Selasa, 24 Desember 2013

PENYATUAN SIVSIDDHANTA




EKSISTENSI MRAJAN DALEM SEGENING TERHADAP PENYATUAN SIVASIDDHANTA DI BANJAR KUTUH DESA SUWUG









OLEH:

KOMANG SUDIASA
NIM : 10.1.1.1.13833













FAKULTAS DHARMA ACARYA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2012
KATA PENGANTAR
Om, Swastyastu   

            Atas asung kerta wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa  karena atas rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak I Ketut Pasek Gunawan S.pd.H selaku dosen mata kuliah Sivasiddhanta II, Fakultas Dharma Acarya, Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Penulis membuat makalah  ini yang berjudul “ EKSISTENSI MRAJAN DALEM SEGENING TERHADAP PENYATUAN SIVASIDDHANTA DI BANJAR KUTUH DESA SUWUG ”. Supaya para pembaca sadar tahu tentang Penyatuan sivasiddhanta yang ada Di Mrajan Banjar Kutuh Desa Suwug.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, tidak lupa pula bapak selaku dosen yang telah mendidik dan mengajar penulis. Dan juga kepada teman – teman yang telah membantu lancarnya dalam pembuatan makalah ini.
            Namun demikian penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki sehingga kemungkinan adanya kekurangan – kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca guna menyempurnakan makalah ini untuk sebagai pedoman dalam penulisan dan penyusunan makalah selanjutnya. Sebagai akhir kata dengan harapan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Om, Santhi, Santhi, Santhi, Om
                                                                                                                                                                                                                        Singaraja,    Desember 2012                                                              

     Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
1.2  Rumusan Masalah........................................................................ 2
1.3  Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Eksistensi Merajan Dalem Segening Di Desa Suwug, Banjar 
      Kutuh ............................................................................................ 3
     2.1.1 Sejarah Mrajan Dalem Segening............................................. 3
2.2 Eksistensi Pelinggih di Mrajan Dalem Segening Di Desa Suwug
      Banjar  Kutuh............................................................................... 6
     2.2.1 Nama pelinggih dan fungsinya............................................... 6
     2.2.2 Pemujaan Di Mrajan............................................................... 23
     2.2.3 Busana,  Atribut Pada Pelinggih............................................ 25
     2.2.4 Simbol-simbol......................................................................... 27
2.3 Eksistensi Penyatuan Siva Siddhanta di Merajan  Dalem Segening
     Banjar Kutuh................................................................................. 29
      2.3.1 Penyatuan Sivasiddhanta pada pelinggih ............................. 29
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan ................................................................................................... 30
3.2 Saran                                                                                                           ........ 31

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Kerangka Umat Hindu di Bali merupakan ada tiga kerangka utama yaitu Tattwa, Susila, dan Upacara keagamaan yang merupakan ajaran Sivasiddhanta di Bali. Dalam hal ini Siwa merupakan Dewa tertinggi yang dimana Sang Hyang Widhi yang merupakan Ida Bhatara Siwa. Dewa Siwa sebagai Panca Dewata dipuja dalam berbagai puja, tempat-tempat pemujaan menunjukkan tempat memuja Bhatara Siwa dalam manifestasinya Beliau. Beliau dipuja sebagai Siwa Raditya di Padmasana, di puja sebagai Tri Murti di Sanggah, Paibon, Kahyangan Desa, dan Kahyangan Jagat. Pemujaan Tuhan pada berbagai tempat sebagai Ista Dewata sesuai dengan ajaran Tuhan berada dimana-mana. Demikianlah orang Bali menyembah Tuhan disemua tempat, di Pura Dalem, Pura Desa, Pura Puseh, Bale Agung, Pempatan Agung, Setra, Segara, Gunung, Sawah, Dapur, dan sebagainya.
Disamping itu diberbagai tempat Tuhan Dipuja sebagai Dewa yang memberkati daerah pada berbagai aspek kehidupan, seperti Dewa Pasar, Peternakan, Kekayaan, Kesehatan, Kesenian, Ilmu Pengetahuan dan sebagainya. Dengan demikian hampir tidak ada aspek kehidpan orang bali yang lepas dari Agama Hindu. Dalam pemujaan ini Tuhan dipuja sebagai Ista Dewata, Dewa yang dimohon kehadirannya pada saat pemujaannya, sehingga yang dipuja bukanlah Tuhan yang absolut sebagai Brahman dalam upanisad atau Bhatara Siwa sebagai Paramasiwa, namun Tuhan yang bersifat pribadi yang menjadi junjungan penyembahnya. Dalam hal ini pemujaan di Pemerajan banyak terdapat nama pelinggih Dewa yang beristhana. Adapun beberapa nama pelinggih yang ada di merajan yaitu Kemulan Rong Tiga, Taksu, Meru tumpang dua, dan Meru tumpang tiga, Padmasana, Menjangan Saluwang, Piyasan, dan sebaginya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagimana Eksistensi Merajan Dalem Segening Desa Suwug,Banjar
  Kutuh?
1.2.2 Bagaimana Eksistensi Pelinggih di Mrajan Dalem Segening Desa Suwug 
   Banjar Kutuh?
1.2.3 Bagaimana Eksistensi Penyatuan Siva Siddhanta di Merajan Dalem
         Segening Banjar Kutuh?

1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui Eksistensi Merajan Dalem Segening Desa   Suwug,Banjar  Kutuh
1.3.2 Untuk mengetahui Eksistensi Pelinggih di Mrajan Dalem Segening    Desa Suwug Banjar Kutuh
1.3.3 Untuk mengetahui Eksistensi Penyatuan Siva Siddhanta di Merajan  Dalem Segening Banjar Kutuh












BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Eksistensi Pura Mrajan Dalem Segening Desa Suwug, Banjar Kutuh
2.1.1 Sejarah Berdirinya Mrajan Dalem Segening Desa Suwug, Banjar 
         Kutuh.
Berdasarkan Bapak Jro Mangku Arjana menceritakan bahwa pasemeton (saudara), arya mambal berawal dari denpasar. Arya mambal (arya kepakisan) merupakan urutan no 16 daripada Gusti Panji Sakti yang berada di dalem segening yang merupakan Raja Klungkung yang kemudian pergi ke sibang dan disibang ada pula saudara dari pada arya mambal ini yang mempunyai 3 saudara yang kemudian lari ke Buleleng.
Dibuleleng tepatnya disingaraja, raja yang memimpin disana atau raja yang memerintah  adalah Gusti Panji Sakti. Orang arya mencoba untuk menyerang melawan dari pasukan Panji Sakti namun ternyata kalah. Akhirnya Gusti Panji Sakti memerintahkan untuk membunuh para bangsa arya. Kemudian bangsa arya yang masih hidup melarikan diri dan membuang identitas mereka sebagai arya, karena jika tidak mereka akan terbunuh mereka akhirnya Nyineb Wangsa. Mereka melarikan diri ke berbagai tempat di buleleng, kemudian sampailah beberapa orang yang berbangsa arya di banjar gelang kemudian dibanjar kutuh. Dibanjar kutuh lah ditemukan sebuah hutan yang lebat. Hutan tersebut dibersihkan untuk dijadikan tempat peristrahatan. Karena sudah mandiri dan bertambahnya orang akhirnya dibangunlah merajan. Menurut Bapak Mangku Made Renaya pembangunan Mrajan Dalem Segening diperkirakan kurang lebih pada tahun 1931. Mrajan tersebut masih ada hingga saat ini. Upacara ngodalin pada Mrajan di Dalem Segening Desa Duwug, Banjar Kutuh dilaksanakan pada Anggar kasih julungwangi yang dilaksanakan setiap 6 bulan sekali secara menyeluruh. Namun ada perbedaan dalam upacara di paebon dilaksanakan setiap 6 bulan sekali, di Kawitan setiap 1 tahun sekali dan di pajajaran setiap 6 bulan sekali.

Denah Mrajan Dalem Segening Banjar Kutuh Desa Suwug Kecamatan sawan
28
18

41
40
390
380
370
360
350
330
310
340
320
300
29
27
19
17
16
13
42
26
20
12
11


43
15
14
45
25
24
 





44

10
                        B
23
5
222
9
                                                                                                C
21
7
6
8
 


5
                        A
3
4
 







              U
1
2 2222

 
KETERANGAN DENAH MRAJAN DALEM SEGENING BANJAR KUTUH DESA SUWUG :
A = PAEBON, B = KAWITAN , C = JAJARAN
1.      Lebuh                                            25. Pelinggih Ida Bhatara perang desa
2.      Candi Bentar                                 26. Pelinggih Ida Bhatara gunung sinunggal
3.      Jro Gede (Dw patih klabang apit) 27. Pelinggih Ida Bhatara Bulian
4.      candi bentar                                  28. Pelinggih ida bhatara kebon tubuh
5.      Piasan                                            29. Surya
6.      Limas Sari                                     30. Pelinggih Ida Bhatara Dangin Pangkung
7.      Taksu                                             31. Pelinggih Ida Bhatara Gegelang
8.      Jro Gede (dw patih klabang apit) 32. Kemulan Rong Tiga
9.      Candi bentar                                 33. Gedong Simpen
10.  Bale Gong                                     34. Limas Sari
11.  Piasan                                            35. Limas Catu
12.  Lelangit                                         36. Menjangan Salwang
13.  Padmasana                                                37. Pelinggih  ida bhatara  pesaren sari
14.  Meru tumpang dua                        38. Pelinggih Ida Bhatara  Panji Sakti
15.  Meru tumpang tiga meru tumpang tiga     39. Taksu Magumi
16.  Meru tumpang dua                                    40. Kulkul
17.  Taksu pengiring                                         41. Bale Gong
18.  Taksu pengiring                                         42. Jun Taneg (tempat tirta)
19.  Taksu Magumi                                          43. Piasan
20.  Pesamuan                                                  44. Pelinggih Ida Bhatara Penyarikan
21.  Jro Gede ( dw patih klabang apit)                        45. Pelinggih Ida Bhatara Penyarikan
22.  Paduraksa ( candi kurung)
23.  Kemulan Rong Tiga
24.  Penyawangan (Ida Bhatara Sang Hyang Anta Bhoga.

2.2 Eksistensi Pelinggih di Mrajan Dalem Segening Di Desa Suwug Banjar    Kutuh
2.2.1 Nama Pelinggih serta fungsinya
1). Lebuh
Pelinggih penggun karang/lebuh. Fungsi dari pelinggih ini adalah tempat untuk memuja yang memiliki pekarangan yang ditempat tinggali dalam tataran niskala. Secara kepercayaan masayarakat Hindu, yang beristhana di pelinggih penunggun karang / lebuh adalah Hyang Ibu Pertiwi (dewi sri) juga Ratu Nyoman Sakti Pegadangan, raja dari segala bhuta, dalam mithologi Hindu beliau tiada lain adalah ganapati (dewa ganesha). Dari aspek yang dipuja dapat saya simpulkan bawasannya ada pengaruh sekte G anaptya karena adanya pemujaan kepada Ratu Nyoman Sakti Pegadangan dan Pengaruh sekte waisnawa karena adanya pemujaan kepada Hyang Ibu pertwi (dewi sri) yang merupakan sakti dari dewa Wisnu.
2). Candi Bentar
            Candi bentar ( dalam istilah hindu dinamai apit lawang ) adalah sebuah pintu /gapura berbentuk dua bangunan serupa yang letaknya berdampingan disisi kanan dan kiri. Candi Bentar ini adalah merupakan peninggalan dari Zaman Majapahit. Candi Bentar banyak ditemukan di daerah Bali dan Lombok tetapi di daerah jawa sebagai basicnya kerajaan Majapahit juga masih banyak ditemukan walaupun karakterristik dari Candi Bentar ini berbeda dengan yang ada di Bali.
Di Bali candi ini melambangkan dua unsur yang berbeda yang ada dimuka bumi ini yang harus selalu ada untuk mengisi satu dengan yang lainnya ( Rwa Bhineda), adanya laki laki dan perempuan, siang dan malam, kebaikan dan keburukan. Candi Bentar ini biasanya letaknya di bagian luar dari sebuah bangunan Pura atau Puri yang ada di Bali. Candi ini menjadi bagian pemisah antara kawasan jaba / Nista mandala( sisi luar ) dengan jero/Madya mandala  ( sisi dalam ).
3). Jro Gede 
Jro gede ini terletak di depan gapura dari merajan. Di Bali Jro Gede yang merupakan kristalisasi sekte Ganapatya atau disebut dengan Dewa Ganesha yang merupakan tempat beristhanaanya Dewa Gana, dimana dari sekte Dewa Ganesha atau Jro Gede ini berfungsi sebagai penjaga karang rumah atay sebagai pelondung terhadap mahluk-mahluk yang berusaha untuk mengganggu kita. Selain itu pakaian saput Jro Gede yang hitam putih itu menandakan keseimbangan yang ada di alam ini.
4). Piyasan
            Piasan merupakan bangunan yang berbentuk bale-bale beratap. Piasan berasal dari kata pahyasan yang berfungsi sebagai tempat meletakkan persembahan berupa sesaji kepada para dewa ataupun leluhur. Selain itu piasan juga sebagai tempat menghiasi Pralingga Ida Bhatara yang akan disucikan, juga sebagai tempat sulinggih melakukan pemujaan atau mumput upacara. Bale paruman merupakan stana bhatara dan bhatari ketika dipersembahkan piodalan atau ayaban jangkep (harum-haruman). Sering juga disebut sebagai bale piasan (pihyasan) seperti yang dijelaskan diatas. Mantra yang di gunakan di Piyasan : Ih Ah Ing bhupati ya namah swaha. Anga Ung Mang. Ong Sang Hyang Tunggal Amerthaya saktinya namah swaha.
5). Limas Sari
            Dalam pelinggih ini dewa yang dipuja adalah ida bhatara limas sari. Tempatnya berada di Paebon. Pelinggih limas sari ini menghadap ke utara. Adapun mantra yang di gunakan Di Limas sari : Ong Ang Geng Genijaya ya namah Ong Ang dewa dewi maha siddhi, Sarwa karya siddha tuwi siddhaya dirghayu namah swa
6). Taksu
       Pada areal sanggah kamulan, ada sebuah pelinggih yang penting yaitu Taksu. Kata Taksu sudah merupakan bahasa baku dalam kosa kata Bali, yang dapat diartikan sebagai daya magis yang menjadikan keberhasilan dalam segala aspek kerja. Misalnya para seniman, pragina, dalang, balian, dalang dll. Mereka berhasil karena dianggap metaksu. Dalam ajaran tantrayana, taksu itu bisa diartikan sama dengan sakti atau wisesa. Dan yang dimaksud dengan sakti itu adalah simbul dari bala atau kekuatan. Dalam sisi lain sakti juga disamakan dengan energi atau kala.
         Dalam tatwa, daya atau sakti itu tergolong Maya Tatwa. Energi dalam bahasa sanskrit disebut prana, yang adalah bentuk ciptaan pertama dari Brahman. Dengan mempergunakan prana barulah muncul ciptaan berikutnya yaitu panca mahabhuta. Dengan digerakkan oleh prana kemudian terciptalah alam semesta beserta isinya. Tuhan dalam Nirguna Brahma / Paramasiva dalam Siva Tatwa, memanfaatkan energi atau sakti itu, sehingga ia menjadi Maha Kuasa, memiliki Cadu Sakti dengan Asta Aiswarya-Nya. Dalam keadaan seperti itu Ia adalah Maha Pencipta, Pemelihara dan Pelebur. Dalam Wraspati Tatwa disebut Sadasiva dan dalam pustaka Weda disebut Saguna Brahma.
        Sakti atau energi maya dari Tuhan itu dipuja dalam bentuk pelinggih yang disebut Taksu. Sedangkan Tuhan dalam wujudnya sebagai Sang Hyang Tri Purusa dan Sang Hyang Tri Atma dipuja dalam pelinggih kamulan. Dalam upacara nyekah, selain sekah sebagai perwujudan atma yang telah disucikan , kita juga mengenal adanya sangge. Sangge ini adalah perwujudan atau simbul dari Dewi Mayasih. Beliau mewakili unsur Maya Tatwa (pradana / sakti). Yang juga dalam upacara nyekah bersama-sama Atma ikut disucikan.
           Dalam ajaran Kanda Pat, dikenal adanya nyama papat / saudara empat yang ikut lahir saat manusia dilahirkan. Setelah melalui proses penyucian, saudara empat itu menjadi Ratu Wayan Tangkeb Langit, Ratu Ngurah Teba, Ratu Gede Jelawung dan Ratu Nyoman Sakti Pengadangan. Kempatnya itulah disebut sebagai dewanya taksu. Tidak lain adalah saudara kita lahir yang nantinya menemani manusia dalam kehidupannya.
Dapat dikatakan fungsi Taksu adalah pemujaan kepada Sakti dari Hyang Widhi, sehingga lengkaplah pemujaan kita kepada Hyang Widhi sebagai Purusa dan Hyang Widhi sebagai Cakti atau Pradana. Dalam perkembangannya Taksu berfungsi untuk memohon kesidiian atau keberhasilan untuk semua jenis profesi baik sebagai seniman, petani, pedagang peminpin masyarakat dan sebagainya. Mantra yang di gunakan Di Taksu :
Ong Ang ah Mahadewi jagatpati ya namo namah swaha.
Ong Ung Prajapatiya Namah,
Ong Mang Mataya Namah,
Ong Tang Prapitaya namah,
Ong Ing Prapitaya Namah,
Ong Mang Mataya Namah,
Ong Ing Paramataya Namah.
7). Bale Gong
            Bale gong merupakan tempat untuk gamelan. Dimana berbagai alat musik ada disana pada saat upacara berlangsung. Bale gong ini terdapat dibagian kawitan mrajan selain itu juga bale gong juga terdapat di bagian pajajarn tempatnya disebelah dari pada pelinggih taksu. Bale gong ini jika tidak digunakan pada saat hari upacara kegaamaan dimanfaatkan/ digunakan sebagai tempat Paruman masyarakat untuk memberikan informasi-informasi yang penting untuk pelaksanaan upacara yang akan dilaksanakan.
8).Pelinggih Lelangit (ardenareswari)
            Palinggh ini merupakan stana Dewi Sri dengan Bhiseka Sri Sedana atau limas catu yaitu sakti (kekuatan) dari dewa wisnu sebagai pemberi kemakmuran kepada manusia. Adapun mantra yang di gunakan Di SangHyang Ardhanareswari. Pemangku istri dalem segening mengatakan bahwa pelinggih ini dinamakan dengan nama pelinggih lelangit (lanang –istri atau purusa pradahana) yang dimana sebagai lambang kesuburan untuk masayarakat. Mantra yang di gunakan pada pelinggih lelangit : Om Nama dewa adhisthananya,
       Sarwa wyapi wai siwaya,
       Padmasana ekapratisthaya, Ardhanareswaryai namo namah.
8. Padmasana
Padmasana merupakan bangunan ini ditempatkan di tenggara mengarah ke barat laut. Pelinggih ini tempat pemujaan Hyang Siwa Raditya. Hal ini ditandai dengan bagian atanya dibuat terbuka dan pada tabingnya mahkota dipahatkan lukisan gambar Hyang Acintya. Ini merupakan konsep pemujaan kepada Siwa yang bergelar Hyang Siwa Raditya, dapat disimpulkan dalam konsep Padmasana ini merupakan mendapatkan pengaruh dari sekte Siwa Siddhanta. Adapun mantra yang di gunakan Di Padmasana:
Ah Ing Ang Tri Upasadanayabhyao namah swaha,
Ong sri sri dewa jagatnatha kusumajati sarwa sastra gana tat ya.
Ong Anattiya manittya maitri wakra mahati bhukti ya namah swaha.  
Banten di pelinggih Padmasana: Peras, Daksina, Soda, katipat Kelanan , Daksina Linggih, penastan, rantasan, sesayut amertha dewa, lamak, gantung-gantungan, di bawahnya segehan cacahan.
9). Meru
Meru adalah bangunan yang menyerupai gunung yang bentuknya bertumpang atau bertingkat. Meru itu sendiri merupakan simbol dari gunung yang sebagai tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa, para Dewa serta roh-roh suci. Umat Hindu memuja-Nya yang ditempatkan diketinggian, semakin tinggi tempatnya semakin mulia yang dipujanya. Di India Gunung Mahameru (Himalaya) dianggap sebagai Linggih Ciwa Karena gunung itu yang tertinggi. Di jawa, gunung Semeru yang dimuliakan dan di Bali adalah gunung  Agung sebagai linggih Hyang Widhi. Bangunan suci meru melambangkan gunugng yang dipuja sebagai stahana Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Selain gunung mempunyai arti yang sangat penting sebagai penyimpan air. Air hujan disimpan oleh gunung dan tanah serta hutan yang subur. Hal itu menyebabkan air tersimpan dan mengalir kesetiap sungai. Air merupakan sumber kehidupan yang diberikan oleh gunung, maka sunggulah pantas umat hindu menyucikan gunung yang telah memberi kemakmuran dan keselamatan. Perwujudan rasa bhakti umat hindu terhadap gunung terlihat dengan posisi tidur. Kepala menghadap ke arah selatan (kaja) (keadya = ke gunung ) karena gunung dianggap sebagai hulu atau kepala. Gunung sungguh memiliki pengaruh terhadap kemakmuran hidup manusia.  Mantra yang di gunakan Di Meru Tumpang 3 marep kelod, penyawangan Pura Puseh :
Om Ang Prajapati ya srestah swatma dipataya namah swaha.
Ang Ung Mang.
Ong Ananthabhogabhyo namah swaha.
            Meru yang memiliki atap bertingkat-tingkat merupakan simbol Asta Dikpala yaitu delapan Dewa penguasa penjuru mata angin ditambah tiga Dewa yang menguasai alam bawah,tengah,dan atas. Dengan demikian ada 11 dewa utama yang disimbolisasikan pada bangunan meru. Adapaun 11 dewa yang utama itu juga disimbolkan kedalam aksara suci yaitu, Sa,Ba,Ta,A,I,Na,Ma,Si,Wa,Ya dan kesepuluh aksara ini menghasilkan aksara suci Om. Dengan demikian tingkatan 9tumpang) dari meru menggambarkan jumlah manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang diwujudkan untuk beristahana di meru tersebut untuk menjaga dan melimpahkan kesejahteraan bagi alam semesta beserta isinya.
Tingkatan-tingkatan meru berhubungan dengan aksara suci itu membentuk bangunan meru sebagai berikut :
1.      Meru beratap satu : melambangkan huruf Om yang melambangkan Sang Hyang Tunggal (Tuhan)
2.      Meru beratap dua ; melambangkan purusa dan pradhana
3.      Meru beratap tiga ; melambangkan tri purusa yaitu ciwa, sada ciwa, Para ciwa
4.      Meru beratap lima : lambang keempat penjuru mata angin ditambah ditengah-tengah  (panca dewata)
5.      Meru beratap tujuh : lambang sapta dewata atau sapta rsi
6.      Meru beratap sembilan : lambang dewata nawa sanga
7.      Meru beratap sebelas : lambang ekadasa dewata.
Di dalam sanggah tepatnya di Pura Dalem Segening Banjar Kutuh Desa Suwug kecamatan sawan meru yang digunakan adalah Meru Tumpang Tiga. Seperti yang telah didjelaskan diatas bahwa meru tumpang tiga melambangkan dari Tri Purusa yaitu Ciwa, Sada Ciwa, Parama Ciwa. Selain itu meru juga sebagai bentuk gunung juga dipandang sebagai tempat beristhananya roh suci leluhur. Dalam konsep di Bali, apabila telah dilaksanakan upacara penyucian maka roh-roh leluhur akan beristhana digunung. Dengan demikian meru selain berfungsi sebagai pemujaan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa juga sebagai tempat pemujaan roh suci leluhur. Selain meru tumpang tiga ada juga meru yang bertumpang dua.  Meru tumpang dua yang berjumlah dua buah digunakan secara khusus,  letaknya  berjajar atau berdampingan  dengan meru-meru yang lain yang atapnya bertumpang ganjil.  Angka 2 digunakan karena di samping merupakan bilangan prima yang sakral, juga sebagai simbol ardanareswari atau rwa bhineda (Lontar Bhuwana-Kosa), pencipta segala sesuatu yang berlawanan di dunia : laki-perempuan, malam-siang, dharma-adharma. Aksara suci-Nya: Ang, Ah. Meru tumpang dua merupakan purusa dan pradhana, yang dimana dalam Mrajan Dalem Sagening merupakan penyawangan Ida Bhatara ring Sibang dan penyawangan Ida Bhatara Ring Macang.
10). Pesamuan
            pelinggih pesamuan merupakan tempat bagi leluhur dan para dewa bertemu. Pelinggih pesamuan ini terletak di depan taksu yang berhadapan dengan pelinggih lelangit. Pelinggih pesamuan ini terletak di bagian kawitan.
11). Paduraksa (candi kurung)
            Candi Kurung ( Kori Agung ). Candi ini bentuknya hampir sama dengan Candi Bentar, yang membuat berbeda adalah kalau di Candi Bentar kedua ujung dari pintu itu tidak bertemu, sedangkan di Candi Kurung kedua ujungnya bertemu membentuk sebuah krucut yang menyimbulkan sebagai sebuah puncak gunung yang diyakini adalah sebagai tempat yang paling suci oleh umat Hindu. Kori dalam bahasa Bali berarti Pintu dan Agung berarti yang paling utama. Jadi Kori Agung dimaknai sebagai pintu utama untuk mencapai keharmonisan hidup. Kori Agung sendiri biasanya terletak di halaman yang menghubungkan antara Madya mandala ( halaman tengah ) dengan Utamaning Mandala (halaman utama).
Kedua candi ini dalam konsep pembangunan sebuah Pura di Bali akan selalu ada. Filosofinya adalah setiap umat yang memasuki kawasan pura hendaknya bisa memisahkan pikirin mereka dari hal hal yang berbau negatif makanya mereka melewati candi bentar. Setelah itu sebelum memasuki halaman utama untuk bersembahyang mereka harus menyatukan pikiran mereka hanya ke hadapan Tuhan makanya mereka melewati Kori Agung.
12. Kemulan Rong Tiga
Kemulan / Pelinggih rong tiga ini biasanya disebut sanggah kamulan. Sanggah adalah tempat pemujaan, sedangkan Kamulan berasal dari kata Sansekerta yaitu mula yang berarti akar,dasar, permulaan,asal, yang kemudian mendapat awalan ka dan akhiran an. Dengan demikian Sanggah Kamulan adalah tempat pemujaan terhadap sumber atau asal yaitu Sang Hyang Widhi Wasa dengan prabhawanya sebagai Tri Sakti dan juga pemujaan kepada roh suci leluhur. Pada pelinggih Rong Tiga terdapat penyatuan Sivasidddhanta dimana brahman, Visnu dan Siva menjadi satu seperti yang telah disebutkan diatas menjadi Tri Murti dalam kepercayaan Umat Hindu.
Sanggah Kamulan sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Tri Sakti (brahma,ciwa,dan wisnu) juga sebagai tempat pemujaan roh suci leluhur. Biasanya disebuah pemerajaan Agung akan ada dua sanggah kamulan. Satu sebagai tempat memuja Tri Sakti dan satunya lagi untuk memuja roh suci leluhur. Sanggah Kamulan ditempatkan pada arah matahari terbit karena Kawita/wit (asala mula kehidupan) berasal dari timur yakni matahari. Matahari dalah sumber lehidupan di jagat raya, matahari menjadi pusat tata surya termasuk bumi ini. Dengan demikian semua bangunan suci yang mengandung makna wit  ditempatkan pada arah matahari terbit. Adapun mantra yang di gunakan  : OM narabawasa ri dengen ilanganing lara wighna, Om parisuddha namah swaha.
Disamping itu pelinggih Rong Tiga atau Sanggah Kamulan memiliki Fungsi antara lain :
1.      Merupakan sthana Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujudnya sebagai Sang Hyang Tri Atma yaitu Atma, Ciwa atma, dan Paraatma yang merupakan asal adanya kehidupan di dunia ini.
2.      Sebagai sthana Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti.
3.      Sebagai tempat mensthanakan Roh Suci leluhur yang dianggap keturunannya guna memohon perlindungan, bimbingan dan waranugraha.
4.      Sebagai tempat pemujaan leluhur dalam rumah tangga khususnya keluarga di Bali.
5.      Sebagai pengulun karang yaitu, menempatai posisi hulu (utama mandala dalam konsepsi Tri Hita Karana.
13). Pelinggih Ida Bhatara Sang Hyang Anta Bhoga
pelinggih ini berada disebelah pelinggih Rong Tiga/Kemulan. Pelinggih ini digunakan untuk menyembah Ida Bhatara Sang Hyang Anta Bhoga.
14). Pelinggih Ida Bhatara perang Desa (mitos).
 pelinggih ini berdasarkan mitos saja belum pasti kebenarnya dalam pemujaan pelinggih berada di dalam pajajarn bersebelahan dengan pelinggih Ida Bhatara Anta Bhoga.
15). Pelinggih Ida Bhatara Gunung Sinunggal
Pelinggih ini berada di pajajaran yang bersebelahan dengan ida bhatara perang desa dan sebelahnya adalah pelinggih Ida Bhatara Bulian. Pelinggih ini merupakan penyawangan di Gunung Sinunggal. Busana yang digunakan pelinggih Ida Bhatara Gunung Sinunggal dengan warna putih kuning.
16). Pelinggih Ida Bhatara Bulian
            Pelinggih ini terletak di bagian Pajajaran yang diamana diapit oleh dua pelinggih yaitu Ida Bhatara Bulian dan Ida Bhatara Kebon Putih. Pelinggih dipuja sebagai penyawangan dari Ida Bhatara Bulian.
17). Pelinggih Ida Bhatara Kebon Tubuh
            Pelinggih ini terletak setelah Pelinggih Ida Bhatara Bulian. Pelinggih ini merupakan penyawangan daripada Ida Bhatara Kebon Tubuh. Pelinggih ini menggunakan busana putih kuning.
18). Pelinggih Surya
Pelinggih Surya, sebuah bangunan untuk memuja Sang Hyang Surya Raditya sebagai saksi segala kegiatan manusia khususnya ritual yadnya. Dalam lontar siwagama, gelar Surya Raditya adalah gelar dari Dewa Surya atas anugerah dari Dang Guru (dewa siwa) karena bhakti dan kepandaian beliau. Hyang surya diberikan anugerah juga sebagai Upa Saksi segala kegiatan manusia dan pemberi cahaya, pemusnah segala kegelapan. Dari uraian ini tampak jelas adanya pengaruh sekte Sora (surya) dalam pendirian pelinggih surya. Pelinggih surya ini berada di pajajaran yan tempatnya di pojok selatan. Pelinggih surya ini menggunkan busana putih kuning pada saat itu.
19). Pelinggih Ida Bhatara dangin Pangkung
            Pelinggih ini berada di pajajaran yang bersebelahan dengan pelinggih surya. Pelinggih ini merupakan penyawangan daripada Ida Bhatara Dangin Pangkung. Pelinggih ini memakai busana putih kuning pada saat itu.
20). Pelinggih Ida Bhatara Gegelang
pelinggih ini merupakan penyawangan Ida Bhatara Gelgelang yang menggunakan busana putih kuning. Pelinggih ini berada di pajajaran yang berdekatan dengan pelinggih gedong simpen dan pelinggih Ida Bhatara Dangin Pangkung.  
21). Gedong Simpen  
Gedong Simpen disebut juga Gedong Sari bentuknya menyerupai gedong yang atapnya bertingkat, ada yang bertingkat dua ada pula yang bertingkat tiga.sesuai dengan namanya, simpen berarti menyimpan, fungsinya adalah menyimpan pralingga Ida Bhatara yang dipuja di pura tersebut. Gedong simpen yang terdapat di Paebon, bila ada masyarakat yang matur piuning atau mapinunas pada hari-hari biasa, pada gedong inilah melakukan persembahyangan.
22). Pelinggih Bhatara Limas Catu
Pelinggih ini berada di pajajaran yang merupakan penyawangan daripada Ida Bhatara Limas Catu.
22). MENJANGAN SALUWANG (Ida Bhatara Limas Pahit)
Palinggih Menjangan Saluwang sangat khas karena terdapat tanduk kepala Menjangan d bagian Depannya. Palinggih ini adalah tempat pemujaan para Rsi yang mengajarkan agam ke bali dan baisa disebut Sapta Rsi. Terutama yang dipuja adalah Rsi Kuturan yang telah berjasa menata kehidupan beragama di bali. Selain itu juga menjangan saluwang sebagai pesimpangan Roh suci Mpu Kuturan yang diberi nama Pelinggih Menjangan Saka Luan atau Menjangan Saluang yang dibeberapa daerah dinamakan juga sebagai Pelinggih Sanggah Lantang. Penjelasan lebih jauh mengenai Pelinggih ini adalah sebagaimana dapat diuraikan dibawah ini.  Adapun mantra yang di gunakan Di Menjangan Saluwang :
Ong Ang Mang Dewi dimuerti bhuawana triyo, pratisthabhyo samudra jagat gurubhyo namah swaha, Ong ah sukla dewi maha laksmi sri giripati sukla pawitrani swaha.
Pertama –tama perlu dijelaskan bahwa Pelinggih Menjangan Saluang atau Sanggah Lantang ini biasanya di bangun di berbagai Pura sebagai penghormatan terhadap jasa-jasa Mpu Kuturan dalam menyatukan semua aliran dan sekte agama di Bali, sehingga terciptalah paham baru dengan nama Tri Murti atau Agama Siwa Budha sebagai cikal bakal Agama Hindu sekarang ini.
23). Pelinggih Ida Bhatara Pesaren Sari                
Pelinggih ini sebagai tempat peristirahatan para dewa setelah dilakukan proses pemujaan sebelum kembali ke sorga dan melaksanakan tugasnya masing-masing.
24). Pelinggih Ida Bhatara Panji Sakti
Pelinggih ini berada sebelum pelinggih taksu yang ada dipajajaran. Pelinggih ini merupakan penyawangan daripada Ida Bhatara Panji Sakti.
25). Bale Kulkul
            Bale kulkul banyak ditemui di pura, puri, serta bale banjar. Sesuai dengan namanya, bale kulkul merupakan bale untuk penempatan kulkul. Kulkul berfungsi sebagai sarana komunikasi untuk memberi tanda kepada masyarakat atau anggota suatu banjar, penyungsung suatu pura, ataupun puri. Jumlah atau irama pukulan kulkul mempunyai arti tersendiri yang berbeda-beda pada setiap daerah ataupun banjar sesuai dengan kesepakatan bersama. Dalam hal fungsinya untuk pertanda sangkep atau rapat warga pada suatu banjar, kulkul dapat dikatakan sebagai sarana penggalang massa.
Bale kulkul lahir karena kebutuhan akan tempat untuk kulkul. Pada awalnya, fungsi kulkul sebagai sarana komunikasi digantungkan pada ranting pohon. Untuk melindunginya dari terik matahari dan hujan, kulkul diatapi tanpa memindahkannya dari pohon tersebut. Lambat laun, besar kemungkinan karena pohon tersebut tua ataupun rebah, kulkul tersebut dibuatkan bale yang kemudian bernama bale kulkul.  Bentuk dan fungsinya : Berdasarkan fungsinya, kulkul dapat dibedakan atas kulkul Dewa, kulkul manusa atau manusia, dan kulkul Butha. Sedangkan berdasarkan personifikasinya, kulkul dibedakan atas kulkul lanang (lelaki) dan kulkul wadon (perempuan). Biasanya, setiap bale kulkul memiliki kedua jenis kulkul ini, namun kini banyak bale kulkul yang juga mendapat titipan kulkul untuk sakaa -- kelompok atau perkumpulan -- seperti sakaa manyi (kelompok pemotong padi) hingga kulkul untuk sakaa muda mudi.
Jumlah saka atau kolom sebuah bangunan bale kulkul cukup bervariasi. Berdasarkan jumlah kolomnya, bale kulkul dapat dibedakan atas bale kulkul dengan 4 saka, 8 saka, 12 saka dan 16 saka. Sedangkan berdasarkan perletakan saka-nya, dapat dibedakan atas bale kulkul maanda dan tidak maanda atau biasa. Bale kulkul maanda merupakan bale kulkul yang memiliki perbedaan ketinggian perletakan saka, banyak ditemukan pada bale kulkul dengan 8 saka.
Bale kulkul dengan bentuk yang menjulang tinggi (berbentuk menara) mempunyai tiga palih atau jenjang lantai yaitu tepas, batur, dan sari. Di atasnya berdiri bale dengan saka dari kayu dan ditutup dengan dengan kerep atau (penutup) atap. Kerep pada bale kulkul di pura banyak ditemukan memakai ijuk. Berdasarkan bentuk atap atau kekerep-nya, terdapat bale kulkul dengan atap tunggal dan atap tumpang (bersusun). Untuk bale kulkul dengan atap bersusun, terdapat kecenderungan pencapaian menuju kulkul melalui bagian bawah bale kulkul, tidak dari samping yang biasa ditemui pada bale kulkul atap tunggal. Pada bale kulkul atap tumpang, cenderung tidak mempunyai palih yang lengkap. Bale kulkul atap tunggal cenderung mempunyai palih sehingga pencapaian menuju kulkul melalui tangga tidak permanen yang diletakkan di samping bale kulkul. Untuk lebih jelasnya mengenai pelinggih-pelinggih di Mrajan Dalem Segening dapat dilihat pada Gambar di belakang.  Banten pada Bale kulkul: Peras, Daksina, ceniga, gantung-gantungan, di bawahnya segehan cacahan putih kuning.
26). Pelinggih Ida Bhatara Penyarikan
Pelinggih ini yang menggunakan busana putih hitam disamping merupakan penyawangan Ida Bhatara Penyarikan. Pelinggih ini ada dua buah yang berada di depan pelinggih ida bhatara anta bhoga.



2.2.2 Pemujaan Pada Pamerajaan
a. Yang dipuja pada Pamerajan
1. Bhatara Kawitan
Dari kutipan lontar Andatattwa, siwa Sasana sudah jelas bagi kita bahwa yang dipuja pada sanggah pamerajan Gede atau Dadia, adalah Bhatara Kawitan, yaitu leluhur suci yang telah mencapai alam kedewaan (sidha dewata).  Yang menjadi pemujaan pada sanggah pamerajan, bale gede maupun dadia adalah leluhur suci yang menjadi cikal bakal keluarga. Misalnya dalem bagi warga keturunan dalam seperti Dalem Taruk, Dalem Angra Samprangan, Dalem Segening dan lain-lain masih ada serpihan dalem lagi adapun bentuk palinggih Bhatara Kawitan tersebut diatas sanggah pemerajan berfariasi.
2. Ida Sang Hyang Widhi
            Setelah Bhatara kawitan yang dimuliakan disanggah pemerajan itu. Selanjtunya Ida Sang Hyang Widhi. Beliau di puja melalui pelinggih during akasa., padmasana rong tiga. Duhuring akasa artinya diatas akasa. Akasa adalah ether, salah satu unsur panca mahabhuta yang terhalus. Seperti kita ketahui alam semesta ini sebenarnya dibagi menjadi tiga, yaitu : Bhur,  adalah alam bawah, bumi tempat kita berpijak ini. Pada alam ini unsur tanah (pratiwi), api (teja) dan air (apah) yang dominan.
            Bvah adalah alam atmosfir, pada alam ini akasa atau etehrlah yang menjadi wadah alamnya. Sehingga alam ini adalah halus, yang dihuni oleh mahluk-mahluk spiritual, seperti dewa-dewa, widyadara, kinnara, dan roh suci yang telah berhasil mencapai alam ini. Misalnya para Bhatara-bahatari, diantaranya Bhatara Kawitan itu sendiri. Penghuni alam ini disangga oleh akasa. Oleh karena beliau-beliau itu sangat halus, tidak dapat disentuh oleh inria duniawi yang didominasi oleh unsur tanah, api dan air tadi, seperti kita manusia.
Di atas alam svah atau akasa adalah alam kosong, tidak ada apa-apa. Alam kosong masih terdiri dari 4 lapis lagi yaitu : Mahaloka, Janaloka, dan Satyaloka. Pada alam ini betul-betul kosong. Hanya ada Sang Hyang Emban, sebutan untuk Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang berbadan kosong. Kendatipun kosong (sunya), pada hakekatnya Sang Hyang Emban maha besar, memenuhi ruang dan waktu. Mengatasi semuanya itu, dalam siwa tatwa Tuhan yang berada pada alam ini disebut Parasiwa, siwa tertinggi. Dalam lontar siwa di bali Sang Hyang Parasiwa, Sang Hyang Taya, Sang, Sang Hyang Cintya, dan Sang Hyang Licin adalah sebutan-Nya. Jadi yang dimaksud dengan Sang Hyang Duhuring Akasa adalah Sang Hyang Embang ini, yang dilukiskan sebagai Paramwisesa, Taya, Cintya, dan Licin. Beliaulah yang dipuja melalui pelinggih duhuring akasa.
Kemudian dalam sanggah pamerajan Dadi, fungsi duhuring akasa digantikan dengan padmasana Rong tiga. Yang dipuja dipelinggih ini adalah tidak lain dari pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai Tri Purusa dimana disebut dengan sivasiddhanta, karena pentauan daripada tida dewa (brahma, wisnu,  dan siwa ).
3. Dewa- dewa
Ada tiga pengertian dewa, yaitu dewa manifestasi Tuhan, perwujudan Tuhan, dalam alam imanen (skala) sesuai dengan fungsinya masing-masing. Yang paling utama ada tiga yaitu Brahma, Wisnu, dan Siva. Menurut Bapak Gede Puja, MA, dalam bukuny Reg Weda yang beliau terjemahkan dewa-dewa ini ada 33 banyaknya.
Dewa sebagai mahluk spiritual ciptaan Tuhan. Dewa ini lebih rendah kedudukanya dari dewa manifestasi Tuhan. Dewa jenis ini yang disebut malaikat dalam ajaran agama lain. Beliau ini penghuni surga dan setiap saat turun kedunia. Yang termasuk juga dalam tingkatan ini adalah Dewarsi, Dewa Kama, Wismakarma, Soma dan lain-lain. Yang tergolong Dewarsi antara lain : Marisi, angira, Narada, dan lain-lain. Disamping hal yang telah digolongkan tadi diatas ada satu lagi pengertian dewa, yaitu dewa yang berasal roh leluhur yang telah suci dan telah mencapai alam kedewaan yang kita kenal dengan sebutan Bhatara Kawitan. Pada sanggah atau pamerajan gede atau juga dadia, bagi para dewa-dewa kecuali Bhatara Kawita dibuatkan suatu pelinggih sebagai “pesimpangan Bhatara Sami”. Namun ada juga masing-masing dewa bhatara tertentu dibuatkan pelinggih khusus berupa meru.
Selanjutnya untuk widiadara widiadari dibuat pelinggih khusus berupa singasari. Untuk Bhatara Baruna adalah Labuh. Untuk Saptakala dan juga Pertiwi adalah dasar. Yang tergolong Dewa dibuatkan pelinggih Ngelurah dan Apit Lawang Dewarsi Mpu Kuturan dan Bhatara sakti Bawu rauh dibuatkan pelinggih Menjangan Saluwang dan Gedong Mengerucut. Selain dewa-dewa diatas dibuatkan sanggah pamerajan dadia, juga sakti dewa-dewa yang umum disebut dewi. Adapun dewi yang dipuja disebut Saraswati melalui pelinggih Taksu. Sri laksmi yang bergelar Sri Rambut Sedana melalui Gedong atau meru tumpang dua, untuk Ratu Mesari dan dewi Sri Gedong Jampel untuk rambut sedana. Untuk dewi uma dibuatkan pelinggih tertentu. Ketiga dewi tersbut adalah sakti dewa trimurti. Saraswati adalah saktinya dewa brahma, sri Laksmi adalah saktinya dewa Wisnu, dan dewi Uma adalah saktinya Dewa Siva.
2.2.3 Busana dan Atribut
            Pada hari odalan Pamerajan dilengkapi atau dihias dengan busana-busana dan atribut. Baik yang dibuat dari jenis jejahitan janur, ron dan lain-lain maupun yang dibuat dari kain yang berwarna-warni. Disamping memakai atribut diatas juga masing-masing pelinggih mempunyai busana dan atribut sendiri-sendir, sesuai dengan sifat masing-masing Dewa yang dipuja melalui pelinggih-pelinggih itu.
            Dalam Lontar Siwa Tattwa Purana kita Jumpai keterangan tentang pakaian para dewa-dewa, seperti :
1.      Brahma datang dari selatan, merah warnanya sampai dengan pakaian dan payungnya.
2.      Wisnu datang dari utara, hitam warnanya sampai dengan busana dan payungnya.
3.      Iswara datang dari timur, putih warnya sampai dengan busana dan payungnya.
4.      Mahadewa datang dari barat, kuning warnanya sampai busana dan payungnya.
5.      Hyang Misora dan Hyang Indra datang dari tenggara, berbusana putih bercampur merah, berpayung ratna kencana.
6.      Hyang rudra datang dari barat daya, berbusana merah campur kuning, berpayung petak semu bang.
7.      Hyang Sangkara datang dari Barat laut, berbusana kuning bercampur hitam, berpayung ratna kumenyer.
8.      Hyang Sambhu datang dari Timur Laut, berbusana Hitam putih, berpayung ratna Kumenyer.
9.      Datang Sanghyang Aswina berbusana mancawarna, berpayung ratna kumenyer.
10.  Datang Hyang Durmuka berbusana dadu, berpayung ratna kumenyer.
11.  Datang Hyang Kala bersama Hyang Gelap, rupanya menakutkan, berbusana poleng bang, berpayung saliwah.
12.  Datang Hyang Baruna berbusana serba indah
13.  Datang Sanghyang Rawi berbusana agni tri, berpayung putih.
14.   Datang Sanghyang Kuwera berbusana serba indah berpayung kuning.
15.  Sanghyang Yama dari selatan seperti rupa kala menakutkan, berbusana poleng bang, berpayung tiga warna.
                         
Dari busana dan payung para dewa-dewa tersebut diatas akhirnya ditetapkan busana palinggih sebagai berikut :
1.      Sanggar /padmasana/duhuring akasa, berbusana putih dengan tedung putih.
2.      Saptakala (dasar) berbusana hitam dengan tedung hitam.
3.      Di Ngrurah, berbusana hitam dengan tedung hitam.
4.      Taksu, berbusana Hitam.
5.      Di apit lawang berbusana poleng hitam.
Atribut antara lain :
1.      Lalontek
2.      Kober, umunya berlukisan Hanoman.
3.      Umbul-umbul denga warna merah, putih, hitam, kuning, umumnya berlukisakn naga.
4.      Banrang serta perlengkapan lainnya.
5.      Dihadaokan bale paruman ditancapkan tedung kuning atau tedung maprada, lelontek dan kober.
6.      Sebuah penjor yang ditancapkan disebelah kanan pamedal.
2.2.4 Simbul-simbul Pada Mrajan
            Dalam upacara ngodalin di pamerajan untuk mempersaipkan sarana-sarana yang sarat dengan simbul-simbul tertentu. Semua itu mengandung arti filosofis, semua itu merupakan filsafat terapan. Palinggih-palinggih pada sanggah pamerajan juga mempunyai arti filosofis. Palinggih pada pamerajan ada 2 jenis, palinggih terbuka dan tertutup. Pelinggih terbuka adalah padmasana, Duhuring Akasa. Sedangkan padmasana merupakan sthana Ida Sang Hyang Widhi yang maha kuasa, maha besar. Padamsana menggambarkan pemutaran Mandara Giri oleh para Dewa-dewa guna mendapatkan amrta. Dalam lontar-lontar di Bali Padmasana juga disebut dengan Gambura Nglayang yang tidak lain adalah bumi kita ini yang melayang mingitari karena tarikan energi matahri. Padmasana juga disimbulkan dengan bunga tunjung yang berkelopak daun helai 8. Bunga padma juga merupakan sthana dari Sanghyang Ongkara, yang tidak lain Ida Sang Hyang Widhi juga.
            Palinggih tertutup berupa gedong dan bertumpang disebut Meru. Meru juga berarti gunung. Gunung dalam methodelogi Hindu dilukiskan dalam purana-purana adalah sthana para Dewa-dewa. Tumpang meru menunjukkan kebesaran dewa yang di isthankan. Tinggi rendah tumpang meru menunjukkan kekuasaan dan kebesaran masing- masing dewa yang diisthanakan. Umumnya meru tumpang meru selalu ganjil namun di mrajan saya tepatnya di mrajan dalem segening banjar kutuh selain meru tumpang ganjil yaitu meru tumpang tiga ada juga meru tumpang dua atau meru bertumpang genap. Meru tumpang dua merupakan tempat beristhana Sri Sadhana. Sedangkan meru tumpang ganjil menunjukkan arah mata angin.
Sedangkan gedong-gedong melambangkan gunung-gunung sebagai sthana dewa-dewa yang kekuasaannnya lebih kecil dari pada yang disthanaakan pada meru. Disamping palinggih untuk para dewa, juga saya jumpai palingggih kala. Yang oleh karena fungsinya sebagai penjaga dan pelindung juga disebut bhatara. Misalanya pelinggih nglurah , pada pintu apit lawang. Demikian juga paduraksa juga pelinggih untuk penjaga.
Ketika upacara ngodalin, umat memancangkan sebuah penjor pada pintu pamerajan. Penjor dilihat dri segi bentuknya adalah merupakan lukisan gunung yang sekaligus menggambarkan gunung. Dengan mempergunakan simbul gunung ini, umat menghaturkan persembahan yang berintikan hasil bumi kepada dewa, yang beristhana di gunung utamanya Gunung Agung. Umat Hindu sebagai sthana para Dewa-dewa juga sumber kemakmuran, penyebab turunnya hujan. Alat –alat upacara seperti simbul-simbul, tunggul (kober), lontek banrang, pengawin, tedung agung adalah menggambarkan prosesi kebesaran. Tunggul atau kober biasanya berlukiskan anoman. Anoman sebagai inkarnasi siwa, putra bayu yang berfungsi sebagai pengamanan. Umbul-umbul biasanya berlukiskan Naga. Menurut methodelogi Hindu, naga ada tiga jenis, yang dibawah disebut Anantabhoga yang artinya makanan yang tak habis-habisnya. Yang di bumi namanya Naga Besuki yang artinya keselamatan. Sedangkan yang diatmosfir namanya Taksaka, naga adalah symbol bumi clan atmosfir penyebab keselamatan di atas bumi ini.

2.3 Eksistensi Penyatuan Sivasiddhanta Di Mrajan Dalem Segening Banjar   Kutuh
2.3.1 Penyatuan Sivasiddhanta Pada Pelinggih.
Adapun penyatuan sivasiddhanta dilihat dari pelinggih Kamulan / Rong Tiga. Rong tiga merupakan penyatuan daripada dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa. Dalam kepercayaan agama Hindu disebut dengan Tri Murti. Dewa brahma beristhana di sebelah kanan, di sebelah kiri beristhana dewa wisnu, dan di tengah beristhana dewa siwa.
Padmasana merupakan pemujaan Hyang Siwa Raditya yang diatasnya dibuat terbuka yang terdapat lukisan gambar Hyang Acintya. Ini merupakan konsep pemujaan kepada siwa yang bergelar Hyang Siwa Raditya. Dapat disimpulkan dalam konsep Padmsana merupakan mendapatkan pengaruh sekta siwa siddhanta. Tidak hanya sekte sivasiddhanta saja yang ada ada juga sekte ganapatya yang berada di pelinggih Jro Gede yang merupakan kristalisasi sekte ganapatya. Selain itu juga terdapat sekte sora (surya) yang berada di pelinggih surya. Surya raditya adalah gelar dari dewa surya atas anugerah dari dang guru (dewa siwa).









BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pada pembahasan penulisan makalah ini maka dapat disim pul-  kan. Adapun kesimpulan itu adalah sebagai berikut :
1.      Mrajan Dalem Segening di bangun oleh wangsa Arya. Dimana wangsa arya menyelamatkan diri dari kejaran parjurit raja Panji Sakti. Kemudian sampailah beberapa orang yang berbangsa arya di banjar gelang kemudian dibanjar kutuh. Dibanjar kutuh lah ditemukan sebuah hutan yang lebat. Hutan tersebut dibersihkan untuk dijadikan tempat peristrahatan. Karena sudah mandiri dan bertambahnya orang akhirnya dibangunlah merajan kurang lebih pada tahun 1931 yang hingga saat ini masih berdiri kokoh.
2.      Pelinggih-pelinggih yang ada di Mrajan Dalem Segening seperti Kemulan Rong Tiga demikian Sanggah Kamulan adalah tempat pemujaan terhadap sumber atau asal yaitu Sang Hyang Widhi Wasa dengan prabhawanya sebagai Tri Sakti dan juga pemujaan kepada roh suci leluhur. Taksu Kata Taksu sudah merupakan bahasa baku dalam kosa kata Bali, yang dapat diartikan sebagai daya magis yang menjadikan keberhasilan dalam segala aspek kerja. Meru yang terdapat di mrajan dalem segening ada dua yaitu meru tumpang dua dan tiga. Tidak hanya itu terdapat berbagai macam pelinggih yang lainnya padmasana menjangan salwang dan salwang dan lainnya. 
3.      Konsep penyatuan siva siddhanta yang ada di dalam Mrajan Dalem Segening adalah pelinggih Rong Tiga. Pelinggih dalam rong tiga merupakan beristhananya dewa brahma, dewa wisnu, dan dewa siwa yang menyatu menjadi  sivasiddhanta. Selain itu terdapat juga pada pelinggih padmasana yang merupakan saktinya siwa. Tidak hanya penyatuan sivasiddhanta saja namun sekte-sekte yang lain pun ada seperti sekte ganaptya yang berada di Jro Gede, sekte sora yang berada di pelinggih surya dan sekte lainnya.
3.2  saran
Dengan adanya makalah ini serta informasi yang ada di dalamnya tentang Mrajan Dalem Segening Banjar kutuh, Desa Suwug supaya dapat menambah wawasan generasi muda yang kini lambat laun sudah tergerus akan modernasi yang cendrung kurang tahu tentang Mrajan nya sendiri. Perlu kita tahu karena kita merupakan generasi selanjutnya yang akan memimpin selain itu juga karena kita adalah Umat Hindu Bali. Diharapkan kepada Kelian, wakil kelian, maupun pengurus lainnya agar memperhatikan dengan benar memelihara dengan baik Mrajan dalem segening bila perlu di dokumentasi kan hal-hal yang dianggap penting agar nantinya generasi selanjutnya tidak kesulitan mencari informasi untuk data yang diperlukan.










DAFTAR PUSTAKA
Adnyana Mider I Nyoman.2012. Arti Dan Fungsi  Banten sebagai Sarana Persembahyangan. PT Offest BP : Denpasar.
Anom Bagus Ida.2009. Tentang Pembangunan Merajan. CV KAYUMAS AGUNG : Denpasar.
Gunawan Pasek. 2012. Bahan Ajar Sivasiddhanta II.
Pulasari Mangku Jro. 2012. Cakepan Alit Puja Weda Mantra. Paramita : Surabaya.
Wiana I Ketut.1996.palinggih di pamerajan. Upada sastra :denpasar
Wikraman Singgin.1998.Sanggah Kamulan Fungsi dan pengertiannya. Paramita : Surabaya.













LAMPIRAN-LAMPIRAN
·         FOTO NARASUMBER
Pencarian Informasi


Pencatatan Informasi Dari Narasumber








FOTO-FOTO PELINGGIH
JRO GEDE









LIMAS SARI

                                                TAKSU PENGANTER









BALE GONG
PIASAN


LELANGIT/ARDHENARESWARI








                                                            PADMASANA
                                     MERU TUMPANG DUA




                                               




                                                MERU TUMPANG TIGA







                       
           
                        TAKSU MAGUMI (PENGENTER)



TAKSU PENGIRING






PESAMUAN
                                    PADURAKSA (CANDI KURUNG)







KEMULAN PEJENENGAN (RONG TIGA)
PELINGGIH IDA BHATARA SANG HYANG ANTA BHOGA DAN IDA BHATARA PENYARIKAN

          PELINGGIH IDA BHATARA PERANG DESA (MITOS)
            PELINGGIH IDA BHATARA GUNUNG SINUNGGAL
  
                                    PELINGGIH IDA BHATARA BULIAN
                        PELINGGIH IDA BHATARA KEBON TUBUH




                                                                    PELINGGIH SURYA
PELINGGIH IDA BHATARA DANGIN PANGKUNG

PELINGGIH IDA BHATARA GEGELANG

PELINGGIH IDA BHATARA TRI MURTI (KEMULAN DADIA)
GEDONG SIMPEN

PELINGGIH IDA BHATARA LIMAS SARI
PELINGGIH IDA BHATARA LIMAS CATU
PELINGGIH MENJANGAN SALWANG (IDA BHATRA LIMAS PAHIT)
PELINGGIH IDA AYU PESAREN SARI


PELINGGIH IDA BHATARA PANJI SAKTI
TAKSU MAGUMI
BALE KULKUL
PIASAN
PIASAN