Selasa, 24 Desember 2013

ADVAITA SAIVAISME NANDIKESWARA



TUGAS SIVA SIDDHANTA
IHDADVAITA SAIVAISME DARI NANDIKESVARA









DOSEN PENGAMPU : I KETUT PASEK GUNAWAN, S.Ag

Oleh  : KOMANG SUDIASA
NIM : 10.1.1.1.1.3833






Jurusan Pendidikan Agama Hindu
Fakultas Dharma Acarya
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
2012



ADVAITA SAIVAISME DARI NANDIKESVARA
           
Materi yang tersedia tentang system filsafat ini sangat sedikit dan system ini di kemukakkan oleh nandikesvara. Penyusun dari Nandikesvara Kasika. Upamanya, pengulas Nandikesvara Kasika dalam uraian komentarnya, yaitu Tattva Vimarsini, merekam tardisi berikut, yang terus berlaku sekarang ini diantara para murid system tata bahasa dari Panini, sebagai berikut :
            Para bijak Nandikesa, Patanjali, Vyaghrapat dan Vasistha merenungkan Siva untuk mendapatkan ilham dan sebagai anugerahnya Siva muncul dihadapan mereka dan memukul gendering tangannya. Suara yang dikeluarkannya, secara simbolis memberikan 14 buah sutra. Sutra-sutra yang diketemukan pada permulaan dari Astadhyayi-nya Panini, merupakan gambaran yang jelas dari suara genderang tangan Siva yang kurang jelas. Para bijak memungkinkan untuk memahami arti dari sutra-sutra tersebut, yang diperjelas oleh Nandikesvara dan ia menguraikan artinya dalam 26 buah sloka, yang menyusun naskah dari Nandikesvara Kasika. Dalam Nandikesvara Kasika, hanya terdapat satu sloka, yaitu nomor 2 yang merupakan pedoman dari Panini, yang ditunjukkan oleh Nagesa Bhatta dalam Udyota-nya. Dikatannya bahwa huruf terkahir pada akhir setiap sutra dari ke 14 sutra, diperuntukkan bagi Panini untuk membangun system tata bahasa, sedang sisanya menghadirkan satu system monistik dari filsafat saiva.
            Bila kita menerima pandangan bahwa Nandikesvara adalah sejaman dengan Panini, karena tradisi yang terus berlangsung serta referensi tidak langsung terhadap pandangannya oleh Patanjali , maka system yang dinyatakan oleh Nandikesvara ini benar-benar sangat penting artinya, karena ia lalu menjadi filsafat sekehendak hati yang paling awal, yang akhirnya dikembangkan oleh Lakulisa dalam Pasupata Sutra-Nya, dalam pandangan Dvaitadvaita dan oleh para pemikir Kasmir seperti Somananda, kallata, Utpala, Abhinavagupta dan Ksemaraja., dalam pandangan monism Maswinara (1999 : 310). Dalam kenyataanya, pernyataan yang sangat singkattentang prinsip filsafat dalam NandiKesvara Kasika, memiliki arti hanya apabila mereka dipelajari dalam pandangan yang dikatakan para pemikir Kasmir, yang berhubungan dengan topic di atas.
            Kenyataannya bahwa system yang dikemukakkan oleh Nandikesvara, sangat bersamaan apabila, tak bisa dikatakan identik dengan apa yang sekarang dikenal dengan nama Saiva Monistik Kasmir, menjadi jelas bila kita bandingkan dengan sloka anugerah pada permulaan dari ulasan Upamayu tentang Nandikesvara Kasika. Kedua sloka ini tidak hanya menghadirkan pemikiran yang filosofis yang sama, tetapi juga menghadirkannya pada pernyataan yang identik. Nandikesvara memeiliki kecendrungan mistis, yang dapat dikatakan lebih mendomonir, karena situasi yang memungkinkan untuk menjelaskan system ini, adalah mistis, para bijak melaksanakan guna mendapatakan penerangan mistis, seperti anugerah yang diberikan oleh siva kepada mereka yang tampak secara mistis dan mengajar mereka bahwa relaitas melampui semua kategori ; yaitu sang diri, atau sang Aku atau Aham, yang melampui semuanya penuh anugerah dan yang merupakan saksi transcendental, yang semuanya sessuatunya.
            Di sini kita menemukan 3 mistikisme dasar, yaitu
  1. Realitas yang demikian itu merupakan perwujudan akhir, yaitu pengalamn akhir dan abadi bahwa suatu tujuan mistis pada pencapaian melalui kehidupan dan pelaksanan mistis.
  2. Realitas seperti yang tampak pada seseorang mistis dalam suatu pandangan mistis.
  3. Keyakinan, dengan mana dan dalam mana seseorang mistis hidup. Sifat melampui segalanya dari realitas mistis, penampakan realitas ini dalam suatu bentuk mistis dalam pandangan mistis dan keyakinan pada anugerah-Nya merupakan praduga mendasar dari mistikisme.


Kita juga menemukan kecendrungan sesuka hati dalam Nandikesvra Saivaisme dalam konteks metafisikannya. Setiap system mistik juga memiliki teori metafisiskanya, tetapi realitas seperti yang dihadirkan dalam konteks misitisme baisanya secara tipis berbeda dengan realitas yang di tuntut dalam konteks metafisika yangb pertama melampui semua kategori, sehingga tak dapat didefinisikan, kecuali kalau kita menerima yang tak terdefinisikan itu sendiri menjadi suatu defines ; sedang yang berikutnya dikatakan sebagai penyebab, sumber atau yang mewujudkan segala sesuatunya. Teta[pi realitas mistik secara pokok tidak berbeda dengan metafisika, karena yang terakhir diakui sebagai transcendental maupun immanent.
Nandikesvra dalam penafsirannya tentang sutra pertama dari Mahesvara Sutra, membicarakan tentang relaitas metafisika yang diidentifikasikan dengan huruf pertama A sebagai Brahman, yang bebas dari segala Guna, yang ada pada segala sesuatu dan dalam semua wujud perkataan, seperti Pasyanti Maswinara (1999 : 312 ). Dan merupakan sumber atau asal muladari semua huruf dan juga asal mula dari segenap alam semesta, termasuk banyak dunia yang berbeda. Brahman ini menjadikan atau mewujudkan dirinya sendiri sebagai alam semesta melalui dayanya yang disebut “citkala”atau”Citsakti”, sehingga disebut”Isvara”. Huruf “I” dan “U” dalam sutra tersebut maksudnya “Daya” (cit kala) dan “Tuhan”. Kata “ Citkala” ditafsirrkan sebagai”Maya”, sehingga menjadi jelas di sini bahwa kata “Maya” dalam konteks ini tidak memiliki arti seperti yang dimaksudkan dalam filsafat Vedanta, yaitu prinsip ketidak tahuan dan khayalan, yang tak dapat dinayatakan sebagai”keberadaan” atau pun “bukan keberadaan”;karena dalam system Nandikesvara, tak ada kategori seperti Maya, yang berbeda dengan sakti, seperti system Siva lainnya. Timbul suatu pertanyaan, apa sebenarnya arti “Maya” disini ? jawabannya adalah bahwa Maya berarti sama yang dimaksudkna dengan vimarsa dalam saiva monistik Kasmir yang artinya “kehendak yang bebas”, karena system ini mengakui bahwa alam semesta berwujud atas kehendak-Nya.

Nandikesvara membicarakan tentang huruf “A”, yaitu Brahman sebagai “Prakasa” berbeda dengan‘Aku”, sebagai citkala dan juga tentang ketidak dapat terpisahkan antara keduanya. Prisnsip yang dinyatakan oleh “Aku” dikatakan menjadi penyebab, sepanjang merupakan “potensalitas” daya dari sakti, penyebab semua keberadaan ini. Tetapi “sakti” yang demikian hanya dalam hubungannya dengan siva atau brahma, atau Prakasa atau huruf “A” dan kita mengetahu bahwa Saiva monistik Kasmir yang membicaralkan tentang kategori pertama sebagai “prakasa” dan tentang yang keduanya sebagai “Vimarsa”, mempergunakan kata “citi” dan “ avatannnya” sebagai sinonim dari Vimarsa. Kata “citkala” tampaknya berarti Vimarsa atau kehendak bebas.
Nandikesvara sendiri mempergunakan kata “Maya”, dalam arti “Manovrtti, yaitu kegiatan pikiran, yang diwujudkan oleh Tuhan dan hubungannya dengan Tuhan dikatakan sebagai sama (samasritya) dengan yang ia miliki bersama citkala dalam mewujudkan alam semesta ini dan hal ini dapat dinyatakan di sini bahwa dalam konteks ini si pengulas mempergunakan kata “Maya”, aku dan “citkala” sebagai sama dan bahwa nandikesvara sendiri mengemukakkan pandangan tentang alam semesta serta menghadirkannya kebanyakan dalam arti yang sama dengan yang dipergunakan Ksemaraja dalam pratyabhijna Hrdya-nya., citkala. Bukanlah pengakuan tentang dua prinsip metafisika terakhir itu berarti dualistic? Jawaban terhadap pertanyaan ini diberikan dalam uraian tentang penafsiran sutra kedua”R L K’. Brahman adalah pikiran dan maya adalah kegiatan, yang berwujud, Brahman, sebagai keberadaan yang aktif, keberadaan dalam hubungannya dengan kegiatannya, yang merupakan pencurahannya sendiri, mewujudkan alam dunia ini. Yang aktif tidak memiliki keberadaan yang terpisah dengan kegiatan dan keduanya tak dapat terpisahkan, seperti bulan dengan sinarnya atau suatu kata dengan artinya.


Nandikesvara tampaknya penganjur jenis monistik yang merupakan ciri dari filsafat tata bahasa. Ia mempersamakan Brahman atau huruf “A” dengan para. Seperti yang dinyatakan oleh Nagesa Bhatta. Di bawah pengaruh Saivagama. Ia membicarakan tentang para sebagai Jnapti murni atau Jnaptimatra. Kata jnapti tampaknya dipergunakan sebagai sinonim dari “citi”, karena Patanjali, seorang pengganti dekat dari Nandikesvara, dalam yoga sutranya, dalam menyatukan sang diri, mempergunakan kata “citi” dan “Drsi” dalam menyatakan sifatnya untuk menunjukkan bahwa konsepsi Patanjali tentang sang diri, sama dengan Saiva monistik Kasmir.
Bila kita menerima pandangan ini, yaitu tentang njnaptin sebagai pengganti “citi” dan menunjukkan sifat utama dari sang diri dengan kata “citkala” maka arti dari yang kita tentukan lebih dahulu, mendapatkan makna yan menjelaskan penggunaan analogi bulan dan sinarnya, untuk menyatakan ketidak keberadaan antara Brahman dan Citkala. Bila Brahman atau sang diri adalah “citi”, daya Brahman yang bertanggung jawab terhadap keberadaan alam semesta, dikatakan sebagai “citkala”, karena ia merupakan suatu aspek dari Brahman, sehingga tidak berbeda dengan-Nya. Pandangan monistik yang ditunjukkan pada dasar sutra “R L K” berarti bahwa kaitan antara Brahman dan dayanya, sama dengan kaitan antara R dan L. kita menegtahui bahwa menurut tatat bahasa, terdapat hubungan penyamaan antara R dan L demuikian pula antara satu “A” dengan yang lain ( R L varnayormithah savarnyam vacyam). Oleh karena itu nandikesvara Saivaisme merupakan suatu system monistik karena ia mengakui identitas dari pikiran dan potensialitasnya dan kegiatan dari Siva dan sakti atau Brahman dan ctikala.
Hubungan antara Barhaman dan alam semesta bukanlah antara si pencipta dengan yang diciptakan. Alan yang dunia ini keberadaannya tidak terpisah dengan brahman seperti sebuah kendi dengan si pengerajin gerabah, yang ,e,buatnya; sebaliknya seperti pemikiran dengan subyek pikiran. Alam semesta ini tiada lain dari pada pemikiran Brahman, yang merupakan perwujudan luar dari potensialitas di dalamnya, yang secara pokok identik dengan Brahman. Demikian pula dengan realitas transenental (nirguna) dan yang immanent (saguna) adalah identik, karena yang belakangan merupakan perwujudan dari yang pertama. Semua kategori merupakan manifestasi dari brahman. Nandikesvra mengakui adanya 36 kategori dan berpendapat bahwa Para Siva melampui kategori-kategori, yang dapat dinyatakan sebagai berikut ;
  1. Siva
  2. Sakti
  3. Isvara
4-28 , 25 kategori dari samkhya,
29-33, lima udara vital;
34-36 triguna.
Menarik untuk dicatat bahwa Saiva Kasmir juga mengakui 36 kategori dengan beberapa perubahan, yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
1)      Tiga kategori pertama sama bagi kedua sistem, kecuali antara Sakti dan isvara dalam kategori Saiva Kasmir terdapat kategori lain yang disebut Sadasiva.
2)      Duapuluh lima kategori yang diterima oleh Samkya. Diterima oleh keduanya,ya dan  walaupun berbeda konsepsi.
3)      Saiva Kasmir tidak mengakui lima udara vital sebagai kategori yang terpisah dan sebagai penggantinya ia mengakui 5 kondisi pembatas dari diri pribadi, yang disebut Kala, Niyati, Raga, Vidya, dan Kala, sebagai Katagori yang berbeda.
4)      Saiva Kasmir tidak mengakui Sattva, Rajas dan Tamas sebagai kategori yang berbeda, sebaliknya menerima Sadasiva, Vidya dan Maya.
5)      Keduanya berpendapat bahwa Paramasiva melampui kategori-kategori.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar