TUGAS SIVA SIDDHANTA
ADVAITA SAIVAISME DARI NANDIKESVARA
DOSEN PENGAMPU
: I KETUT PASEK GUNAWAN, S.Ag
Oleh
: KOMANG
SUDIASA
NIM :
10.1.1.1.1.3833
Jurusan
Pendidikan Agama Hindu
Fakultas
Dharma Acarya
Institut
Hindu Dharma Negeri Denpasar
2012
ADVAITA
SAIVAISME DARI NANDIKESVARA
Materi yang tersedia tentang system filsafat ini
sangat sedikit dan system ini di kemukakkan oleh nandikesvara. Penyusun dari
Nandikesvara Kasika. Upamanya, pengulas Nandikesvara Kasika dalam uraian
komentarnya, yaitu Tattva Vimarsini, merekam tardisi berikut, yang terus
berlaku sekarang ini diantara para murid system tata bahasa dari Panini,
sebagai berikut :
Para bijak Nandikesa, Patanjali,
Vyaghrapat dan Vasistha merenungkan Siva untuk mendapatkan ilham dan sebagai
anugerahnya Siva muncul dihadapan mereka dan memukul gendering tangannya. Suara
yang dikeluarkannya, secara simbolis memberikan 14 buah sutra. Sutra-sutra yang
diketemukan pada permulaan dari Astadhyayi-nya Panini, merupakan gambaran yang
jelas dari suara genderang tangan Siva yang kurang jelas. Para bijak
memungkinkan untuk memahami arti dari sutra-sutra tersebut, yang diperjelas
oleh Nandikesvara dan ia menguraikan artinya dalam 26 buah sloka, yang menyusun
naskah dari Nandikesvara Kasika. Dalam Nandikesvara Kasika, hanya terdapat satu
sloka, yaitu nomor 2 yang merupakan pedoman dari Panini, yang ditunjukkan oleh
Nagesa Bhatta dalam Udyota-nya. Dikatannya bahwa huruf terkahir pada akhir
setiap sutra dari ke 14 sutra, diperuntukkan bagi Panini untuk membangun system
tata bahasa, sedang sisanya menghadirkan satu system monistik dari filsafat
saiva.
Bila kita menerima pandangan bahwa
Nandikesvara adalah sejaman dengan Panini, karena tradisi yang terus
berlangsung serta referensi tidak langsung terhadap pandangannya oleh Patanjali
, maka system yang dinyatakan oleh Nandikesvara ini benar-benar sangat penting
artinya, karena ia lalu menjadi filsafat sekehendak hati yang paling awal, yang
akhirnya dikembangkan oleh Lakulisa dalam Pasupata Sutra-Nya, dalam pandangan
Dvaitadvaita dan oleh para pemikir Kasmir seperti Somananda, kallata, Utpala,
Abhinavagupta dan Ksemaraja., dalam pandangan monism Maswinara (1999 : 310).
Dalam kenyataanya, pernyataan yang sangat singkattentang prinsip filsafat dalam
NandiKesvara Kasika, memiliki arti hanya apabila mereka dipelajari dalam
pandangan yang dikatakan para pemikir Kasmir, yang berhubungan dengan topic di
atas.
Kenyataannya bahwa system yang
dikemukakkan oleh Nandikesvara, sangat bersamaan apabila, tak bisa dikatakan
identik dengan apa yang sekarang dikenal dengan nama Saiva Monistik Kasmir,
menjadi jelas bila kita bandingkan dengan sloka anugerah pada permulaan dari
ulasan Upamayu tentang Nandikesvara Kasika. Kedua sloka ini tidak hanya
menghadirkan pemikiran yang filosofis yang sama, tetapi juga menghadirkannya
pada pernyataan yang identik. Nandikesvara memeiliki kecendrungan mistis, yang
dapat dikatakan lebih mendomonir, karena situasi yang memungkinkan untuk
menjelaskan system ini, adalah mistis, para bijak melaksanakan guna
mendapatakan penerangan mistis, seperti anugerah yang diberikan oleh siva
kepada mereka yang tampak secara mistis dan mengajar mereka bahwa relaitas
melampui semua kategori ; yaitu sang diri, atau sang Aku atau Aham, yang
melampui semuanya penuh anugerah dan yang merupakan saksi transcendental, yang
semuanya sessuatunya.
Di sini kita menemukan 3 mistikisme
dasar, yaitu
- Realitas yang demikian itu merupakan perwujudan akhir, yaitu pengalamn akhir dan abadi bahwa suatu tujuan mistis pada pencapaian melalui kehidupan dan pelaksanan mistis.
- Realitas seperti yang tampak pada seseorang mistis dalam suatu pandangan mistis.
- Keyakinan, dengan mana dan dalam mana seseorang mistis hidup. Sifat melampui segalanya dari realitas mistis, penampakan realitas ini dalam suatu bentuk mistis dalam pandangan mistis dan keyakinan pada anugerah-Nya merupakan praduga mendasar dari mistikisme.
Kita juga menemukan kecendrungan sesuka hati dalam
Nandikesvra Saivaisme dalam konteks metafisikannya. Setiap system mistik juga
memiliki teori metafisiskanya, tetapi realitas seperti yang dihadirkan dalam
konteks misitisme baisanya secara tipis berbeda dengan realitas yang di tuntut
dalam konteks metafisika yangb pertama melampui semua kategori, sehingga tak
dapat didefinisikan, kecuali kalau kita menerima yang tak terdefinisikan itu
sendiri menjadi suatu defines ; sedang yang berikutnya dikatakan sebagai
penyebab, sumber atau yang mewujudkan segala sesuatunya. Teta[pi realitas
mistik secara pokok tidak berbeda dengan metafisika, karena yang terakhir
diakui sebagai transcendental maupun immanent.
Nandikesvra dalam penafsirannya tentang sutra
pertama dari Mahesvara Sutra, membicarakan tentang relaitas metafisika yang
diidentifikasikan dengan huruf pertama A sebagai Brahman, yang bebas dari
segala Guna, yang ada pada segala sesuatu dan
dalam semua wujud perkataan, seperti Pasyanti Maswinara (1999 : 312 ). Dan merupakan sumber
atau asal muladari semua huruf dan
juga asal mula dari segenap alam semesta, termasuk banyak dunia yang berbeda.
Brahman ini menjadikan atau mewujudkan dirinya sendiri sebagai alam semesta
melalui dayanya yang disebut “citkala”atau”Citsakti”, sehingga disebut”Isvara”.
Huruf “I” dan “U” dalam sutra tersebut maksudnya “Daya” (cit kala) dan “Tuhan”.
Kata “ Citkala” ditafsirrkan sebagai”Maya”, sehingga menjadi jelas di sini
bahwa kata “Maya” dalam konteks ini tidak memiliki arti seperti yang
dimaksudkan dalam filsafat Vedanta, yaitu prinsip ketidak tahuan dan khayalan,
yang tak dapat dinayatakan sebagai”keberadaan” atau pun “bukan
keberadaan”;karena dalam system Nandikesvara, tak ada kategori seperti Maya,
yang berbeda dengan sakti, seperti system Siva lainnya. Timbul suatu
pertanyaan, apa sebenarnya arti “Maya” disini ? jawabannya adalah bahwa Maya
berarti sama yang dimaksudkna dengan vimarsa dalam saiva monistik Kasmir yang
artinya “kehendak yang bebas”, karena system ini mengakui bahwa alam semesta
berwujud atas kehendak-Nya.
Nandikesvara membicarakan tentang huruf “A”, yaitu
Brahman sebagai “Prakasa” berbeda dengan‘Aku”, sebagai citkala dan juga tentang
ketidak dapat terpisahkan antara keduanya. Prisnsip yang dinyatakan oleh “Aku”
dikatakan menjadi penyebab, sepanjang merupakan “potensalitas” daya dari sakti,
penyebab semua keberadaan ini. Tetapi “sakti” yang demikian hanya dalam
hubungannya dengan siva atau brahma, atau Prakasa atau huruf “A” dan kita
mengetahu bahwa Saiva monistik Kasmir yang membicaralkan tentang kategori
pertama sebagai “prakasa” dan tentang yang keduanya sebagai “Vimarsa”,
mempergunakan kata “citi” dan “ avatannnya” sebagai sinonim dari Vimarsa. Kata
“citkala” tampaknya berarti Vimarsa atau kehendak bebas.
Nandikesvara sendiri mempergunakan kata “Maya”,
dalam arti “Manovrtti, yaitu kegiatan pikiran, yang diwujudkan oleh Tuhan dan
hubungannya dengan Tuhan dikatakan sebagai sama (samasritya) dengan yang ia
miliki bersama citkala dalam mewujudkan alam semesta ini dan hal ini dapat
dinyatakan di sini bahwa dalam konteks ini si pengulas mempergunakan kata
“Maya”, aku dan “citkala” sebagai sama dan bahwa nandikesvara sendiri
mengemukakkan pandangan tentang alam semesta serta menghadirkannya kebanyakan
dalam arti yang sama dengan yang dipergunakan Ksemaraja dalam pratyabhijna
Hrdya-nya., citkala. Bukanlah pengakuan tentang dua prinsip metafisika terakhir
itu berarti dualistic? Jawaban terhadap pertanyaan ini diberikan dalam uraian
tentang penafsiran sutra kedua”R L K’. Brahman adalah pikiran dan maya adalah
kegiatan, yang berwujud, Brahman, sebagai keberadaan yang aktif, keberadaan
dalam hubungannya dengan kegiatannya, yang merupakan pencurahannya sendiri,
mewujudkan alam dunia ini. Yang aktif tidak memiliki keberadaan yang terpisah
dengan kegiatan dan keduanya tak dapat terpisahkan, seperti bulan dengan
sinarnya atau suatu kata dengan artinya.
Nandikesvara tampaknya penganjur jenis monistik yang
merupakan ciri dari filsafat tata bahasa. Ia mempersamakan Brahman atau huruf
“A” dengan para. Seperti yang dinyatakan oleh Nagesa Bhatta. Di bawah pengaruh
Saivagama. Ia membicarakan tentang para sebagai Jnapti murni atau Jnaptimatra.
Kata jnapti tampaknya dipergunakan sebagai sinonim dari “citi”, karena
Patanjali, seorang pengganti dekat dari Nandikesvara, dalam yoga sutranya,
dalam menyatukan sang diri, mempergunakan kata “citi” dan “Drsi” dalam
menyatakan sifatnya untuk menunjukkan bahwa konsepsi Patanjali tentang sang
diri, sama dengan Saiva monistik Kasmir.
Bila kita menerima pandangan ini, yaitu tentang
njnaptin sebagai pengganti “citi” dan menunjukkan sifat utama dari sang diri
dengan kata “citkala” maka arti dari yang kita tentukan lebih dahulu,
mendapatkan makna yan menjelaskan penggunaan analogi bulan dan sinarnya, untuk
menyatakan ketidak keberadaan antara Brahman dan Citkala. Bila Brahman atau
sang diri adalah “citi”, daya Brahman yang bertanggung jawab terhadap
keberadaan alam semesta, dikatakan sebagai “citkala”, karena ia merupakan suatu
aspek dari Brahman, sehingga tidak berbeda dengan-Nya. Pandangan monistik yang
ditunjukkan pada dasar sutra “R L K” berarti bahwa kaitan antara Brahman dan
dayanya, sama dengan kaitan antara R dan L. kita menegtahui bahwa menurut tatat
bahasa, terdapat hubungan penyamaan antara R dan L demuikian pula antara satu
“A” dengan yang lain ( R L varnayormithah savarnyam vacyam). Oleh karena itu
nandikesvara Saivaisme merupakan suatu system monistik karena ia mengakui identitas dari pikiran dan potensialitasnya dan
kegiatan dari Siva dan sakti atau Brahman dan ctikala.
Hubungan antara Barhaman dan alam semesta bukanlah antara
si pencipta dengan yang diciptakan. Alan yang dunia ini keberadaannya tidak
terpisah dengan brahman seperti sebuah kendi dengan si pengerajin gerabah, yang
,e,buatnya; sebaliknya seperti pemikiran dengan subyek pikiran. Alam semesta
ini tiada lain dari pada pemikiran Brahman, yang merupakan perwujudan luar dari
potensialitas di dalamnya, yang secara pokok identik dengan Brahman. Demikian
pula dengan realitas transenental (nirguna) dan yang immanent (saguna) adalah
identik, karena yang belakangan merupakan perwujudan dari yang pertama. Semua
kategori merupakan manifestasi dari brahman. Nandikesvra mengakui adanya 36
kategori dan berpendapat bahwa Para Siva melampui kategori-kategori, yang dapat
dinyatakan sebagai berikut ;
- Siva
- Sakti
- Isvara
4-28 , 25 kategori dari samkhya,
29-33, lima udara vital;
34-36 triguna.
Menarik untuk
dicatat bahwa Saiva Kasmir juga mengakui 36 kategori dengan beberapa perubahan,
yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
1)
Tiga kategori
pertama sama bagi kedua sistem, kecuali antara Sakti dan isvara dalam kategori
Saiva Kasmir terdapat kategori lain yang disebut Sadasiva.
2)
Duapuluh lima
kategori yang diterima oleh Samkya. Diterima oleh keduanya,ya dan walaupun berbeda konsepsi.
3)
Saiva Kasmir tidak
mengakui lima udara vital sebagai kategori yang terpisah dan sebagai
penggantinya ia mengakui 5 kondisi pembatas dari diri pribadi, yang disebut
Kala, Niyati, Raga, Vidya, dan Kala, sebagai Katagori yang berbeda.
4)
Saiva Kasmir tidak
mengakui Sattva, Rajas dan Tamas sebagai kategori yang berbeda, sebaliknya
menerima Sadasiva, Vidya dan Maya.
5)
Keduanya berpendapat
bahwa Paramasiva melampui kategori-kategori.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar