dalam Pendidikan Jaman Sekarang
Catur asrama
terdiri dari empat bagian yaitu Brahmacari,
grahasta, wanaprasta dan sanyasin atau bhiksuka. Brahmacari adalah orang yang
sedang membiasakan atau (mempelajari dengan cermat), ilmu pengetahuan dan
mengetahui tentang ilmu huruf. Di dalam masyarakat orang yang dianggap seorang
brahmacari adalah orang yang tidak terikat oleh nafsu keduniawaian Punyatmadja
(1994:11). Grahasata masa untuk membangun rumah tangga, wanaprasta adalah masa
untuk melepaskan diri dari nafsu keduniawaian sedangkan sanyasa merupakan
masa-masa sudah terikat lagi dengan semuanya.
Dalam
Hukum Manu dikenal ada dua jenis guru yaitu, guru yang mengajar untuk mendapatkan
penghasilan disebut upadhayaya dan
yang lain dibayar tanpa bayaran yang disebut acharya. Guru bertugas atau sebagai sebuah teladan bagi
murid-murid. Murid-murid disebut antevasim,
seseorang yang hidup didekat guru. Ia umumnya adalah orang yang tidak kawin
dan berjalan dijalan ilmu pengetahuan untuk penebusan dosa yaitu Brahmacari
Triguna (2000:164).
Catur
asrama kaitannya dalam Pendidikan Jaman sekarang adalah Masa Muda kesempatan
untuk memilih . Masa muda pada umumnya memiliki bentuk angan-angan atau
pemikiran yang amat luas, berbagai keinginan dan berandai-andai apabila terjadi
pernikahan nanti. Hubungan antar manusia melahirkan pergaulan. Dalam bergaul
faktor perhatian sangat menentukan,
peragulan biasanya diawali dengan perkenalan. Seperti yang sudah dijelaskan
diatas jadi semasih seseorang menuntut ilmu pengetahuan tidak diperbolehkan
untuk menikah, karena masih belu siap baik mental maupun artha dan yang
lainnya. Masa brahmacari adalah dimana masa-masa untuk menuntut ilmu
pengetahuan sampai mati nantinya.
Brahmacari
merupakan jenjang pertama dalam kehidupan manusia yang dilaksnakan sebelum
memasuki Grahasta atau hidup berumah tangga, brahmacari ini hendalah dilakukan
selagi masih muda. Masa muda merupakan masa yang baik untuk belajar karena
belum ada yang mengikat, otak serta pikiran sedang tajam, seperti kehidupan
rumput ilalang. Diwaktu muda sedang tajam, sedangkan setelah tua menjadi
tumpul. Oleh karena itu, gunakan masa muda dengan sebaik-baiknya untuk belajar
dengan istilah Asewaka guru atau
aguron-guron. Di dala tingkatan brahmacari ini guru mendidik para siswa atau
murid dengan petunujuk kerohanian, kebajikan, amal, pengabdian dan semuanya itu
didasari dengan dharma atau kebenaran. Di dsamping guru memberikan berbagai ilu
pengetahuan kepada siswanya. Dalam sistem brahmacari lebih menekankan pada
pembentukan pribadi manusia yang tangguh dan handal serta memiliki berbagai
ilmu pengetahuan dan keahlian. Pengetahuan yang didapat dan dimiliki tersebut
bisa dijadikan untuk mencari nafkah nantinya sehingga mampu untuk mandiri dan
menajalani jenjang Grahasta.
Dalam
brahmacari para siswa dilarang mengumbar hawa nafsu seks, namun diusahakan
semua kekuatan jasmani sebagian besar untuk pembentukan kecerdasan otaka
tersebut”Oyas Sakti”. Oyas Sakti adalah
suatu tenaga yang bercaha yang mempunyai kekuatan besar untuk menimbukkan
kecemerlangan berpikir dari kerja otak, jadi oyas sakti mendkukung kekuatan
berpikir Tim penyusun (2004:72).
Spirit catur asrama sesungguhnya masih tetap penting dimaknai dalam
kehidupan sekarang dan yang akan datang. Artinya, dalam
kehidupan masyarakat yang dipengaruhi oleh berbagai perubahan, spirit nilai
yang dikandung dalam konsep tersebut menjadi penting dipedomani.
Dalam tahapan hidup brahmacari, misalnya, generasi muda Hindu memang sudah
seharusnya berkonsentrasi penuh untuk menimba ilmu
sebanyak-banyaknya. Penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan berbagai
keterampilan diharapkan dapat dijadikan bekal dalam mengarungi hidup berumah
tangga (grehasta). Dalam tahapan sedang menuntut ilmu, hal-hal yang
seharusnya baru bisa dilakukan saat grehasta hendaknya dihindari, seperti
hubungan suami-istri.
Tugas seorang brahmacari adalah belajar, menuntut ilmu
setinggi-tingginya.Hubungan seks baru boleh dilakukan manakala seseorang sudah
menginjak masa grehasta (berumah tangga). Hubungan seks yang benar dalam
masa grehasta adalah untuk memperoleh keturunan yang suputra. Pada saat
tajamnya pikiran itulah berbagai ilmu dengan mudah dikuasai. Demikian
mestinya umat Hindu menjalankan sistem sosialnya yang telah diwarisi konsep
catur asrama yang demikian bagusnya. Spirit nilai yang terkandung dalam
konsep itu masih sangat strategis dimaknai dalam konteks kekinian.
Ketika pengaruh global melanda semua sisi kehidupan, tampaknya spirit itu
masih sangat relevan digunakan sebagai pegangan. Misalnya, ketika kemajuan
teknologi sangat deras mempengaruhi kehidupan generasi muda, benteng yang bisa
diandalkan adalah nilai-nilai pendidikan, terutama budi pakerti,'' katanya. Masa
brahmacari inilah kesempatan emas bagi generasi muda untuk menimba ilmu
pengetahuan setinggi-tingginya, termasuk dalam bidang agama. Jika benteng
pertahanan itu sudah kuat, sederas apa pun arus global menerjang,
anak-anak akan selamat. Anak-anak tidak akan mudah terperosok pada
pemakaian obat-obatan terlarang, pergaulan atau seks bebas dan sebagainya.
Hindu telah mewariskan pembabakan atau termin tingkat hidup disesuaikan
dengan perkembangan psikologis dan intelektual umat yang dikenal dengan catur asrama, brahmacari, grehasta,
wanaprasta dan biksuka. Terutama dalam tahapan brahmacari, dunia
pendidikan mesti menjadi perhatian utama. Sebab, ilmu pengetahuan
merupakan lentera dalam menerangi gelapnya kehidupan (http://www.Catur
Asrama a/9-.html. )
Sementara pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi peningkatan mutu
SDM. Bagaimana bisa bersaing jika SDM Hindu tidak
berkualitas. Melalui pendidikanlah kualitas diri bisa
ditingkatkan. Pada saat brahmacari-lah ilmu pengetahuan mesti digali
sebanyak-banyaknya. Tetapi bukan berarti belajar berhenti pada masa
brahmacari. Belajar tetap sepanjang hayat.
Pendidikan menjadi sesuatu yang penting dalam Hindu, sehingga anak yang
dilahirkan menjadi generasi yang suputra. Bahkan, proses pendidikan
(pendidikan prenatal) itu sudah berlangsung saat terjadi pembuahan.Maka, dalam
ritual Hindu dikenal istilah magedong-gedongan. Selama masa kehamilan,
dalam teologi Hindu ada sesuatu yang bisa dipedomani, misalnya si ibu tidak
boleh dibuat terkejut dan sebagainya. Ketika lahir, ada tahapan-tahapan
perlakukan terhadap anak-anak. Kapan ia diperlakukan sebagai
rajasemua kemauannya dituruti. Kapan ia diperlakukan sebagai
''budak'', bisa disuruh untuk mengerjakan sesuatu, dan kapan ia dijadikan
sebagai teman. Umumnya, ketika anak-anak menginjak usia remaja
orangtua memperlakukannya sebagai teman. Berbagai kesulitan yang dialami,
dicarikan jalan pemecahannya.
Jadi pada masa brahmacari itulah kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan
emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) saatnya dikembangkan. Dalam hal
ini orangtua sangat besar perannya dalam pengembangan semua kecerdasan
itu. Terutama kecerdasan spiritual, orangtua memiliki peran yang strategis
dalam mengembangkannya. Karena itu, di rumah, anak-anak mesti dilibatkan
pada hal-hal yang bersifat spiritual seperti dalam pembuatan bahan-bahan ritual
sehingga SQ-nya berkembang dengan baik.
Dalam masa brahmacari, semua kecerdasan hendaknya dikembangkan secara
seimbang, sehingga anak-anak menjadi generasi yang utuh. Lagi pula,
keberhasilan anak-anak dalam melakoni hidupnya kemudian (masa grehasta) tidak
hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual. Dua kecerdasan lainnya yakni
EQ dan SQ, juga besar perannya.
Sementara pada masa brahmacari, umat lebih fokus pada pencarian artha
dankama. Namun, dalam pencarian artha dan kama itu dasarnya tetap
dharma.Pencarian artha itu selain untuk melangsungkan kehidupan, juga untuk
membiayai pendidikan anak-anak, selain didana-puniakan dan disisihkan untuk
kepentingan yadnya.
Sementara pada saat menapaki kehidupan wanaprasta, umat sesungguhnya
dituntun untuk mengasingkan diri dari hal-hal yang berbau
keduniawian. Dulu, menapaki hidup wanaprasta umat pergi ke hutan untuk
menyepikan diri. Tetapi dalam konteks sekarang, ''hutan belantara'' itu
berada di tengah-tengah kita.Agar umat mampu menghindari diri dari
kobaran api hawa nafsu, memang memerlukan pengendalian diri.
Pada usia yang sudah lanjutlah, umat cocok sekali mendalami hal-hal
yang berbau spiritual.
Hal yang sama juga pada masa wanaprasta, umat sangat tepat
melakukan upaya kontemplasi atau perenungan-perenungan. Selain itu pada
tahapan wanaprasta dan biksuka asrama, umat sangat baik mendalami
hal-hal yang bernuasa spiritual untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta.
Sementara pada masa brahmacari, umat mesti lebih banyak mengejar ilmu mempelajari
buku-buku. Sebab, buku itu merupakan jendela dunia. Dengan banyak
membaca, belajar dan berguru, niscaya generasi muda Hindu mampu menjadi anak
yang suputra yakni anak yang berguna bagi nusa dan bangsa.Dengan berbekalkan
pengetahuan dan keterampilan yang memadai, umat tidakakan mengalami
kesulitan dalam persaingan global. ''Dulu, saya ingat waktu sekolah
anak-anak di-drill intelektualnya dengan aksara dan wariga. Hal itu
strategis untuk membangkitkan logika berpikir.
Pesraman kilat perlu dibangkitkan lagi ketika musim liburan
sekolah. Dari kegiatan itu anak-anak sekolah diharapkan mendapat lebih
banyak hal-hal yang bernuansa Hindu. Mengingat usia anak-anak
merupakan masa aktualisasi diri, tampaknya hal-hal yang berbau lomba atau
kompetisi cukup strategis dalam memancing minat untuk mempelajari hal-hal yang
bernuansa agama.
Skema dari Catur Asrama
Menjalani hidup suci Sanyasa/Bhiksuka
Berumah Tangga Wanaprasta
. Perguruan Tinggi
. SMK/SMU
Brahmacari
. SMP
. Sekolah Dasar
Taman kanak-kanak
Awalkehidupan
Proses
III.
Penutup
3.1
Simpulan
Untuk
mewujudkan cita-cita Hindu Dharma mencapai Jagadhita dan Moksha, maka setiap
umat Hindu diajarkan mencapai empat tujuan hidup yaitu Catur Asrama. Catur Asrama dari kata catur yang artinya empat dan
asrama artinya “usaha seseorang. Yang dimaksud dengan usaha seseorang dalam
pengertian catur asrama adalah usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seseorang
pada tiap-tiap asrama. Bentuk dan jenis usaha hidup yang harus dilakukan pada
masing-masing asrama sangat berbeda sesuai dengan catur purusartha yang ingin
dicapai pada tiap-tiap asrama.
Catur Asrama mempunyai
empat bagian yaitu 1) Brahmacari merupakan
suatu masa kehidupan berguru untuk mendapatkan ilmu pengetahuan weda. Weda
mengajarkan ilmu pengetahuan untuk memperoleh kebahagiaan, material (jagadhita)
dan juga mengajarkan tentang tujuan hidup kerohanian. 2) Grahasta adalah hidup berumah tangga, bersuami-istri. Pada masa
kehidupan grahasta kehidupan grahasta tujuan hidup diprioritaskan untuk
mendapatkan artha dan memenuhi kama.3) Tahap wanaprastha adalah masa menjauhkan
diri dari kehidupan duniawai. Sedangkan masa sanyasa sudah berusaha melepaskan
diri sama sekali dari kehidupan duniawi. Pada tahapan wanaprastha, usaha hidup
yang paling utama adalah melepaskan diri secara bertahap dari nafsu indriawi,
sedangkan pada tahapan sanyasa di samping melepaskan dari ikatan indriawi juga
harus mulai melepaskan diri dari ikatan badan, karena fungsi badan
perlahan-lahan akan semakin berkurang dan bagaimana pun harus kita iklaskan
untuk melepaskan.
Catur asrama
kaitannya dalam Pendidikan Jaman sekarang adalah Masa Muda kesempatan untuk
memilih . Dalam hal Brahmacari seseorang
tidak boleh untuk melaksanakan suatu pernikahan, karena perlu mempersiapkan
semuanya dari segi mental, artha dan kama.
DAFTAR PUSTAKA
Pendit Nyoman, 1993. Aspek-Aspek Agama Hindu. Pustaka
Manikgeni : jakarta
Punyatmadja Oka,
1994.Cilakrama.Upada Sastra :
Denpasar.
--------------,2006.Pengantar Etika dan Moralitas Hindu. Paramita
: Surabaya.
Sudharta
Tjok,2003.Slokantara Untaian Ajaran Etika.
Pramaita : Surabaya.
Suhardana,2007.Catur Purusaartha empat tujuan umat hindu.Paramita
:Surabaya.
Triguna
Yudha, 2000.Kontribusi hindu terhadap
ilmu pengetahuan dan peradaban. Widhya Dharma : Denpasar.
Tim
Penyusun,2004.widhya Dharma Agama Hindu Pelajaran Agama Hindu Untuk kelas XII
SMA. Ganeca : Bandung.
Wiana
Ketut ,1997.Cara Belajar Agama Hindu yang Baik. Yayasan Dharma Naradha :
Denpasar.
Anonim. 2011.Catur Asrama dalam
Hidup. Tersedia pada: http://www.Catur Asrama a/9-.html.
Diakses pada tanggal 30 November 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar