Selasa, 24 Desember 2013

psikologi pendidikan II "teori belajar bermakna"




PSIKOLOGI PENDIDIKAN II
TEORI BELAJAR BERMAKNA
DOSEN PENGAMPU : I KETUT PASEK GUNAWAN S.pd.H



LOGO IHD WARNA JDI
 








OLEH :
 KOMANG SUDIASA
 10.1.1.1.1.3833



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUTE HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2011



















BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. inilah  yang membedakan Ausubel dari teoriawan – teoriawan lainnya yang hanya berlatar belakang psikologi, tetapi teori – teori mereka diterjemahkan dari dunia psikologi ke dalam penerapan pendidikan. Ausubel memberi penekanan pada “belajar bermakna”, serata retensi dan variabel-variabel yang berhubungan dengan macam belajar ini. Dalam makalah ini akan dibahas prinsip-prinsip belajar menurut Ausubel, yaitu belajar bermakna, belajar hafalan, pristiwa subsumi, diferensi progresif, penyesuaian integratif, belajar superordinat, pengatur awal, serta bagi mana teori ini diterapkan dalam mengajar.
1.2  Rumusan Masalah
1)      Apa Bentuk-bentuk belajar menurut ausubel ?
2)      Apa pengertian belajar bermakna ?
3)      Apa kelemahan dari belajar bermakna ?
1.3  Tujuan penulisan
1)      Untuk mengetahui bentuk-bentuk belajar
2)      Untuk mengetahui pengertian belajar bermakna
3)      Untuk mengetahui kelemahan dari belajar bermakna.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bentuk-bentuk belajar.
1)      Belajar bermakna.
Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.  Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.
Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
2)       Belajar hafalan
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep – konsep relevan atau subsumer-subsumer relevan, maka informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila tidak ada usaha untuk mengasilmilasikan pengetahuan baru pada konsep – konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan. Pada kenyataannya, bayak guru dan bahan-bahan pelajaran jarang sekali menolong para siswa untuk menentukan dan menggunakan konsep-konsep relevan dalam struktur kognetif mereka untuk mengasimilasikan pengetahuan baru, dan akibatnya pada para siswa hanya terjadi belajar hafalan.

3)      Subsumsi dan Subsumsi Obliteratif
Selama belajar bermakna berlangsung, infirmasi terbaru terkait pada konsep-konsep dalam struktur kognitif. Untuk menekankan pada fenomena pengaitan ini, ausubel mengemukakan istilah subsumer. Subsumer memegang peranan dalam proses perolehan informasi baru. Dalam belajar bermakna subsumer mempunyai peranan interaktif memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang – penghalang perseptual dan menyediakan suatu kaitan antara informasi yang baru diterima dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Lagi pula, dalam proses terjadinya kaitan ini, subsumer itu mengalami sedikit perubahan. Proses interaktif antara materi yang baru dipelajari dengan subsumer-subsumer inilah yang menjadi inti teori belajar asimilasi ausubel.

2.2 Pengertian Belajar Bermakna
Belajar menurut Ausubel adalah proses internal yang tidak dapat diamatisecara langsung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk bertingkahlaku dan berbuat dalam situasi tertentu, perubahan dalam tingkah laku hanyalahsuatu reflek dari perubahan internal (berbeda dengan aliran behaviorisme, alirankognitif mempelajari aspek-aspek yang tidak dapat diamati secara langsungseperti, pengetahuan, arti, perasaan, keinginan, kreativitas, harapan dan pikiran).38Bermakna menurut Ausubel merupakan suatu proses dikaitkannya informasi barupada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorangfaktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui siswa.
Pandangan Ausubel agak berlawanan dengan Burner yang beranggapan bahwa belajar dengan menemukan sendiri (discovery learning) adalah sesuai dengan hakikat manusia sebagai seorang yang mencari-cari secara aktif dan menghasilkan pengetahuan serta pemahaman yang sungguh-sungguh bermakna Sedang menurut Ausubel kebanyakan orang belajar terutama dengan menerimadari orang lain (reception learning). Kedua pandangan tersebut sangat mirip yakni sebuah konstruksi pengetahuan baru yang sesungguhnya bergantung pada sistem pembelajaran yang bermakna. Hanya saja discovery learning Burner menonjolkan corak berpikir induktif sedangkan reception learning Ausubel menonjolkan corak berpikir deduktif. Sebagai konsekuensinya, Ausubel mencanangkan mengajar yangdisebutkan “mengajar dengan menguraikan” (expository teaching). Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna.
Belajar bermakna (meaningfull learning) yang digagas David P. Ausubel adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa lebih mudah memahami dan mempelajari, karena guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sehingga mereka dengan mudah mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya. Sehingga belajar dengan “membeo” atau belajar hafalan (rote learning) adalah tidak bermakna (meaningless) bagi siswa. Belajar hafalan terjadi karena siswa tidak mampu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang lama.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam skema yang telah ia punya. Dalam prosesnya siswa mengkonstruksi apa yang ia pelajari dan ditekankan pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena,  dan fakta-fakta baru kedalam system pengertian yang telah dipunyainya.
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi. Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:

1.       Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.

2.       Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
3.       Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna, materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki.
4.       Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna, yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki.

Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu:

1.Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memiliki strategi belajar bermakna,
2.Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa,
3.Tugas-tugas belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa.
Selain itu juga Agar belajar bermakna, maka materi baru haruslah bertalian dan sebagi bagian dari konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognisi. Proses yang menghubungkan informasi baru dengan elemen-elemen dalam struktur kognisi disebut subsumption atau menyatukan menjadi bagian dari struktur itu. Pentingya konsep prinsip umum adalah untuk belajar dan mengingat apa yang telah dipelajari ( made pidarta ).
Bedasarkan Pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausable mengajukan 4 prinsip pembelajaran, yaitu :
1) Pengatur awal (advance organizer).
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama denan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Pemggunaan pengatur awal tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi , terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.



2) Diferensiasi progresif.
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif dipekenalkan dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
3) Belajar superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsepkonsep yang lebih luas dan inklusif.
4) Penyesuaian Integratif
Pada suatu sasat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausable mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif Caranya materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hiierarkhi-hierarkhi konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan. Penangkapan (reception learning).
Teori belajar ausubel tentang belajar bermakna (Meaningful)
Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar ,1988 :142) juga menyatakan bahwa agar belajar bermakna terjadi dengan baik dibutuhkan beberapa syarat, yaitu :
(1). Meteri yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial,
(2). Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga   mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.

Dikatakan lebih lanjut oleh Ausubel (Dahar ,1989 :141) ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu :
(a) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat,
(b) Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang miri,
(c) Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip    walaupun telah terjadi lupa.

2.3 Kelemahan teori belajar
Menurut David P. Ausubel, secara umum kelemahan teori belajar adalah menekankan pada belajar asosiasi atau menghafal, dimana materi asosiasi dihafal secara arbitrase. Padahal, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki dalam struktur kognitifnya (Muhaimin, 2002: 201).
Ausubel memisahkan antara belajar bermakna dengan belajar menghafal. Ketika seorang peserta didik melakukan belajar dengan menghafal, maka ia akan berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna. Hal ini berbeda dengan belajar bermakna, dimana dalam belajar bermakna ini terdapat dua komponen penting, yaitu bahan yang dipelajari, dan struktur kognitif yang ada pada individu. Struktur kognitif ini adalah jumlah, kualitas, kejelasan dan pengorganisasian dari pengetahuan yang sekarang dikuasai oleh individu.
Agar tercipta belajar bermakna, maka bahan yang dipelajari harus bermakna: istilah yang mempunyai makna, konsep-konsep yang bermakna, atau hubungan antara dua hal atau lebih yang mempunyai makna. Selain itu, bahan pelajaran hendaknya dihubungkan dengan struktur kognitifnya secara substansial dan dengan beraturan. Substansial berarti bahan yang dihubungkan sejenis atau sama substansinya dengan yang ada pada struktur kognitif. Beraturan berarti mengikuti aturan yang sesuai dengan sifat bahan tersebut (Sukmadinata, 2007: 188)
Selaras dengan uraian tersebut, menurut Reilly dan Lewis, belajar memerlukan persyaratan tertentu, yaitu :
(1) isi pembelajaran dipilih berdasarkan potensi yang bermakna dan diatur sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik serta tingkat pengalaman masa lalu yang pernah dialaminya; dan
(2) diciptakan situasi belajar yang lebih bermakna. Dalam hal ini, faktor motivasi memegang peranan penting karena peserta didik tidak akan mengasimilasikan isi pembelajaran yang diberikan atau yang diperoleh apabila peserta didik tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana cara melakukan kegiatan belajar (Muhaimin, 2002: 201).
Lebih lanjut, karakteristik dari teori belajar bermakna adalah pengaturan kemajuan belajar (advance organizers). Pengaturan kemajuan belajar ini merupakan kerangka dalam bentuk abstrak dari apa yang harus dipelajari dan hubungannya dengan apa yang ada pada struktur kognitif yang dimiliki peserta didik. Apabila dirancang dengan baik, advance organizers akan mempermudah peserta didik mempelajari isi pembelajaran karena kegiatannya sudah diarahkan. Hubungan dengan apa yang telah dipelajari dan adanya abstrak atau ringkasan mengenai apa yang dipelajari menyebabkan isi pembelajaran yang baru bukan dipelajari secara hafalan, melainkan sebagai kelanjutan yang merupakan kesatuan (Muhaimin, 2002: 202).
Singkatnya, inti dari teori David P. Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna, yaitu suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.











BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Teori belajar bermakna dikemukakan oleh David Ausubel dimana pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam  struktur kognitif seseorang. Sedangkan Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dikuasai siswai dan diingat siswa. Suparno (1997) mengatakan pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.
Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
3.2 Saran
Demikianlah makalah berjudul “TEORI BELAJAR BERMAKNA” ini saya buat berdasarkan sumber-sumber yang ada. saya juga menyadari, masih ada banyak kekurangan di dalam penulisan makalah ini. Sehingga perlulah bagi saya, dari para pembaca untuk memberikan saran yang membantu supaya makalah ini mendekati lebih baik. Atas perhatian Anda semuanya,saya ucapkan terima kasih.





DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar