NAMA
: KOMANG SUDIASA
JURUSAN : PENDIDIKAN AGAMA
NIM
: 10.1.1.1.1.3833
MATAKULIAH : UPANISAD II
Cerita Asal
Usul Selat Bali
Pada jaman dahulu kala, ada seorang pemuda bernama Manik
Angkeran. Ayahnya seorang Begawan yang berbudi pekerti luhur, yang bernama
Begawan Sidi mantra. Walaupun ayahnya seorang yang disegani oleh masyarakat
sekitar dan memiliki pengetahuan agama yang luas, tetapi Manik Angkeran adalah
seorang anak yang manja, yang kerjanya hanya berjudi dan mengadu ayam seperti
berandalan-berandalan yang ada di desanya.Mungkin ini karena ia telah ditinggal
oleh Ibunya yang meninggal sewaktu melahirkannya. Karena kebiasaannya itu,
kekayaan ayahnya makin lama makin habis dan akhirnya mereka jatuh miskin.
Walaupun keadaan mereka sudah miskin, kebiasaan Manik
Angkeran tidak juga berkurang, bahkan karena dalam berjudi ia selalu kalah,
hutangnya makin lama makin banyak dan ia pun di kejar-kejar oleh orang-orang
yang dihutanginya. Akhirnya datanglah Manik ketempat ayahnya, dan dengan nada
sedih ia meminta ayahnya untuk membayar hutang-hutangnya. Karena Manik Angkeran
adalah anak satu-satunya, Begawan Sidi Mantra pun merasa kasihan dan berjanji
akan membayar hutang-hutang anaknya.
Maka dengan kekuatan batinnya, Begawan Sidi Mantra mendapat
petunjuk bahwa ada sebuah Gunung yang bernama Gunung Agung yang terletak di
sebelah timur. Di Gunung Agung konon terdapat harta yang melimpah. Berbekal
petunjuk tersebut, pergilah Begawan Sidi Mantra ke Gunung Agung dengan membawa
genta pemujaannya.
Setelah sekian lama perjalanannya, sampailah ia ke Gunung
Agung. Segeralah ia mengucapkan mantra sambil membunyikan gentanya. Dan
keluarlah seekor naga besar bernama Naga Besukih.
“Hai Begawan Sidi Mantra, ada apa engkau memanggilku?” tanya
sang Naga Besukih.
“Sang Besukih, kekayaanku telah dihabiskan anakku untuk
berjudi. Sekarang karena hutangnya menumpuk, dia dikejar-kejar oleh
orang-orang. Aku mohon, bantulah aku agar aku bisa membayar hutang anakku!”
“Baiklah, aku akan memenuhi permintaanmu Begawan Sidi
Mantra, tapi kau harus menasehati anakmu agar tidak berjudi lagi, karena kau
tahu berjudi itu dilarang agama!”
“Aku berjanji akan menasehati anakku” jawab Begawan Sidi
Mantra.
Kemudian Sang Naga Besukih menggetarkan badannya dan sisik-sisiknya
yang berjatuhan segera berubah emas dan intan.
“Ambillah Begawan Sidi Mantra. Bayarlah hutang-hutang
anakmu. Dan jangan lupa nasehati dia agar tidak berjudi lagi.”
Sambil memungut emas dan intan serta tak lupa mengucapkan
terima kasih, maka Begawan Sidi Mantra segera pergi dari Gunung Agung. Lalu
pulanglah ia ke rumahnya di Jawa Timur. Sesampainya dirumah, di bayarlah semua
hutang anaknya dan tak lupa ia menasehati anaknya agar tidak berjudi lagi.
Tetapi rupanya nasehat ayahnya tidak dihiraukan oleh Manik
Angkeran. Dia tetap berjudi dan mengadu ayam setiap hari. Lama-kelamaan, hutang
Manik Angkeran pun semakin banyak dan ia pun di kejar-kejar lagi oleh
orang-orang yang dihutanginya. Dan seperti sebelumnya, pergilah Manik Angkeran
menghadap ayahnya dan memohon agar hutang-hutangnya dilunasi lagi.
Walaupun dengan sedikit kesal, sebagai seorang ayah, Begawan
Sidi Mantra pun berjanji akan melunasi hutang-hutang tersebut. Dan segera ia
pun pergi ke Gunung Agung untuk memohon kepada Sang Naga Besukih agar diberikan
pertolongan lagi.
Sesampainya ia di Gunung Agung, dibunyikannya genta dan
membaca mantra-mantra agar Sang Naga Besukih keluar dari istananya.
Tidak beberapa lama, keluarlah akhirnya Sang Naga Besukih
dari istananya.
“Ada apa lagi Begawan Sidi Mantra? Mengapa engkau
memanggilku lagi?” tanya Sang Naga Besukih.
“Maaf Sang Besukih, sekali lagi aku memohon bantuanmu agar
aku bisa membayar hutang-hutang anakku. Aku sudah tidak punya apa-apa lagi dan
aku sudah menasehatinya agar tidak berjudi, tapi ia tidak menghiraukanku.”
mohon Begawan Sidi Mantra.
“Anakmu rupanya sudah tidak menghormati orang tuanya lagi.
Tapi aku akan membantumu untuk yang terakhir kali. Ingat, terakhir kali.”
Maka Sang Naga menggerakkan tubuhnya dan Begawan Sidi Mantra
mengumpulkan emas dan permata yang berasal dari sisik-sisik tubuhnya yang
berjatuhan. Lalu Begawan Sidi Mantra pun memohon diri. Dan setiba dirumahnya,
Begawan Sidi Mantra segera melunasi hutang-hutang anaknya.
Karena dengan mudahnya Begawan Sidi Mantra mendaptkan harta,
Manik Angkeran pun merasa heran melihatnya. Maka bertanyalah Manik Angkeran
kepada ayahnya, “Ayah, darimana ayah mendapatkan semua kekayaan itu?”
“Sudahlah Manik Angkeran, jangan kau tanyakan dari mana ayah
mendapat harta itu. Berhentilah berjudi dan menyabung ayam, karena itu semua
dilarang oleh agama. Dan inipun untuk terakhir kalinya ayah membantumu. Lain
kali apabila engkau berhutang lagi, ayah tidak akan membantumu lagi.”
Tetapi ternyata Manik Angkeran tidak dapat meninggalkan
kebiasaan buruknya itu, ia tetap berjudi dan berjudi terus. Sehingga dalam
waktu singkat hutangnya sudah menumpuk banyak. Dan walaupun ia sudah meminta
bantuan ayahnya, ayahnya tetap tidak mau membantunya lagi. Sehingga ia pun
bertekad untuk mencari tahu sumber kekayaan ayahnya.
Bertanyalah ia kesana kemari, dan beberapa temannya
memberitahu bahwa ayahnya mendapat kekayaan di Gunung Agung. Karena
keserakahannya, Manik Angkeran pun mencuri genta ayahnya dan pergi ke Gunung
Agung.
Sesampai di Gunung Agung, segeralah ia membunyikan genta
tersebut. Mendengar bunyi genta, Sang Naga Besukih pun merasa terpanggil
olehnya, tetapi Sang Naga heran, karena tidak mendengar mantra-mantra yang
biasanya di ucapkan oleh Begawan Sidi Mantra apabila membunyikan genta
tersebut.
Maka keluarlah San Naga untuk melihat siapa yang datang
memangilnya.
Setelah keluar, bertemulah Sang Naga dengan Manik Angkeran.
Melihat Manik Angkeran, Sang Naga Besukih pun tidak dapat menahan marahnya.
“Hai Manik Angkeran! Ada apa engkau memanggilku dengan genta
yang kau curi dari ayahmu itu?”
Dengan sikap memelas, Manik pun berkata “Sang Naga bantulah
aku. Berilah aku harta yang melimpah agar aku bisa membayar hutang-hutangku.
Kalau kali ini aku tak bisa membayarnya, orang-orang akan membunuhku.
Kasihanilah aku.”
Melihat kesedihan Manik Angkeran, Sang Naga pun merasa
kasihan.
“Baiklah, aku akan membantumu.” jawab Sang Naga Besukih.
Setelah memberikan nasehat kepada Manik Angkeran, Sang Naga
segera membalikkan badannya untuk mengambil harta yang akan diberikan ke Manik
Angkeran. Pada saat Sang Naga membenamkan kepala dan tubuhnya kedalam bumi
untuk mengambil harta, Manik Angkeran pun melihat ekor Sang Naga yang ada
dipemukaan bumi dipenuhi oleh intan dan permata, maka timbullah niat jahatnya.
Manik Angkeran segera menghunus keris dan memotong ekor Sang Naga Besukih. Sang
Naga Besukih meronta dan segera membalikkan badannya. Akan tetapi, Manik
Angkeran telah pergi. Sang Naga pun segera mengejar Manik ke segala penjuru,
tetapi ia tidak dapat menemukan Manik Angkeran, yang ditemui hanyalah bekas
tapak kaki Manik Angkeran.
Maka dengan kesaktiannya, Sang Naga Besukih membakar bekas
tapak kaki Manik Angkeran. Walaupun Manik Angkeran sudah jauh dari Sang Naga,
tetapi dengan kesaktian Sang Naga Besukih, ia pun tetap merasakan pembakaran
tapak kaki tersebut sehingga tubuh Manik Angkeran terasa panas sehingga ia
rebah dan lama kelamaan menjadi abu.
Di Jawa Timur, Begawan Sidi Mantra sedang gelisah karena
anaknya Manik Angkeran telah hilang dan genta pemujaannya juga hilang. Tetapi
Begawan Sidi Mantra tahu kalau gentanya diambil oleh anaknya Manik Angkeran dan
merasa bahwa anaknya pergi ke Gunung Agung menemui Sang Naga Besukih. Maka
berangkatlah ia ke Gunung Agung.
Sesampainya di Gunung Agung, dilihatnya Sang Naga Besukih
sedang berada di luar istananya. Dengan tergesa-gesa Begawan Sidi Mantra
bertanya kepada Sang Naga Besukih “Wahai Sang Besukih, adakah anakku Manik
Angkeran datang kemari?”
“Ya, ia telah datang kemari untuk meminta harta yang akan
dipakainya untuk melunasi hutang-hutangnya. Tetapi ketika aku membalikkan badan
hendak mengambil harta untuknya, dipotonglah ekorku olehnya. Dan aku telah
membakarnya sampai musnah, karena sikap anakmu tidak tahu balas budi itu.
Sekarang apa maksud kedatanganmu kemari, Begawan Sidi Mantra?”
“Maafkan aku, Sang Besukih! Anakku Cuma satu, karena itu aku
mohon agar anakku dihidupkan kembali.” mohon Sang Begawan.
“Demi persahabatan kita, aku akan memenuhi permintaanmu.
Tapi dengan satu syarat, kembalikan ekorku seperti semula.” kata Sang Naga
Besukih.
“Baiklah, aku pun akan memenuhi syaratmu!” jawab Begawan
Sidi Mantra.Maka dengan mengerahkan kekuatan mereka masing-masing, Manik
Angkeran pun hidup kembali. Demikian pula dengan ekor Sang Naga Besukih bisa
kembali utuh seperti semula.
Dinasehatinya Manik Angkeran oleh Sang Naga Besukih dan
Begawan Sidi Mantra secara panjang lebar dan setelah itu pulanglah Begawan Sidi
Mantra ke Jawa Timur. Tetapi Manik Angkeran tidak boleh ikut pulang, ia harus
tetap tinggal di sekitar Gunung Agung. Karena Manik Angkeran sudah sadar dan
berubah, ia pun tidak membangkang dan menuruti perintah ayahnya tersebut.
Dan dalam perjalanan pulangnya, ketika Begawan Sidi Mantra
sampai di Tanah Benteng, di torehkannya tongkatnya ke tanah untuk membuat batas
dengan anaknya. Seketika itu pula bekas torehan itu bertambah lebar dan air
laut naik menggenanginya. Dan lama kelamaan menjadi sebuah selat. Selat itulah
yang sekarang di beri nama “Selat Bali”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar