Hubungan Hukum Hindu Dan Hukum Adat
(oleh : komang sudiasa)
Hukum
hindu adalah hukum agama dalam arti yang sebenar-benarnya. Sebagai hukum agama,
hukum hindu disamakan dalam arti yang sebenar-benarnya. Sebagai hukum agama,
hukum hindu disamakan pengertiannya dengan dharma yang bersumber pada Rta.
Agama itu sendiri juga merupakan norma atau kaidah-kaidah moral yang bersumber
langsung dari wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Dari sini tampak ada usaha untuk
mengkaitkan nilai-nilai agama dengan praktek kehidupan, apakah misalnya nilai
agama itu telah ditranformasikan kedalan norma-norma sosial yang mengatur
kehidupan manusia dia dalam masyarakat.
Hubungan
yang demikian tidak terlalu sulit mencari,karena agama hindu memper-lihatkan
gejala yang multikomplek sebagai pandangan hidup yang menyeluruh dan terpadu.
John L. Esposito ketika memberi kata pendahuluan pada buku” Agama dan Perubahan
Sosiopolitik”, hanya melihat hubungaan agama pada dua dimensi, yakni dikatakan
: agama mempunyai suatu hubungan yang integral dan organik dengan politik dan
masyarakat.
Mengacu
pada tujuan hidup manusia menurut pandangan agama hindu , yaitu Moksartham
Jagadhita ya ca iti dharma, maka sebenarnya tradisi Hindu menwarkan suatu
system normative dimana agama adalah integral dengan semua aspek kehidupan umat
manusia, baik politik, sosial, ekonomi, hukum, prndidikan, keluarga dan lain
sebagainya. Keseluruhan aspek kehidupan tersebut tercangkup dalam pengertian
“kekinian” dan “keakanan” yang bersifat kesurgaan. (“kekinian dan “keakanan”
dipinjam dari istilah Soedjatmoko, 1979:25).
Pada
gejala umum yang terjadi di Bali yakni keterkaitan agama dengan adat, adalah
bukti adanya pertautan agama dengan salah satu aspek kehidupan manusia.
Tjokorde Raka Dherana mengatakan, agama dan adat terjalin erat satu dengan yang
lainnya, saling pengaruh-mempengaruhi. Karenanya pelaksanaan agama disesuaiakan
dengan keadaan tempat yang telah dan sedang berlaku. Penyesuaian yang mana
bersifat. Membenarkan dan memperkuat adat setempat sehingga menjdaikan kemudian
suatu “adat Agama” yaitu suatu penyelenggaraan agama yang disesuaikan dengan
adat setempat. (Dherana, 1984:18).
Pembuktian
adanya pengaruh hukum hindu menjiwai hukum adat telah terbutki sejak berdirinya
kerajaan hindu di Indonesia. Penguatan ini diberikan oleh Gde Pudja ketika
membahas dimulainya pertumbuhan hukum hindu. Pudja mengatakan, bagian-bagian
dari ajaran-ajaran dan pasal-pasal dalam Dharmasastra telah dioper dan
dipergunakan sebagai hukum pada masa kerjaan Hindu di Indonesia. Bahkan pada
bukann masa kerajaan Hindu saja , kaarena secara tidak disadari bahwa hukum itu
masih tetap berlaku dan berpengaruh pula dalam hukum positif di indonesia
melalui bentuk-bentuk hukum adat. Bentuk acara Hukum dan kehidupan hukum hindu
yang paling nyata terasa sangat berpengaruh adalah bentuk hukum adat di Bali
dan lombok, sebagai hukum yang berlaku hanya bagi golongan Hindu semata-mata
(pudja, 1977:34).
Dalam
berbagai penelitian dan penulisan Hukum Adat , baik dalam bidang hukum pidana,
dalam bidang hukum perdata terutama hukum waris, hukum kekeluragaan dan
perkawinan yang dikatak hukum adat, semuanya ternyata hukum hindu. Baik
pengertian, istilah-istilah yang dipakai maupun dasar filosofinya delapan belas
titel hukum atau astadasa wyawahara, pembagian 12 jenis anak, berbagai jenis
pidanaadat seperti brahmahatia, wakparusia, sahasa dan sebaginya. Smuanya
merupakan hukum agama, ini berarti hukum Adat sebagian besar adalah hukum
agama. Ini berarti hukum adat itu sebagian besar adalah hukum agama hindu
(Pudja, 1997:34-35).
.
Dalam prakteknya di tengah masyarakat memang tampak gejala yang bertaut menaut
Hukum Hindu dengan Hukum Adat. Kitab-kitab Huku Hindu dalam bentuk kompilasi
seperti Adigama, Agama, Kutaragama, Purwadigama dan Kutara Manawa, memang amat
sering diajdikan sumber penyusunan Hukum Adat. Hanya transper ke dalam Hukum
Adat tidak di lakukan sepenuhnya, karena tidak semua materi dalam hukum Hindu
tersebut seseuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan masyarakat. Disini para
tetua adat sangaat berperan sebagai tokoh yang menyaring nilai-nilai hukum
hindu untuk disenafaskan kebutuhan sesuai dengan system sosial yang berkembang
Hukum
adat menduduki orbit yang sentral dan telah berperan dominan dalam suatu
lingkungan budaya tertentu, yakni lingkungan masyarakat adat yang
mendukungknya. Konsekwensi dari peran yang ominan itu menjadikan hukum Adat
semakin mengakar dan melembaga dalam interaksi sosial masyarakatnya, dalam arti
bahwa kepatuhan masyarakat terhadap Hukum Adat tersebut dapat dibantahkan.
Konsekuensi
lainnya adalah membawa akibat yang sangat fatal, dimana mulai muncul tokoh-tokoh
hukum adat yang tidak lagi menerima anggapan bahwa hukum adat bersumber kepada
hukum hindu. Mengemukakkan hasil penelitiannya, Gde Pudja lebih jauh
mengemukakan, “Hukum Hindulah yang merupakan sumber dasar dari Adat di
indonesia terutama di daerah-daerah dimana pengaruh Hindu itu sangat besar.
Untuk daerah Bali dan Lombok,
pembuktian itu tidaklah begitu sulit, karena seluruh pola pemikiran dan tata
kehidupan masyarakat yang beragama hindu, tetap mendasarkan pada ajaran-ajaran
agama hindu yang mereka yakini (pudja, 19977:192).
Kembali
kepada teori Soerjono Soerkarnto yang mengemukakkan bahwa hukum Adat bersumebr
dari perkembangan perilaku yang berproses melalui cara, kebiasaan, tata
kelakuan, dan adat istiadat, baru kemudian menjadi hukum adat, akan semakin
mempertegas mengenai pembuktian adanya hukum hindu menjiwai hukum adat. Namun
kerangka teori ini akan melahirkan adat mruni, karena ia bersumberkan kepada
perilaku menjadi manusia, baik personal maupun umum. Dalam proses menjadikan
kebiasaan, tata dan adat istiadat, Dharmasastraatau hukum hindu sedikit banyak
memberi pengaruh, berhubung kebiasaan, tata kelakuan dan adat istiadat itu
dibatasi oleh suatu norma-norma sosial dan norma-norma agama yang besumber
langsung dari Wahyu Tuhan. Hukum Hindu dalam pembahasan dimuka dinyatakan pada
rta.
Meskipun dibentangkan secara tersirat
dari beberapa uarain di depan,terkecuali menegakkan keberadaan hukum hindu yang
menjiwai hukum adat, sebenarnya dengan sendirinya juga mencangkup pengertian
hukum hindu menjiwai kebiasaan. Kebiasaan ini dibatasi dalam kontek-nya yang
berakibat pada hukum adat. I ketut Artadi menggambarkan kebiasaan itu demikian
:”dalam aspek lain hubungan antara warga ini menonjol juga dalam hal pentaatan
terhadap kebiasaan pergaulan hidup yang dihormati yang dapat berupa tata
susila, sopan santun, hidup dalam pergaulan di suatu desa, yang sedemikian
dianggap patut seperti cara bertegur sapa, tolong-menolong orang yang kena
musibah, ssaling tolong dalam menanam padi, saling membantu dalam soal membuat
rumah dll. “(Artadi, 1987:2). Komponen ini terdiri dari pernyataan tersebut
berturut-turut adanya pentaatan dari warga, kebiasaan pergaulan hidup yang
dihormati, dan output berupa kebiasaan tolong-menolong.
Ide-ide untuk mematuhi norma sosial dan
norma agama, sehingga melahirkan perilaku sosial yang tolong menolong, seperti
terdapat dalam komponen tersebut di atas merupakan ide-ide yang melahirkan
hukum adat. Dengan demikian terdapat hubungan berantai dan estafet : dari hukum
Hindu menjiwai hukum adat, dan penjiwaan itu mengalir juga menjiwai kebiasaan.
Pembuktian adanya pengaruh hukum hindu
terhadap adat telah terbukti sejak berdirinya kerajaan Hindu di indonesia.
Penguatan ini diberikan oleh Gde Pudja ketika membahas dimulainya pertumbuhan
hukum Hindu. Gde Pudja mengatakan, bagian-bagian dari sejarah dan pasal-pasal
dalam Dharmasastra dioperalihkan dan digunakan sebagai hukum pada masa kerjaan
Hindu di Indonesia. Bukan pada masa Hindu saja, karena secara tidak disadari
bahwa hukum itu hindu masih tetap berlaku dan berpengaruh pula dalam hukum
positif di indonessia melalui bentuk-bentuk hukum adat. Bentuk secara dan
kehidupan hukum hindu yang paling nyata masih tersa sangat berpengaruh adalah
bentuk hukum adat di Bali dan lombok, sebagai hukum yang berlaku hanya bagi
golongan Hindu semata-mata (Pudja, 1977:34).
Team
research FM dan PM Universitas Udayana Denpasar dalam penelitiannya terhadap
pengaruh agama hindu terhadap hukum pidana adat di Bali, menunjukkan adanya
pengaruh hukum hindu dalam jenis pelanggaran susila ini : Lokika,Sanggraha,
Amandel Sanggama, Gamia Gamana, salah krama, dati krama, dan wakparusya. (team
research FM & PM Udayana Denpasar, 1975 : 47).
Semua
jenis hukum adat tersbut pernah diterapkan dalam peradilan. Kerta di Bali
semasa jaman penjajahan Hindu Belanda di indonesia. Dari kepuusan-keputusan
raad kerta kita mendpatkan kesimpulan bahwa bentuk hukum perdata, terutama
hukum waris dan perkawinan menempati skala pelanggaran terbesar dibandingkan
bentuk hukum lainnya.
Apabila
skala pengaruh hukum hindu terhadap hukum adat ditinjau secara makro, maka kita
harsu bertolak pada tiga hal pokok yang dipakai tumpuan memahami eksistensi
hukum adat Bali secara lebih mendasar. Ketiga hal pokok itu adalah Tri Hita
Karana, yakni adanya upaya umum masyarakat itu sendiri. Upaya menegakkaan
keseimbangan hubungan masyarakat secara keseluruhan dengan alam Ketuhanan.
Berbagai
pengaruh hukum hindu terhadap hukum adat sebagaimana contoh yang dikedepankan
di atas, menunjukkan skala pengaruh hukum hindu terhadap hukum adat pada
dimensi “Pawongan”dan”palemahan”.
Adanya
pengaruh hukum hindu terhadap hukum adat, tidak dimaksudkan untuk mengatakan
bahwa hukum adat itu tidak ada. Gde Pudja mengatakan, hukum adat haruslah tetap
ada, sebagai kadiah yang asli pada masyarakat primer. Namun sejauh ini
pembuktian untuk membedakan hukum adat dengan hukum hindu, belum banyak
dilakukan. Kalau ada, penulisan ini belum sampai melihat kemungkinan bahwa
hukum itu bersumber pada Hukum Hindu. (Pudja, 1977:34).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar