MAKALAH DARSANA
ETIKA YOGA DAN ASTANGGA YOGA
ETIKA YOGA DAN ASTANGGA YOGA
DOSEN PENGAMPU :
Ketut Bali Sastrawan, S.Ag, M.Pd.H
OLEH :
KOMANG SUDIASA
NIM : 10.1.1.1.1.3833
KELAS : PAH A / VI
FAKULTAS DHARMA ACARYA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
INSTITUT HINDU DHARMA
NEGERI DENPASAR
2013
KATA
PENGANTAR
Om,
Swastyastu
Atas asung kerta wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan
dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak I Ketut Bali Sastrawan selaku
dosen mata kuliah Darsana II, Fakultas Dharma Acarya, Institut Hindu Dharma
Negeri Denpasar.
Penulis membuat makalah ini yang
berjudul “Etika Yoga Dan Astangga Yoga”. Supaya para pembaca
sadar tau tentang Etika Yoga dan Astangga Yoga.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, tidak lupa pula bapak selaku
dosen yang telah mendidik dan mengajar penulis. Dan juga kepada teman – teman
yang telah membantu lancarnya dalam pembuatan makalah ini.
Namun demikian penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki sehingga
kemungkinan adanya kekurangan – kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca guna menyempurnakan
makalah ini untuk sebagai pedoman dalam penulisan dan penyusunan makalah
selanjutnya. Sebagai akhir kata dengan harapan semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua.
Om,
Santhi, Santhi, Santhi, Om
Singaraja, September 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Etika Yoga Dalam Ajaran Yoga Darsana..................................................... 3
2.2
Konsep Astangga Yoga Dalam Ajaran Yoga Darsana................................ 4
BAB III PENUTUP
3.1
Simpulan........................................................................................................... 13
3.2
Saran................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Darsana
merupakan ilmu filsafat sebagai salah satu cabang terpenting dalam ilmu agama
hindu,di dalam mengamalkan ajaraan-ajaran agama Hindu. Karena pada hakekatnya
semua ajaran agama hindu bernafaskan weda.
Salah satu nya adalah Yoga. Kata yoga berasal dari kata yuj yang artinya
menghubungkan dan yoga itu sendiri merupakan penyatuan roh pribadi dengan roh
tertinggi (maswinara, 1999:163). Di dalam yoga ada disebutkan tentang etika
yoga, etika artinya ilmu tentang moralitas.
Yoga merupakan
cara displin yang ketat terhadap diet makan, tidur, pergaulan, kebiasaan,
berkata, berfikir, dan hal ini harus dilakukan di bawah pengawasan yang cermat
dari seorang yogin yang ahli dan mencerahi jiva. Ada banyak jalan untuk mencapai
kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu tampakanya memiliki tujuan
yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara Atman dengan Brahman. Kita
lahir berulang kali untuk meningkatakan perkembangan evolusi jiwa. Dan
masing-masing dari kita berada pada tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Karena
itu tiap orang disiapkan untuk tingkat pengetahuan spiritual yanag berbeda
pula. Semua jalan rohani yang ada di dunia ini penting karena ada orang-orang
yang membutuhkan ajarannya. Penganut suatu jalan rohani dapat saja tidak
memiliki pemahaman lengkap tentang sabda Tuhan dan tidak akan pernah selama
masih berada dalam jalan rohani tersebut. Jalan rohani itu merupakan sebuah
batu loncatan untuk pengetahuan yang lebih lanjut. Dengan demikian kita tidak
berhak untuk mencerca jalan rohani yang lain. Semua berharga dan penting di
mata-Nya. Ada pemenuhan sabda Tuhan, akan tetapi kebanyakan oaring tidak
meperolehnya di sini untuk bisa meraih kebenaran, kita perlu mendengarkan roh
dan melepas ego kita.
Dan Yoga sebagai salah satu jalan
yang bersifat universal adalah salah satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan
yang disesuaikan dengan kemapuan spiritual seseorang. Yoga
merupakan suatu usaha sistematis untuk mengendalikan pikiran dan mencapai
kesempurnaan. Yoga juga meningkatkan daya konsentrasi, mengendalikan tingkah
laku dan pengembaraan pikiran, sehingga keadaanya menjadi jernih, yang tak
terwarnai oleh hubungan pikiran dengan obyek-obyek duniawi. Tujuan yoga adalah untuk mengajarkan roh
pribadi agar dapat menacapai penyatuan yang sempurna dengan roh yang tertinggi,
yang dipengaruhi oleh vrrti atau gejolak pemikiran dari pikiran,
sehingga keadaannya menjadi jernih.
Tulang
punggung daripada etika yoga adalah yama dan
niyama. Yang dimana merupakan salah
satu dari bagian astangga yoga. Adapun bagian-bagian astangga yoga dengan delapan anggota yang ditempuh melalui disiplin
yoga yaitu, Yama (larangan), Ni Yama (ketaatan), Asana (sikap badan), Pranayama
(pengaturan nafas), Pratyahara (penarikan indra dari obyek), Dharana
(konsentrasi), Dhyana (meditasi) , dan Samadhi keadaan supra sadar).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana Etika Yoga di dalam ajaran
Yoga Darsana?
1.2.2
Bagaimanakah Konsep dari Astangga Yoga
di dalam ajaran Yoga Darsana?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1
untuk mengetahui etika yoga di dalam
ajaran yoga darsana
1.3.2
Untuk mengetahui Konsep dari Astangga
Yoga di dalam ajaran Yoga Darsana
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Etika Yoga dalam Ajaran Yoga
Darsana
Etika yang nama lainnya adalah
susila sesungguhnya adalah suatu bentuk pengendalian diri dalam pergaulan hidup
bersama agara terjadi keharmonisan hidup di antara sesama dan lingkungan
sekitarnya (Sayang Supardi, 2004 : 10). Etika juga merupakan pedoman moral bagi
orang tertentu, agama, profesi, dan sebagainya.
Disadari atau tidak etika itu
sebenarnya telah ada sejak manusia ada di muka bumi ini. Namun, etika itu
mengalami kemunduran (Degradasi) dari zaman ke Zaman. Dalam kehidupan
Sehari-hari etika perlu mendapat perhatian lebih serius dan ditingkatkan
terus-menerus kwalitasnya karena dari etika yang baik akan menghasilkan
generasi yang berkualitas baik juga. Etika yang buruk hanya akan menhasilkan
kegagalan dalam hidup ini. Sangat disayangkan kalau dalam hidup ini yang telah
dilalui dengan susah payah dan sangat lama tidak dapat menunjukkan kwalitas
manusia sejati gara-gara hidup tanpa etika. Jika demikian adanya, apakah arti
semua hidup ini? Tidak lain, layaknya mayat berjalan. Artinya kelihatan hidup, tetapi
tidak ada gunanya atau sia-sia.
Yoga adalah penghubung, pengaitan
atau persatuan jiwa individual dengan Beliau Yang Maha Esa, mutlak dan tak
terbatas. Ia juga berarti penghentian goncangan-goncangan pikiran. Anda tidak
dapat menjadi yogin, kecuali bilamana anda adalah seorang Theis (percaya kepada Tuhan) dan theisme akan tidak ada arti, kecuali anda mengikuti tingkatan
mental dapat berlangsung secara kontinyu. Ada dua jenis tingkatan konsentrasi
atau semadhi, yaitu : Samprajnata Samadhi (konsentrasi sadar), dimana ada obyek
konsentrasi yang pasti dan pikiran tetap
sadar akan obyek tersebut ( Maswinara, 1999:167).
Adapun
4 bentuk-bentuk dari Samprajnata Samadhi itu atau menurut jenis obyek
pernungannya yaitu,
1. Savitarka
(dengan pertimbangan), konsentrasi pikiran yang dikonsentrasikan pada obyek
kasar (benda kasar dan nyata), seperti arca dewa atau dewi
2. Savicara
(dengan renungan), konsentrasi pikiran yang dikonsentrasikan pada obyek yang
halus tidak kelihatan nyata, seperti Tanmantra.
3. Sananda
(dengan kegembiraan), konsentrasi pikiran dipusatkan pada obyek yang halus,
seperti Indriya
4. Sasmita
(dengan arti kepribadian), konsentrasi pikiran di tujukan kepada anasir rasa
aku. Biasanya dalam kondisi ini Roh akan menyamakan dirinya dengan anasir itu.
Yang kedua adalah Asamprajnata Samadhi, dimana perbedaan antara obyek yang
dimeditasikan dan subyek menjadi lenyap dan terlampui atau transenden sedangkan
pada pada Samprajnata Semadhi ada kesadaran yang jernih tentang obyek yang
dimeditasikan yang berbeda dengan subyek.
2.2 Konsep dari Astangga Yoga di
dalam ajaran Yoga Darsana
Dalam menjalankan yoga ada
tahap-tahap yang harus ditempuh yang disebut dengan Astangga Yoga. Astangga
Yoga artinya delapan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan yoga.
Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama (pengendalian), Nyama
(peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan),
Pratyahara (menarik semua indriya kedalam), Dharana (telah memusatkan diri
dengan Tuhan), Dhyana (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan),
dan Samadhi (telah mendekatkan diri, menyatu atau kesendirian yang sempurna
atau merialisasikan diri).
Berikut
dibawah ini penjelasan dari tentang Astangga Yoga yaitu :
1. Yama
(pantangan, pengendalian diri), yang terdiri atas lima perintah :
a. Ahimsa
(tanpa kekerasan), jangan melukai mahluk lain manapun dalam pikiran, perkataan,
dan perbuatan.
b. Satya
( kebenaran dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan, atau pantangan terhadap
kepalsuan, penipuan dan kecurangan).
c. Asteya,
yakni pantang untuk menginginkan sesuatu yang bukan milik nya sendiri yang
muncul dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
d. Brahmacarya,
yakni pantang untuk kenikmatan seksual dalam pikiran, perkataan dan tindakan.
e. Aparigraha
(pantang kemewahan), seorang yogin harus hidup sederhana, tidak menghendaki
banyak kepemilikan, tapi juga tidak mengingini kemewahan yang melebihi apa yang
diperlukan.
Kelima
yama yang disebutkan diatas merupakan suatu keharusan tanpa perkecualian.
Seorang yang melanggar disiplin di atas itu dalam hal apapun, berbuat suatu
kesalahan. Patanjali menyebut kelima yama ini mahavrata atau sumpah besar. Pelanggarannya tidak diperkenankan dan
tidak ada alasan untuk mengelakkannya. Patanjali mengatakan bahwa kepatuhan
pada kelima yama itu diwajibkan dan dipertahankan dalam tiap keadaan,(Saraswati,
1979:47). Dikatakan juga ketaatan pada kelima yama itu merupakan Kode Etik Universal ( sarvabhauma)
(Maswinara, 1999:166).
2. Niyama,
(suruhan untuk berdidplin, beradab, dengan memupuk kebiasaan baik) berikut
kelima Niyama itu yaitu :
a. Sauca,
kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni prinsip ini akan
mulai mengesampingkan kontak fisik dengan badan orang lain dan membunuh nafsu
yang mengakibatkan kekotoran dari kontak fisik tersebut (Patanjali Yoga Sutra II.40).
Sauca juga menganjurkan kebajikan
Sattvasuddi atau pembersihan kecerdasan untuk membedakan (1) saumanasya atau
keriangan hati, (2) ekagrata atau pemusatan pikiran, (3) indriajaya atau
pengawsan nafsu-nafsu, (4) atmadarsana atau realisasi diri (Patanjali Yoga Sutra II.41).
b. Santosa atau
kepuasan. Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam kesenangan yang tidak
terkatakan. Dikatakan dalam kepuasan terdapat tingkat kesenangan transendental
(Patanjali Yoga Sutra II.42).
c. Tapa atau mengekang.
Melalui pantangan tubuh dan pikiran akan menjadi kuat dan terbebas dari noda
dalam aspek spiritual (Patanjali Yoga
Sutra II.43).
d. Svadhyaya
atau mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa (pengulangan pengucapan
nama-nama suci Tuhan) dan penilaian diri sehingga memudahkan tercapainya
“istadevata-samprayogah, persatuan dengan apa yang dicita-citakannya (Patanjali Yoga Sutra II.44).
e. Isvarapranidhana
atau penyerahan dan pengabdian kepada Tuhan yang akan mengantarkan seseorang
kepada tingkatan samadhi (Patanjali
Yoga Sutra II.45).
Diatas
Yama dan Niyama telah diuaraikan semuanya sepuluh kode moral atau kebajikan
etka yang harus diwujudkan. Kebalikan dari sepuluh kebaikan yang harus
diwujudkan (Yama dan Niyama) disebut
sebagaia vitarka, yaitu kesalahan-kesalahan
yang harus dengan teliti dijauhkan dan dihilangkan, yaitu :
a. Himsa atau
kekerasan dan tidak sabar sebagai lawan ahimsa
b. Asatya atau
kepalsuan sebagai lawan dari satya
c. Steya atau
keserakahan sebagai lawan dari asteya
d. Vyabhicara
atau kenikmatan seksual sebagai lawan dari brahmacarya
e. Asauca atau
kekotoran sebagai lawan dari sauca
f. Asantosa
atau ketidakpuasan sebagai lawan dari santosa
g. Vilasa atau
kemewahan sebagai lawan tapa
h. Pramada atau kealpaan sebagai lawan svadhyaya
i.
Prakrti-pranidhana
atau keterikatan pada prakrti sebagai lawan dari isvarapranidhana
Dengan menempuh jalan kebaikan bukan
berarti seseorang dengan sendirinya dilindungi terhadap kesalahan yang
bertentangan. Jangan menyakiti orang lain belum tentu berarti perlakukan orang
lain dengan baik. Kita harus melakukan keduanya, tidak menyakiti orang lain dan
sekaligus melakukan keramah-tamahan.
3. Asana,
suatu cara atau sikap duduk yang baik, kuat dan menyenangkan. Sikap ini
bermacam-macam adanya, seperti padmasana (sikap teratai), wajrasana (sikap
tabah), dhanu asana (sikap busur), sarwangan asana (sikap berdiri diatas bahu),
hala-asana (sikap bajak), Bhujangga asana (sikap ular kobra), salabha asana
(sikap belalang), pascimo asana ( sikap melurus kemuka), padahasta asana (
sikap berdiri bungkuk ke muka), ardhamatsyeandra asana ( sikap berputar), supra
waja asana (sikap pangul), dhanuh asana (sikap busur tabah), mayura asana
(sikap merak), matsya asana ( sikap ikan), badha asana), sikap teratai guru),
kukta asana( sikap ayam jantan), uttama kurma asana (sikap penyu), sirsa asana
( sikap badan terbalik). Demikianlah asana-asana yang ada dalam yoga. Artinya
yoga Patanjali tidak mempermasalahkan untuk melaksanakannya sesuai dengan
kemampuan dan keinginan peserta yoga. Namun demikian hendaknya peserta yoga
berpandangan bahwa semua asana itu merupakan sukha asana I, suatu asana/sikap yang menyenangkan.
4. Pranayama,
pengaturan nafas atau pengaturan nafas keluar masuk paru-paru melalui lubang
hidung dengan tujuan menyebarkan prana (energi) keseluruh tubuh. Dalam
pelatihan Yoga pernafasan perlu diatur untuk membersihkan darah, mengawasi
pemusatan pikiran, karena sangat menguatkan badan-badan dan meneguhkan pikiran.
Pranayama dilakukan dengan tiga cara
yaitu menarik nafas panjang dan dalam-dalam (puraka), menahan nafas (kumbaka),
da mengeluarkan nafas (caraka). Pranayama dapat dilakukan dengan
jalan/tahapan-tahapan dibawah ini sebagai berikut:
a. Tahap
Pertama, dengan cara menutup bibir dan menarik nafas ke dalam sepanjang waktu
tertentu, kemudian mengeluarkannya dalam waktu tertentu pula.
b. Tahap
kedua, dilakukan dengan menutup lubang hidung kiri dengan telunjuk tangan kiri,
tarik nafas secara perlahan melalui lubang hidung kanan secara perlahan selama
tiga detik. Kemudian dengan jari tengah kiri, tutuplah lubang kanan hidung. Dan
keluarkan nafas melalui lubang kiri hidung.
c. Tahap
ketiga laksanakan rileks dengan istirahat sejenak. Pada saat ini tarik nafas
melalui kedua lubang hidung sebanyak yang dilakukan. Buka mulut dengan bibir
membuat lubang bulat untuk mengeluarkan nafas lamanya 5 detik.
d. Tahap
keempat, latihan menarik nafas dan menahan nafas adalam kondisi duduk tenang
sambil menghitung bhur, bhuah, svah.
e. Tahap kelima, merupakan pengulangan latihan
tahap keempat, hanya saja bawah perut tidak boleh mengembung. Duduklah dengan
tenang, bernafaslah melalui bantuan rusuk dan otot sekat rongga badan tidak
bergerak.
f. Tahap
keenam, latihan dilakukan dengan duduk tegak, kepala sedikit maju ke depan tapi
dibawah perut yang diperkecil seperti kita mengisapnya ke dalam dada. Barulah
menarik nafas dalam-dalam dan menahannya sampai 7 hitungan, kemudian keluarkan
secara perlahan sambil menurunkan bahu, dengan rusuk diperkecil dan bawah perut
ditarik ke atas untuk mengeluarkan sebanyak mungkin udara lama dari paru-paru.
g. Tahap
ketujuh, latihan penahanan nafas (Kumbhaka), tanpa melakukan puraka dana
caraka. Pelaksanaannya menarik nafas seperti biasa dan menahannya lima detik
hingga satu menit, dilakukan berulang-ulang lebih lama dari waktu sebelumnya,
dilanjutkan dengan rileks dan istirahat secukupnya.
5. Pratayaksa,
Adalah
penguasaan panca indria oleh pikiran sehingga apapun yang diterima panca indria
melalui syaraf ke otak tidak mempengaruhi pikiran. Panca indria adalah :
pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah dan rasa kulit. Pada umumnya
indria menimbulkan nafsu kenikmatan setelah mempengaruhi pikiran. Yoga
bertujuan memutuskan mata rantai olah pikiran dari rangsangan syaraf ke
keinginan (nafsu), sehingga citta menjadi murni dan bebas dari
goncangan-goncangan. Jadi yoga tidak bertujuan mematikan kemampuan indria.
Untuk jelasnya mari kita kutip pernyatan dari Maharsi Patanjali sebagai berikut
: Sva viyasa asamprayoga, cittayasa svarupa anukara, iva indriyanam
pratyaharah, tatah parana vasyata indriyanam. Artinya : Pratyahara terdiri
dari pelepasan alat-alat indria dan nafsunya masing-masing, serta menyesuaikan
alat-alat indria dengan bentuk citta (budi) yang murni. Makna yang lebih luas
sebagai berikut : Pratyahara hendaknya dimohonkan kepada Hyang Widhi dengan
konsentrasi yang penuh agar mata rantai olah pikiran ke nafsu terputus.
6. Dharana
artinya mengendalikan pikiran agar terpusat pada suatu objek konsentrasi.
Objek itu dapat berada dalam tubuh kita sendiri, misalnya “selaning lelata”
(sela-sela alis) yang dalam keyakinan Sivaism disebut sebagai “Trinetra” atau
mata ketiga Siwa. Dapat pula pada “tungtunging panon” atau ujung (puncak)
hidung sebagai objek pandang terdekat dari mata.
Para
Sulinggih (Pendeta) di Bali banyak yang menggunakan ubun-ubun (sahasrara)
sebagai objek karena disaat “ngili atma” di ubun-ubun dibayangkan adanya padma
berdaun seribu dengan mahkotanya berupa atman yang bersinar “spatika” yaitu
berkilau bagaikan mutiara. Objek lain diluar tubuh manusia misalnya bintang,
bulan, matahari, dan gunung. Penggunaan bintang sebagai objek akan membantu
para yogin menguatkan pendirian dan keyakinan pada ajaran Dharma, jika bulan
yang digunakan membawa kearah kedamaian bathin, matahari untuk kekuatan phisik,
dan gunung untuk kesejahteraan. Objek diluar badan yang lain misalnya patung
dan gambar dari Dewa-Dewi, Guru Spiritual. yang bermanfaat bagi terserapnya
vibrasi kesucian dari objek yang ditokohkan itu. Kemampuan melaksanakan Dharana
dengan baik akan memudahkan mencapai Dhyana dan Samadhi.
Menurut
Patanjali terdapat tujuh metodhe dharana dalam pemusatan pikiran yaitu :
a.
Bermeditasi, dilakukan apabila mengalami suatu
kegoncangan.
b.
Bersikap mental yang baik terhadap orang lain. Inni
perlu untuk menenangkan budhi.
c.
Pengucapan yoga sutra patanjali “Pracchardana
widarana-bhyamwa pranasya” widarana-bhyamwa pranasya artinya juga dengan
menguasao dan menundukkan nafas.
d.
Kemantapan budi, dilakukan dengan melatih konsentrasi
pada persepsi-persepsi berperasaan yang lebih tinggi.
e.
Jyotismati, suatu metode meditasi yang dilakukan pada
cahaya bathin yang cemerlang yang berada di luar penderitaan. Tujuannya untuk
mengantarkan seorang yogi kepada kebahagian-Nya. Cahaya yang dimaksud dalam
metode ini adalah cahaya yang ada dalam jantung yang tidak dapat dilihat dengan
kasat mata.
f.
Konsentrasi pada orang-orang suci, suatu cara meditai
dengan memusatkan pikiran kepada ornag-orang suci, misalnya kepada para maha
rsi dengan tujuan agar beliau membantu
menenangkan budhi, karena beliau dipandang sebagai yang telah bebas dari ikatan
duniawian.
g.
Pengetahuan dalam mimpi, suatu cara meditasi yang
dilakukan dnegan merenungkan pengetahuan yang diperoleh melalui mimpi pada saat
tidur. Dalam yoga. Dalam yoga sutra disebutkan Swapna nidra Jana alambanan. Apa
yang dialami melalui mimpi sering dimeditasikan oleh yang mempraktekan yoga,
karena dapat membantu dirinya baik dalam keadaan suka maupun duka.
7. Dhyana,
Dhyana adalah suatu keadaan dimana arus pikiran tertuju tanpa putus-putus pada
objek yang disebutkan dalam Dharana itu, tanpa tergoyahkan oleh objek atau
gangguan atau godaan lain baik yang nyata maupun yang tidak nyata.
Gangguan
atau godaan yang nyata dirasakan oleh Panca Indria baik melalui pendengaran,
penglihatan, penciuman, rasa lidah maupun rasa kulit. Ganguan atau godan yang
tidak nyata adalah dari pikiran sendiri yang menyimpang dari sasaran objek
Dharana. Tujuan Dhyana adalah aliran pikiran yang terus menerus kepada Hyang
Widhi melalui objek Dharana, lebih jelasnya Yogasutra Maharsi Patanjali
menyatakan : “Tatra pradyaya ekatana dhyanam” Artinya : Arus buddhi
(pikiran) yang tiada putus-putusnya menuju tujuan (Hyang Widhi). Kaitan antara
Pranayama, Pratyahara dan Dhyana sangat kuat, dinyatakan oleh Maharsi
Yajanawalkya sebagai berikut : “Pranayamair dahed dosan, dharanbhisca kilbisan,
pratyaharasca sansargan, dhyanena asvan gunan : Artinya : Dengan pranayama
terbuanglah kotoran badan dan kotoran buddhi, dengan pratyahara terbuanglah
kotoran ikatan (pada objek keduniawian), dan dengan dhyana dihilangkanlah
segala apa (hambatan) yang berada diantara manusia dan Hyang Widhi.
8. Samadhi,
Samadhi adalah tingkatan tertinggi dari Astangga-yoga, yang dibagi dalam dua
keadaan yaitu : 1) Samprajnatta-samadhi atau Sabija-samadhi,
adalah keadaan dimana yogin masih mempunyai kesadaran, dan 2) Asamprajnata-samadhi
atau Nirbija-samadhi, adalah keadaan dimana yogin sudah tidak sadar akan diri
dan lingkungannya, karena bathinnya penuh diresapi oleh kebahagiaan tiada tara,
diresapi oleh cinta kasih Hyang Widhi.
Baik dalam
keadaan Sabija-samadhi maupun Nirbija-samadhi, seorang yogin merasa sangat
berbahagia, sangat puas, tidak cemas, tidak merasa memiliki apapun, tidak
mempunyai keinginan, pikiran yang tidak tercela, bebas dari “catur kalpana”
(yaitu : tahu, diketahui, mengetahui, Pengetahuan), tidak lalai, tidak ada
ke-”aku”-an, tenang, tentram dan damai. Samadhi adalah pintu gerbang menuju
Moksa, karena unsur-unsur Moksa sudah dirasakan oleh seorang yogin. Samadhi
yang dapat dipertahankan terus-menerus keberadaannya, akan sangat memudahkan
pencapaian Moksa.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Yoga sebagai sebuah cara atau jalan
untuk mengendalikan pikiran yang terobyektifkan serta kecendrungan alami
pikiran dan mengatur segala kegelisahan-kegelisahan pikiran agar tetap tak
terpengaruh sehingga bisa mencapai penyatuan antara kesadaran unit dan
kesadaran kosmik.
Astangga yoga merupakan
tahapan-tahapan yang harus dijalankan bagi seseorang yang ingin meningkatkan
kualitas spiritual. Astangga Yoga berarti delapan tahapan yang harus
dilaksanakan dalam beryoga. Bagian-bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama (pengendalian), Nyama
(peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan
pernafasan), Prathyahara (menarik semua indrinya kedalam), Dharana (telah
memutuskan untuk memusatkan diri dengan Tuhan), Dhyana (mulai meditasi dan
merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (telah mendekatkan diri,
menyatu atau kesendirian yang sempurna atau merialisasikan diri).
3.2 Saran
Sebagai
generasi muda Hindu yang menuntut pendidikan formal di perguruan tinggi
bernafaskan Hindu sudah semestinya kita menjadi pioneer dalam melaksanakan
Astangga Yoga tersebut. Karena ajaran yang universal ini apabila dijalankan
dengan penuh ketulusan hati kita pasti akan sampai pada cita-cita yang
diharapkan. Memahami yoga lebih dalam lagi akan membantu meluruskan persepsi
seseorang yang kurang akan informasi tentang Yoga yang telah mengundang
persepsi keliru dan tidak sedikit di kalangan awam. Yoga sering dikacaukan
dengan Tapa, bahkan dengan sesuatu yang berbau takhayul. Atau memandangnya dari
sudut pandang kegaiban dan kanuragan saja. Jadi ini menjadi momen baik bagi
kita untuk lebih memahami yoga lagi.
DAFTAR PUSTAKA
http://AstanggaYoga.ucla.edu/portal/ucla/how-to-build-a-bigger-brain-91273.aspx
Maswinara I Wayan.1999. Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana Samgraha). Paramita, Surabaya.
Saraswati Prakas Satya Swami.1996. Patanjali Raja
Yoga. Paramita, Surabaya.
W Sayang Yupardi.2004. Disiplin dan Sadhana Spiritual.
Paramita, Surabaya.
suksma bli ilmu nya....
BalasHapus